GUNUNG TUA, KOMPAS — Kabar gembira datang dari Sumatera Utara. Tiga anak gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) lahir di Barumun Nagari Wildlife Sanctuary, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara, dua bulan terakhir.
Kelahiran gajah itu penting di tengah sulitnya pengembangbiakan gajah yang kini terancam punah karena pembantaian. Model pemeliharaan gajah di Barumun dilakukan dengan mendekatkan gajah dengan alam.
”Kami mengangon gajah dari pagi hingga sore di habitatnya di alam bebas. Gajah tidak hanya berada di kandang sepanjang hari. Kami juga memasok pakannya setelah berada di kandang sore hari,” ujar Kasim Wijaya, pemilik Barumun Nagari Wildlife Sanctuary (BNWS), di Padang Lawas Utara, Selasa (14/8/2018).
Kasim mengatakan, kelahiran tiga bayi gajah itu merupakan yang pertama kali sejak BNWS dibuka pada 1 Mei 2015. Bayi gajah yang pertama kali lahir adalah gajah betina bernama Fitri pada 16 Juni, kemudian gajah jantan bernama Sutan (17 Juli) dan gajah betina bernama Uli (29 Juli).
Anak-anak dan induk gajah itu pun kini dirawat di tiga kandang pemeliharaan yang terpisah. Bayi gajah tersebut tampak lincah bermain dengan induknya di kandang yang berada di sekitar Suaka Margasatwa Barumun.
Fitri dan Uli tampak aktif menyusu dari induknya, sedangkan Sutan masih harus dibantu menyusu oleh mahout atau pawang gajah. Para mahout memerah susu dari induk gajah dan menampungnya di dalam botol. Susu itu lalu diberikan kepada Sutan.
Sementara gajah-gajah lain tampak di kandang pengembangbiakan dan padang penggembalaan. Mereka seperti gajah liar karena suasana padang penggembalaan tampak seperti alam liar. Pohon-pohon tumbuh di sekitarnya, suara burung dan siamang masih terdengar, dan terdapat sungai. Namun, setiap gajah tetap berada di bawah pengawasan mahout.
Dengan kelahiran tiga bayi gajah itu, kini ada total 15 gajah sumatera di BNWS. Kasim menyebutkan, mereka terus melakukan perawatan maksimal kepada gajah-gajah itu agar bisa berkembang dengan baik.
BNWS menyediakan lahan total 60 hektar untuk kandang, padang penggembalaan, dan tempat penanaman pakan gajah. Mereka membuat beberapa jenis kandang, seperti kandang pengembangbiakan (breeding) yang dikelilingi pagar listrik, kandang pemeliharaan anak, dan kandang malam.
Mereka juga menanam pakan, seperti tebu, pepaya, dan nanas, di lahan seluas 20 hektar. Beberapa jenis pakan lainnya, seperti jagung dan pelepah sawit, dibeli dari warga desa.
Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan gajah, lanjut Kasim, mereka memberikan jamu temulawak, kunyit, dan gula merah. ”Suplemen makanan kacang hijau, kacang merah, pulut hitam, pulut putih, dan jagung juga kami berikan dua kali seminggu,” ujar Kasim.
Berhasil
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara Hotmauli Sianturi mengatakan, model pemeliharaan gajah di Barumun tergolong berhasil dibandingkan pemeliharaan gajah di tempat lain. Gajah-gajah berusia 22-45 tahun itu tampak lebih sehat dan gemuk jika dibandingkan pertama kali tiba di sana.
Pada awal tahun ini, lanjut Hotmauli, sebenarnya ada kelahiran seekor gajah di BNWS, tetapi mati diserang induknya.
”Ini kemajuan penting dalam upaya penyelamatan gajah dari kepunahan. Mudah-mudahan model pemeliharaan yang mendekatkan satwa dengan alamnya bisa diterapkan di tempat lain,” katanya.
Hotmauli menuturkan, populasi gajah sumatera di alam liar kini terancam punah. Ancaman paling besar yang dihadapi gajah adalah perburuan dan perusakan habitat karena ekspansi perkebunan yang masif hingga merambah wilayah jelajah gajah.