JAKARTA, KOMPAS — Periode 1.000 hari pertama kehidupan anak, dari masa prenatal hingga usia dua tahun, merupakan masa-masa kritis tumbuh kembang anak. Keberhasilan melewati periode tersebut akan sangat menentukan masa depan anak.
Dokter spesialis anak Rumah Sakit Ibu dan Anak Brawijaya, Margaretha Komalasari, menyampaikan hal itu dalam temu media (media gathering) bertajuk ”Pentingnya 1.000 Hari Pertama Anak” di Jakarta, Rabu (15/8/2018).
Menurut Margaretha, asupan nutrisi dan stimulasi untuk anak mesti diperhatikan sejak di dalam kandungan. Hal itu sangat berpengaruh terhadap kondisi anak saat dilahirkan karena pembentukan organ sudah terjadi di dalam kandungan.
Masa dua tahun setelah kelahiran juga perlu mendapatkan perhatian khusus. Perkembangan otak anak sangat pesat pada usia ini, mencapai 80 persen. Pada masa ini juga terjadi pembentukan organ vital, perkembangan kognitif, pematangan sistem pencernaan, dan pematangan sistem imun.
”Bila periode ini mengalami interupsi atau gangguan, dapat menyebabkan masalah yang sifatnya permanen (irreversible). Kekurangan asupan nutrisi, misalnya, bisa menyebabkan anak terkena stunting,” kata Margaretha.
Berdasarkan riset Kesehatan Dasar Tahun 2013, prevalensi anak stunting di Indonesia mencapai 37 persen atau 9 juta anak. Di dunia, Indonesia menempati posisi keempat negara dengan jumlah anak stunting terbesar setelah India (48,2 juta), Pakistan (10 juta), dan Nigeria (10 juta).
Pemantauan
Untuk mencegah hal itu, tumbuh kembang anak pada 1.000 hari pertama kehidupannya mesti dipantau. Pemantauan akan memudahkan dalam deteksi dini terhadap penyimpangan tumbuh kembang anak.
Pemantauan bisa dilakukan dengan mengisi kartu menuju sehat (KMS). ”Idealnya pemantauan dilakukan sekali sebulan. Dengan mengisi KMS, tumbuh kembang anak bisa terpantau. Kalau ada gangguan, bisa segera ditangani sehingga tumbuh kembang anak bisa optimal,” kata Margaretha.
Meski demikian, masih banyak ibu yang tidak memantau pertumbuhan anaknya secara rutin. Berdasarkan survei daring yang dilakukan Teman Bumil, aplikasi kesehatan ibu dan anak, terhadap 1.200 orangtua baru-baru ini, hanya 37 persen orangtua yang rutin memantau tumbuh kembang anaknya tiap bulan.
Sebanyak 2,6 persen orangtua rutin memantau tiap minggu dan 3,7 persen tidak pernah melakukannya. Sementara itu, 42 persen orangtua hanya memantau ketika berkunjung ke dokter.
”Kecenderungan orangtua untuk mencatat tumbuh kembang anak di KMS kadang menyulitkan. Dengan adanya KMS digital yang ditawarkan Teman Bumil, diharapkan bisa memudahkan orangtua,” kata Co-Founder Teman Bumil Robyn Soetikno. (YOLA SASTRA)