JAKARTA, KOMPAS — Banyak sineas Indonesia meraih penghargaan film di berbagai festival film internasional. Penghargaan itu menyadarkan dan mengingatkan Pemerintah Indonesia bahwa film mampu dijadikan aset diplomasi.
Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Cecep Herawan mengatakan, film tidak terpisahkan dari upaya diplomasi publik suatu negara. Film dapat melampaui suatu bahasa dengan memberikan suguhan bagi mata, telinga, dan hati audiens. Dari film, nilai dan budaya yang dipegang suatu negara bisa ditampilkan.
Kementerian Luar Negeri menyadari bahwa industri perfilman dapat mendukung diplomasi Indonesia dan untuk kemajuan ekonomi kreatif di Tanah Air. ”Melalui film, kami ingin mendekatkan publik kepada ciri khas dan nilai nilai positif yang dimiliki Indonesia, seperti, nilai toleransi di tengah keberagaman, gotong royong, sosial, dan budaya,” kata Cecep saat memberikan sambutan di Ruang Nusantara, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Rabu (15/8/2018).
Melalui film, kami ingin mendekatkan publik kepada ciri khas dan nilai nilai positif yang dimiliki Indonesia, seperti, nilai toleransi di tengah keberagaman, gotong royong, sosial, dan budaya.
Film merupakan bukti kebebasan berekspresi yang dijamin oleh negara sehingga pelaku seni bisa bebas mengutarakan pendapatnya melalui film. Bukti nyata yang bisa dilihat adalah industri perfilman Hollywood, banyak negara coba meniru keberhasilan Amerika serikat dalam mengelola industri film sebagai aset diplomasi dan bahkan propaganda. Hollywood memberikan pengaruh besar dalam pandangan masyarakat dunia terhadap nilai dan kebudayaan AS.
Keberhasilan Hollywood berusaha diterapkan oleh sejumlah negara, salah satunya Korea Selatan. Keberhasilan nation branding yang dilakukan Korsel adalah melalui industri kreatif terutama melalui film, yaitu drama Korea. Melalui industri film, Korsel berhasil melaksanakan diplomasi publik dan ekonomi.
Untuk menjadikan film sebagai aset diplomasi, pihak Kemlu mengundang empat sineas Indonesia, yaitu Riri Reza, Wregas Bhannuteja, Kamila Andini, dan Livi Zheng. Karya film mereka berhasil masuk dan meraih penghargaan di festival internasional.
Riri reza yang pernah bekerja sama dengan beberapa KBRI dan Konsulat Jenderal Indonesia di sejumlah negara mengatakan, film adalah sebuah karya seni dan budaya yang bisa dikenal secara universal serta medium yang paling populer. Selain itu, film bisa memperkenalkan masyarakat budaya bangsa.
Sutradara Film Laskar Pelangi (2008) ini menceritakan, memutar film di luar negeri membuka dialog tentang keragaman indentitas Indonesia, para penonton menginterpretasi tentang Indonesia. Sayangnya tidak semua KBRI mempunyai minat yang serupa karena memiliki agendanya masing-masing.
”Indonesia memiliki potensi yang besar dengan para sineas muda yang bermunculan dengan karya-karyanya masuk festival internasional. Film adalah aset penting untuk diplomasi Indonesia. Film adalah karya yang bisa memperkenalkan Indonesia ke berbagai bangsa,” kata Riri.
Sutradara, aktris, dan produser film Hollywood, Livi Zheng, menuturkan, karya filmnya selalu diproduksi dan didistribusi di Amerika selalu membawa unsur kebudayaan Indonesia, seperti musik tradisional gamelan dan seni bela diri tradisional.
Ia mengatakan, film menjadi alat untuk menyebarkan kebudayaan Indonesia. Keberadaan media sosial membantu film mudah ditonton sehingga efektif untuk menjadikan film sebagai media diplomasi dan memperkenalkan identitas Indonesia.
Wregas Bhannuteja, pemenang Leica Cine Discovery Prize di Festival De cannes 2016, mengatakan, pembacaan isu dalam membuat film bisa mengambarkan situasi yang terjadi pada suatu negara. Harapannya, karya-karya film Indonesia bisa hadir dan dinikmati di industri film dunia. Karena itu, dalam berkarya, ia ingin menghadirkan kekuatan cerita dari sebuah situasi permasalah sosial yang ada di masyarakat Indonesia.
Sementara Kamila Andini, pemenang Grand Prix 2018 di Berlinale Internasional Film Festival Ke-68, mengatakan, dalam sebuah film ada elemen yang bisa menjangkau setiap lapisan masyarakat. Film mempunyai bahasanya sendiri.
”Tantangannya sekarang adalah bagaiman film Indonesia bisa hadir di tengah perfilman dunia yang juga setiap tahunnya memproduksi karya film. Harus ada film dengan cara visi dan tutur baru, memberikan inovasi, dan pandangan baru agar orang semakin mendengar Indonesia,” katanya.
Ia menambahkan, perlu konsistensi dan kreatif agar tiap tahunnya Indonesia muncul di perfilman dunia. Yang paling penting ada perpanjangan tangan dan kerja sama dari filmmaker, pemerintah, kritikus film, dan masyarakat. (AGUIDO ADRI)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.