JAYAPURA, KOMPAS — Dinas Kehutanan Provinsi Papua menggagalkan pengiriman 69 kontainer yang berisi kayu merbau yang diduga ilegal di Pelabuhan Jayapura, Selasa (14/8/2018). Pihak perusahaan pengirim kayu itu tidak memiliki surat izin yang sah dalam kegiatan ini.
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Yan Ormuseray saat ditemui di Pelabuhan Jayapura, Selasa siang. Yan mengatakan, semua kontainer itu berasal dari dua kabupaten, yakni Nabire dan Jayapura. Setiap kontainer berisi 14-15 meter kubik kayu.
Terdapat lima perusahaan yang hendak mengirimkan kayu tersebut dengan sebuah kapal ke Surabaya, Jawa Timur. Yan menuturkan, kelima perusahaan itu tidak memiliki surat keterangan sahnya hasil hutan (SK SHH) yang valid dalam pengiriman 69 kontainer kayu merbau tersebut.
”Di Surabaya, harga jual kayu merbau sekitar Rp 10 juta per meter kubik. Total nilai semua kayu dalam 69 kontainer ini mencapai Rp 12,15 miliar. Dari hasil perhitungan Penghasilan Negara Bukan Pajak, pemerintah daerah setempat mengalami kerugian sekitar Rp 1 miliar,” ujar Yan.
Penjabat Gubernur Papua Soedarmo, saat ditemui di tempat yang sama, menegaskan, aparat Kepolisian Daerah Papua harus menindaklanjuti hasil kerja keras pihak Dinas Kehutanan Provinsi Papua dalam menggagalkan pengiriman kayu itu.
”Kami meminta agar para pelaku tak hanya mendapat sanksi pidana, tetapi mereka juga harus mendapat sanksi berupa pencabutan izin untuk pengiriman kayu,” kata Soedarmo.
Ia pun menambahkan, digagalkannya pengiriman kayu tersebut merupakan wujud nyata dari upaya perlindungan sumber daya alam Papua yang dicanangkan bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 1 Maret lalu.
Diketahui, Papua memiliki 32 juta hektar hutan. Namun, jumlah aparat polisi kehutanan sangat minim, yakni hanya 150 orang. Adapun luas lahan kritis di area hutan Papua mencapai 4,2 juta hektar.
Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, Papua dipilih sebagai salah satu daerah pantauan KPK karena sangat besarnya potensi kekayaan alam di provinsi ini serta tingginya potensi penyimpangan yang dapat merugikan masyarakat dan negara.
”Upaya ini sesuai dengan Rencana Strategis KPK 2014-2019 yang menjadikan sektor sumber daya alam sebagai salah satu fokus area perbaikan sektor strategis,” kata Saut.