Penggunaan Fasilitas Negara Perlu Diawasi
JAKARTA, KOMPAS - Sejumlah menteri kabinet kerja Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengajukan diri sebagai calon legislatif. Beberapa hal dikritisi, baik larangan penggunaan fasilitas negara untuk berkampanye, hingga pengaturan waktu sosialisasi yang efisien agar tidak mengganggu kinerja pemerintahan.
Peneliti politik dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas di Jakarta, Selasa (14/8/2018) mengatakan, sebagai menteri, penggunaan fasilitas negara sangat rentan digunakan untuk berkampanye. Karena itu, dia berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dapat mengantisipasi penyelewengan itu.
"Menteri sangat rentan terpeleset pada pengguunaan fasilitas negara untuk kebutuhan kampanye. Harus dipastikan perjalanan ke dapilnya dan fasilitas di dapil betul-betul fasilitas pribadi, bukan terikat dengan jabatannya. Kalau menggunakan fasilitas jabatan itu harus jadi perhatian KPK dan Bawaslu," ujar Sirojudin.
Menurut Sirojudin, hal itu perlu dapat pengawasan penuh hingga dapil di mana menteri-menteri itu mencalonkan diri. "Akibatnya, tidak fair dengan lawannya karena hanya menguntungkan satu calon," katanya.
Selain itu, Sirojudin juga menekankan agar para menteri yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif mempunyai tim kampanye yang baik agar sosialisasi dapat berjalan efektif di sela-sela masa cuti kampanye. Hal itu untuk menjamin kondusivitas kinerja pemerintahan.
"Kalau tidak punya tim yang baik kan, pejabat itu bisa terganggu karena harus bolak-balik ke dapilnya. Itu bisa mengganggu efektivitas kerja mereka. Jadi menteri-menteri yang akan nyaleg harus pandai betul mengatur waktu bersama tim kampanye di dapil untuk memastikan upaya sosialisasi ke masyarakat tidak mengganggu kinerja pemerintahan," tutur Sirojudin.
Menpan ajukan mundur
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur telah meminta izin langsung kepada Presiden Joko Widodo untuk mundur dari Kabinet Kerja. Asman mengatakan, saat bertemu Presiden, kemarin di Istana Kepresidenan Bogor, dari pukul 19.00 hingga 20.00, Presiden telah mengizinkan dirinya yang memilih mundur.
"Beliau sampaikan kalau itu merupakan yang terbaik tentu beliau tidak bisa menolak permohonan izin saya untuk mundur. Jadi beliau juga sudah menyamapaikan pesetujuan untuk saya mundur dari Kemenpan RB," ujar Asman.
Asman menjelaskan, keputusan untuk mundur itu didasari karena posisinya yang juga kader Partai Amanat Nasional (PAN) dinilai akan membebani Presiden. Pasalnya, kata Asman, partainya memilih tak berkoalisi untuk mengusung kembali Jokowi sebagai presiden, melainkan bergabung dengan koalisi yang mengusung calon presiden lain.
"Langkah yang saya ambil ini merupakan langkah yang baik sehingga tidak ada yang melukai semua pihak. Bahwa positioning yang saya tempati sekarang jadi tidak mengenakan buat Kemenpan sendiri dan suasana yang dirasakan langsung oleh presiden," katanya.
Asman melanjutkan, ada beberapa sistem yang masih perlu dibenahi bagi kepemimpinan ke depan, yakni rekrutmen pegawai negeri sipil, zona integritas antara Polri, Kejaksaan, Pengadilan Negeri, dan lembaga pemasyarakatan, serta pembenahan kelembagaan dengan mendorong pelayanan publik.
"Itu agenda yang perlu ditingkatkan terus. Mudah-mudahan penggantinya lebih baik," ujarnya.
Sepanjang belum ada penggantinya, Asman mengaku masih terus menjabat sebagai Menpan RB. Ia menyebut, langkah selanjutnya, adalah memikirkan untuk pencalonan sebagai anggota legislatif. Ia tidak khawatir pengunduran dirinya dapat berpengaruh pada elektoralnya di daerah pemilihannya nanti, yakni Kepulauan Riau.
"Yang milih kan rakyat, nanti kita lihat karena minumun kan tingkat pengenalan saya juga masih tinggi di sana, kalau milih gak milih kan tergantung hatinya. Mudah-mudahan terpilih lagi," ujarnya.