JAKARTA, KOMPAS — Resistensi sebagian masyarakat terhadap pelaksanaan imunisasi campak rubela (measles-rubella/MR) masih terjadi di 28 provinsi. Hal ini terkait vaksin MR yang belum dinyatakan halal oleh Majelis Ulama Indonesia. Oleh karena itu, sertifikasi halal dan pengajuan Fatwa MUI mengenai pelaksanaan imunisasi sedang dilakukan.
Kementerian Kesehatan telah meminta Serum Institue of India (SII) selaku produsen vaksin MR untuk melakukan sertifikasi halal. Pihak SII menyambut positif permintaan tersebut. Ada tiga tahap yang harus dilakukan untuk melakukan sertifikasi, yaitu verifikasi dokumen, audit di tempat (on the spot audit), dan sertifikasi halal. Hingga kini, SII masih melengkapi dokumen yang diperlukan untuk verifikasi.
”SII masih melengkapi dokumen, seperti dokumen tentang bahan vaksin MR, sumber bahan, proses produksi, serta hal-hal terkait Jaminan Produk Halal atau Halal Assurance System,” kata anggota Komisi Fatwa MUI, Aminudin Yakub, Selasa (14/8/2018), di Jakarta.
SII masih melengkapi dokumen, seperti dokumen tentang bahan vaksin MR, sumber bahan, proses produksi, serta hal-hal terkait Jaminan Produk Halal atau Halal Assurance System.
Pada 1 Agustus 2018, Pemerintah Indonesia mulai mengampanyekan imunisasi vaksin MR fase II di 28 provinsi. Namun, sejumlah daerah menolak imunisasi itu, seperti Aceh, Lampung, Riau, dan Sumatera Selatan. Bahkan, pada 30 Juli 2018, MUI Kepulauan Riau menerbitkan surat edaran berisi imbauan agar warga tidak mengikuti imunisasi MR.
Vaksin MR telah mendapat izin edar yang diterbitkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada 2017. Izin tersebut diberikan karena vaksin MR memenuhi tiga aspek dari segi mutu, keamanan, dan khasiat. Sebelumnya, vaksin MR digunakan di 141 negara, termasuk 40 negara Islam. Selain itu, vaksin MR direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia, (Kompas, 1/8/2018).
Menurut Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Rahman Rustan, PT Bio Farma selaku distributor vaksin MR di Indonesia telah berkunjung ke pabrik SII di India. Kunjungan itu bertujuan memberi informasi dan pemahaman tentang aspek halal suatu produk.
”Kami berkonsultasi dengan MUI tentang hal ini. Kami juga mendorong mitra kami di India untuk memenuhi dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk melakukan sertifikasi halal,” kata Rahman.
Selain mengajukan sertifikasi halal untuk vaksin MR, Kemenkes mengajukan permohonan fatwa tentang pelaksanaan imunisasi vaksin MR kepada MUI. Permohonan itu diajukan pada 6 Agustus 2018 ke Komisi Fatwa MUI.
Belum dapat dipastikan lama waktu dibutuhkan untuk menerbitkan sertifikasi halal dan fatwa itu. Pihak MUI berkomitmen untuk memproses sertifikasi halal dan penerbitan fatwa secepatnya dengan kaidah yang berlaku.
Imunisasi dapat ditunda
Kemenkes mengeluarkan surat edaran ke 28 provinsi melalui SE Nomor HK 02.01/Menkes/444/2018 tentang Pelaksanaan Kampanye Imunisasi Measles Rubela Fase II. Surat itu disampaikan kepada para bupati dan gubernur agar tetap menjalankan imunisasi pada Agustus hingga September 2018.
Untuk merespons reaksi masyarakat, Kemenkes memberi kebebasan kepada masyarakat untuk melakukan imunisasi vaksin MR. Masyarakat dapat menunda imunisasi hingga MUI menerbitkan fatwa tentang pelaksanaan imunisasi vaksin MR. Masyarakat yang ingin melakukan imunisasi tanpa adanya fatwa dan sertifikasi juga akan tetap dilayani.
”Masyarakat yang menunggu sertifikasi halal dan fatwa dari MUI dapat menunda imunisasinya hingga akhir September 2018,” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono.
Hingga 13 Agustus 2018, persentase pelaksanaan imunisasi vaksin MR di 28 provinsi mencapai 23,97 persen. Angka ini setara dengan 6.566.474 anak yang telah diimunisasi. Menurut rencana, 31.963.154 anak berusia sembilan bulan hingga 15 tahun ditargetkan mendapat vaksin MR. Untuk memenuhi target, Bio Farma menyiapkan 5,7 juta vial vaksin MR atau setara dengan 57 juta dosis vaksin.
Bahaya campak-rubela
Hingga 2017, ada 31.449 kasus rubela dan 27.834 kasus campak. Jumlah kasus campak dan rubela pada anak-anak Indonesia meningkat 15 persen per tahun (Kompas, 1/8/2018).
Menurut perwakilan Ikatan Dokter Anak Indonesia, Prof Soedjatmiko, campak pada bayi, anak balita, dan anak dapat menyebabkan radang paru, otak, diare, kejang, hingga kematian. Selain itu, rubela berbahaya bagi ibu hamil karena memicu keguguran dan cacat pada anak yang dilahirkan.
”Untuk bisa memutus mata rantai penularan campak dan rubela, harus ada program imunisasi yang serentak, dilakukan dalam waktu yang pendek, dan dengan cakupan yang tinggi,” kata Soedjatmiko.
Menurut dia, ada beberapa efek samping yang akan dialami setelah imunisasi dilakukan. Efek samping yang ditimbulkan adalah munculnya ruam dan demam. Namun, hal itu merupakan efek samping yang normal dialami. (SEKAR GANDHAWANGI)