SIGLI, KOMPAS - Satu lagi gajah jinak betina bernama Retno berusia sekitar 40 tahun ditemukan mati di kawasan Convervation Respon Unit Mila, Pidie, Aceh. Hewan lindung itu diduga mati karena keracunan, namun penyelidikan masih berlangsung.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Sapto Aji Prabowo di Banda Aceh, Rabu, (15/8/2018) mengatakan, pihaknya masih memeriksa penyebab kematian gajah itu. Retno ditemukan mati pada Selasa (14/8/2018). Hasil nekropsi oleh dokter hewan menunjukkan terjadi pendarahan pada jantung, ginjal, dan usus. “Tanda-tandanya seperti keracunan atau toxicosis. Tapi di sisa makanan, tidak ada jejak racun,” ujar Sapto.
Kematian Retno menambah daftar panjang kematian gajah di Aceh. Dengan demikian, dalam tiga bulan terakhir, sebanyak empat ekor gajah mati, dua di antaranya merupakan gajah jinak.
Sapto menambahkan, pada kaki dan perut Retno terdapat luka. Diduga luka itu terjadi saat Retno jatuh dan berusaha bangun sehingga ikatan rantai di kaki mengencang. “Jadi kesimpulan awal ada dua, keracunan dan tekanan fisik karena jatuh,” kata Sapto.
Sehari sebelum mati Retno ditambat di lokasi angon tidak jauh dari CRU. Karena yang mati gajah betina, Sapto menepis dugaan ada unsur berburuan dalam kematian Retno. Sebab, gajah betina tidak memiliki gading.
Hal itu berbeda dengan kematian gajah jinak jantan Bunta di CRU Serba Jadi, Aceh Timur Juni 2018, yang diracun untuk diambil gadingnya.
Terhadap kematian Retno, kata Sapto tim BKSDA Aceh masih menyelidiki termasuk memeriksa sisa makanan dan benda-benda di sekitar lokasi kematian Retno. “Kami belum bisa menyimpulkan penyebab pastinya, bisa saja racun makanan alam atau dari air,” kata Sapto.
Sapto mengatakan upaya perlindungan satwa langka itu lemah. Dukungan anggaran minim dan kebijakan pemerintah tidak berpihak pada kelangsungan kehidupan hewan lindung itu.