YOGYAKARTA, KOMPAS — Keberatan sejumlah pemilik toko di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, terhadap keberadaan pedagang kaki lima akhirnya dibawa ke ranah hukum. Salah satu pemilik toko di Malioboro, Budhi Susilo (45), mengajukan permohonan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Yogyakarta agar memerintahkan Pemerintah Kota Yogyakarta memindahkan PKL yang berjualan di depan tokonya.
Senin (13/8/2018), majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta menggelar sidang kedua atas perkara itu dengan agenda jawaban dari termohon. Sidang dipimpin Andriyani Masyitoh selaku ketua majelis hakim serta Dini Pratiwi Pujilestari dan Maria Fransiska Walintukan sebagai hakim anggota.
”Kami ingin lahan di depan toko kami disterilkan dari PKL,” kata Budhi Susilo, yang juga Ketua Paguyuban Pengusaha Malioboro, seusai sidang.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah pemilik toko di kawasan Malioboro menyatakan keberatan dengan keberadaan PKL yang berjualan di lahan trotoar di depan toko mereka. Menurut mereka, keberadaan PKL yang berjualan di trotoar sisi barat Malioboro itu membuat kawasan itu kurang rapi dan menyebabkan pendapatan pemilik toko menurun. Pemilik toko juga mengklaim, lahan trotoar yang dipakai berjualan PKL itu sebenarnya lahan milik para pemilik toko (Kompas, 9/8/2018).
Dalam permohonannya ke PTUN Yogyakarta, Budhi menyatakan sudah beberapa kali mengirim surat ke Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta untuk meminta agar PKL yang berjualan di depan tokonya dipindahkan. Surat terakhir ia kirim 19 Juli 2018 kepada Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Malioboro Pemkot Yogyakarta serta Wali Kota Yogyakarta, tetapi tak ditanggapi.
Tidak adanya tanggapan itulah yang membuat Budhi mengajukan permohonan fiktif positif ke PTUN Yogyakarta dengan mengacu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Permohonan fiktif positif adalah permohonan yang diajukan ke PTUN agar badan atau pejabat pemerintahan mengambil keputusan atau tindakan tertentu.
Melalui permohonan itu, Budhi meminta majelis hakim PTUN Yogyakarta memerintahkan Wali Kota Yogyakarta selaku termohon I dan Kepala UPT Malioboro selaku termohon II memindah PKL di depan tokonya. Budhi menyebut, fungsi trotoar di Malioboro harus dikembalikan sebagai jalur pejalan kaki.
”Harapan kami, jalur pedestrian Malioboro itu dikembalikan ke fungsinya, bukan untuk PKL,” ujar Budhi, pemilik Toko Subur di Jalan Malioboro Nomor 167.
Pemilik Toko Kerajinan Indonesia di kawasan Malioboro, Sudi Murbintoro (55), juga berharap PKL di depan tokonya dipindah. Gerobak dan barang dagangan PKL sering menutupi bangunan tokonya sehingga jumlah pengunjung menurun. Akibatnya, pemasukan pemilik toko ikut turun. ”Saya minta lahan depan toko bersih dari PKL. Toko saya ketutup PKL,” katanya.
Tanggapan pemerintah
Dalam sidang di PTUN Yogyakarta, Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti selaku termohon I tidak hadir. Haryadi diwakili sejumlah kuasa hukum, antara lain Kepala Subbagian Bantuan Hukum Pemkot Yogyakarta Imron Efendi.
Dalam tanggapan tertulis atas permohonan Budhi, Pemkot Yogyakarta antara lain menyatakan penataan PKL di Malioboro masih menunggu selesainya pembangunan gedung sentra PKL di lahan bekas Bioskop Indra di Malioboro. Oleh karena itu, untuk sementara Pemkot Yogyakarta belum bisa mengambil kebijakan apa pun terkait itu.
Terkait surat Budhi kepada Pemkot Yogyakarta tertanggal 19 Juli 2018, Imron menyatakan, surat itu ditujukan kepada Kepala UPT Malioboro dan ditembuskan ke Wali Kota Yogyakarta. Oleh karena itu, Wali Kota Yogyakarta tak memberi tanggapan karena hanya menerima tembusan. ”Kalau tembusan, setelah surat masuk, hanya didokumentasikan,” ujar Imron.
Imron memaparkan, Kepala UPT Malioboro juga tidak menanggapi surat Budhi karena di dalamnya tidak ada tanda tangan Budhi selaku pengirim. Itu membuat penanggung jawab surat tidak jelas sehingga Kepala UPT Malioboro memutuskan tidak menanggapi. ”Kalau surat-menyurat tidak ada tanda tangan, secara hukum keperdataan tidak jelas yang bertanggung jawab siapa,” katanya.
Atas permintaan sejumlah pemilik toko itu, sebelumnya perwakilan paguyuban PKL Malioboro menyatakan keberatan. PKL dan Malioboro adalah satu paket ikon Kota Yogyakarta yang menyedot wisatawan.