JAKARTA, KOMPAS —Nilai-nilai Pramuka, yang konsisten dengan nasionalisme serta cinta lingkungan, sejalan dengan program penguatan pendidikan karakter milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sehingga Pramuka jadi ekstrakurikuler wajib. Selain itu, kegiatan Pramuka cocok diterapkan komunitas sekolah rumah untuk mengembangkan keterampilan anak.
Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Karakter Arie Budhiman, Senin (13/8/2018), di Jakarta, mengatakan, Pramuka ideal sebagai praktik pendidikan karakter karena ada aktivitas fisik, intelektual, sosial, dan spiritual. Hari Pramuka diperingati setiap 14 Agustus.
Melalui Peraturan Mendikbud Nomor 63 Tahun 2014, Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib SD dan SMP dengan target utama ialah membangun pribadi siswa mandiri, bertanggung jawab, gotong royong, dan melestarikan lingkungan.
”Target utamanya ialah generasi emas tahun 2045,” kata Arie. Generasi emas memiliki penguasaan teknologi digital mutakhir, disertai kematangan emosi, rohani, dan interaksi sosial agar seimbang antara jasmani, rohani, dan intelektual.
Agar relevan dengan kebutuhan bangsa, kunci keberhasilan Pramuka terletak di gugus depan, yakni sekolah. Sebab, sekolah memahami soal spesifik lingkungan sekitar sehingga kegiatan Pramuka bisa selaras dengan pencarian solusi.
Menurut Kepala SMAN 8 Tangerang Selatan Imama Supingi, di sekolahnya, kerja sama Pramuka dan kepolisian dikembangkan. ”Itu dimulai dari hal sederhana, seperti mengatur lalu lintas depan sekolah agar siswa disiplin,” ujarnya.
Itu dimulai dari hal sederhana, seperti mengatur lalu lintas depan sekolah agar siswa disiplin.
Pembina Pramuka SMAN 8 Tangsel, Sudarno dan Budi Asmarinda, menyepakati, selain kegiatan klasik kepramukaan seperti berkemah, baris-berbaris, dan pertolongan pertama pada kecelakaan, pelatihan kepemimpinan bagi siswa patut dikembangkan. Alasannya, ada siswa pandai panjat tebing, membuat karya ilmiah, ataupun seni, tetapi tak mampu menunjukkan bakat itu di depan umum karena tidak percaya diri.
Budi mencontohkan, kegiatan membuat yel, permainan, kreasi tali-temali, dan karya ilmiah di Pramuka. Lalu tiap siswa diminta menampilkan karya masing-masing di hadapan teman-teman. ”Lalu siswa dibiasakan tampil di depan guru dan seisi sekolah,” ucapnya.
Selain itu, siswa bergantian memimpin kelompok. Kemampuan memimpin menjadi modal besar di pendidikan tinggi dan dunia kerja karena belajar mengelola emosi, bekerja sama dengan orang lain, dan mengambil putusan. Menurut Sudarno, kemampuan mengelola emosi dan memutuskan ialah dua hal yang banyak bermasalah pada siswa saat ini.
Komunitas
Pendapat serupa diutarakan Sumardiono, pengurus komunitas sekolah rumah Oase. Komunitas itu terdiri dari 50 keluarga yang anak-anaknya bersekolah di rumah dengan orangtua sebagai guru. Orangtua lalu berjejaring untuk bertukar ilmu, pengalaman, serta materi pembelajaran untuk anak.
Pada tahun 2013 para orangtua yang mayoritas berasal dari kalangan menengah ke atas perkotaan menyadari anak-anak membutuhkan kegiatan yang menyenangkan sekaligus mendidik. Berkaca pada pengalaman para orangtua ketika jadi pelajar, mereka memutuskan untuk mengadakan kegiatan Pramuka.
“Pramuka merupakan kesempatan bagi anak-anak untuk mengenal lingkungan sekitar maupun yang lebih luas lagi. Di kegiatan ini anak-anak dari berbagai latar ekonomi, sosial, agama, dan suku bangsa bisa bertemu,” kata Sumardiono.
Pramuka merupakan kesempatan bagi anak-anak untuk mengenal lingkungan sekitar maupun yang lebih luas lagi. Di kegiatan ini anak-anak dari berbagai latar ekonomi, sosial, agama, dan suku bangsa bisa bertemu.
Mereka kemudian berkonsultasi dengan pembina Pramuka di salah satu sekolah dan belajar mengenai Pramuka Komunitas. Pramuka ini tidak memerlukan seragam, meski dalam materinya tetap ada upacara bendera dan baris-berbaris.
Setiap semester, kegiatan Pramuka Komunitas Oase bertujuan mengunjungi tempat tertentu. Akhir semester lalu, pada Februari mereka pergi ke Pulau Seribu. “Latihan Pramuka satu semester fokus menyiapkan anak-anak ke Pulau Seribu," kata Sumardiono.
Mereka belajar cara wawancara warga lokal, mengamati, mencatat, menganalisa, mengenal iklim laut dan kepulauan, hingga navigasi memakai kompas dan GPS. Hasil perjalanan mereka dituangkan ke dalam tugas akhir. Ada yang berupa buku, makalah ilmiah, pameran foto, dan video.
Selain itu, Pramuka Komunitas memiliki jambore tersendiri. Klub Oase pernah mengikuti jambore Pramuka Komunitas yang memertemukan mereka dengan kelompok dari wilayah lain dengan berbagai latar belakang sosial. Mulai dari sesama sekolah rumaj hingga anak-anak jalanan. “Pramuka adalah wadah baik bagi anak menumbuhkan jiwa tenggang rasa sekaligus melihat permasalahan sosial maupun alam,” ucapnya.