Perempuan Lebih Sulit Turunkan Berat Badan Dibandingkan Laki-laki
Perempuan yang menjalani program penurunan berat badan bersama laki-laki mungkin akan merasa frustrasi karena hasil penurunan berat badannya tidak sebanyak peserta laki-laki. Nyatanya, riset terbaru memang membuktikan laki-laki lebih cepat mengurangi berat badan dibandingkan dengan perempuan.
Studi yang dilakukan Pia Christensen dari Departemen Gizi, Pelatihan Fisik dan Olahraga di Universitas Kopenhagen, Denmark, beserta sejumlah peneliti lain menunjukkan pengaturan asupan dan pola makan memberikan pengaruh metabolik yang berbeda pada laki-laki dan perempuan. Hasil studi itu dipublikasikan di jurnal Diabetes, Obesity and Metabolism pada Jumat (7/8/2018).
Pengaturan asupan dan pola makan memberikan pengaruh metabolik yang berbeda pada laki-laki dan perempuan.
Temuan itu dilakukan dengan melacak kondisi kesehatan lebih dari 2.000 orang dewasa dengan berat badan berlebih serta memiliki kondisi prediabetes. Para responden penelitian tersebut tersebar di sejumlah negara Eropa, Australia, dan Selandia Baru.
Selama delapan minggu, para responden mengikuti program diet dengan mengatur asupan kalori per hari hanya sebesar 800 kalori. Asupan makanan itu sebagian besar berupa makanan cair, seperti sup, susu kocok (shake), dan sereal panas. Selain makanan cair, peserta studi hanya mengonsumsi 375 gram (setara 1,5 cangkir) sayuran rendah kalori, seperti tomat, mentimun, dan selada.
Pada akhir program, 35 persen laki-laki dan perempuan memiliki kadar gula darah normal dan tidak lagi memiliki tanda-tanda prediabetes. Prediabetes adalah kondisi ketika kadar gula darah lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi normal, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan standar untuk penderita diabetes.
Uniknya, studi juga menghasilkan temuan bahwa penurunan berat badan pada peserta laki-laki lebih besar dibandingkan dengan peserta perempuan. Responden laki-laki rata-rata mengalami penurunan berat badan sebesar 11,8 kilogram, sedangkan responden perempuan hanya 10,2 kilogram. Itu berarti, penurunan berat badan responden laki-laki lebih tinggi 16 persen dibandingkan dengan responden perempuan.
Keunggulan hasil program diet responden laki-laki dibandingkan perempuan itu juga bukan hanya pada aspek penurunan berat badan semata. Laki-laki juga mengalami penurunan lebih banyak berbagai parameter kesehatan yang berkaitan dengan peningkatan risiko kesehatan dibandingkan dengan perempuan, seperti detak jantung lebih rendah dan kandungan lemak darah lebih rendah. Kedua faktor risiko itu pada akhirnya menurunkan risiko diabetes dan sindrom metabolik lainnya.
Faktor risiko lain yang ikut turun lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan adalah tekanan darah tinggi dan indeks massa tubuh. Faktor risiko itu juga meningkatkan risiko diabetes dan serangan jantung.
Meski diet rendah kalori bekerja dengan cara yang berbeda pada laki-laki dan perempuan, kabar baiknya tidak semua perbedaan itu bermakna positif.
Sebagai contoh, perempuan akan mengalami penurunan kolesterol baik atau high density lipoprotein/HDL lebih besar dibandingkan laki-laki yang jelas berdampak buruk pada kesehatan jantung. Selain itu, perempuan juga mengalami penurunan kerapatan mineral tulang lebih tinggi dibandingkan laki-laki yang menunjukkan tulang mereka jadi lebih lemah.
Perempuan juga mengalami penurunan massa tubuh bebas lemak yang lebih banyak dibandingkan laki-laki, yang artinya tubuh perempuan menjadi lebih sedikit otot. Meski demikian, kabar baiknya, perempuan kehilangan lingkar pinggul lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Beda jender
Elizabeth Lowden, ahli endokrinologi bariatrik di Pusat Kesehatan Metabolik dan Penurunan Berat Badan dengan Pembedahan di Rumah Sakit Northwestern Medicine Delnor, Geneva, Illinois, Amerika Serikat, menilai studi Christensen itu mengonfirmasi kenapa diet bersama suami-istri memberikan hasil yang berbeda. Hasil diet pada istri tidak sebaik yang diperoleh suami mereka. Laki-laki lebih cepat kehilangan berat badan dibandingkan perempuan.
”Secara fisiologis, perbedaan jender dalam penurunan berat badan dan peningkatan hasil kesehatan yang ditunjukkan dalam studi ini masuk akal,” katanya seperti dikutip Live Science, Selasa (14/8/2018).
Menurut Lowden yang tidak terlibat dalam studi, komposisi tubuh laki-laki memang lebih banyak otot dibandingkan tubuh perempuan. Selain itu, tingkat metabolisme tubuh laki-laki juga lebih tinggi.
Komposisi tubuh laki-laki memang lebih banyak otot dibandingkan tubuh perempuan. Selain itu, tingkat metabolisme tubuh laki-laki juga lebih tinggi.
Di sisi lain, laki-laki umumnya mengonsumsi kalori lebih banyak dibandingkan perempuan. Akibatnya, dengan mengatur diet 800 kalori per hari, tentu hasilnya akan lebih terlihat pada laki-laki karena mereka mengalami defisit kalori lebih besar. Karena itu, penurunan berat badan pun akan lebih banyak dan lebih cepat dialami laki-laki daripada perempuan.
Namun, studi ini menunjukkan hasil lebih jauh yang menunjukkan efek metabolik yang berbeda dari diet pada laki-laki dan perempuan. Laki-laki memiliki beban berat badan lebih tinggi di bagian tengah tubuh, sekitar area perut. Di bagian tersebut, tertumpuk lemak visceral yang menyelimuti organ-organ di dalam tubuh dan memicu perut buncit pada laki-laki.
Saat laki-laki kehilangan lemak visceral, laju metabolisme tubuhnya pun meningkat hingga membantu membakar kalori lebih banyak.
Kondisi berbeda terjadi pada perempuan. Lemak yang berada di tubuh perempuan adalah lemak subkutan, yaitu lemak di bawah kulit. Akibatnya, bagian tubuh yang lebih cepat gemuk pada perempuan adalah paha, pantat, dan pinggul.
Ketika perempuan kehilangan lemak subkutan, itu tidak akan memengaruhi laju metabolik tubuh mereka. Lemak subkutan memang tidak mengaktifkan sistem metabolik tubuh.
Hasil studi Christensen dan kawan-kawan itu makin memperkukuh riset-riset sebelumnya yang menunjukkan hasil metabolisme yang berbeda pada laki-laki dan perempuan yang mengikuti program diet sama. Laki-laki lebih banyak memobilisasi lemak di perut mereka selama penurunan berat badan berlangsung, sementara perempuan lebih banyak kehilangan lemak subkutan.
Laki-laki lebih banyak memobilisasi lemak di perut mereka selama penurunan berat badan berlangsung, sementara perempuan lebih banyak kehilangan lemak subkutan.
”Meski laki-laki dan perempuan yang kelebihan berat badan mengalami efek yang berbeda selama menjalani proses diet rendah kalori, berapa pun penurunan berat badan tetap bermanfaat,” ujar Lowden.
Namun, studi itu tetap memiliki memiliki keterbatasan karena tidak ada data menopause pada responden perempuan. Responden yang terlibat dalam penelitian itu berumur 25-70 tahun. Padahal, setelah menopause, perempuan cenderung menumpuk lemak di bagian tengah tubuh mereka sama seperti laki-laki. Kondisi itu membuat mereka memiliki lebih banyak lemak yang secara metabolik lebih aktif hingga memengaruhi hasilnya.
Kelemahan lain seperti yang ditulis para peneliti adalah studi hanya terfokus pada periode jangka pendek dengan perubahan jangka pendek pula. Akibatnya, kemampuan responden mempertahankan berat badan mereka dan manfaatnya bagi kesehatan dalam jangka panjang tidak tersedia datanya. Karena itu, studi yang lebih lama perlu dilakukan untuk melihat dampaknya lebih jauh bagi kesehatan mereka.