SOREANG, KOMPAS - Peternak sapi perah di Jawa Barat meminta pemerintah meninjau ulang Peraturan Menteri Pertanian Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu yang baru diundangkan pada 1 Agustus 2018. Mereka resah karena perubahan regulasi itu akan membuat produk susu lokal bakal sulit bersaing dengan milik pemodal besar.
Permentan itu tidak lagi mewajibkan industri pengolahan susu bermitra dengan peternak guna menyerap susu segar dalam negeri. Kondisi itu dinilai bakal menghancurkan masa depan susu lokal akibat banjirnya susu impor.
“Kami akan menentukan sikap terkait masalah ini. Gabungan Koperasi Susu Indonesia Jawa Barat akan rapat pada 20 Agustus 2018. Prinsipnya, kami meminta pemerintah meninjau ulang permentan ini karena posisi tawar peternak menjadi hilang,” kata Ketua Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan Aun Gunawan di Kabupaten Bandung, Selasa (14/8/2018).
Berdasarkan data Gabungan Koperasi Susu Indonesia Jawa Barat, jumlah anggota peternak sapi perah mencapai 16.615 orang. Dengan populasi sapi mencapai 56.704 ekor, meraka bisa memproduksi susu segar 363.719 kilogram per hari.
Menurut Aun, permentan ini membuat jaminan dan kepastian hidup peternak amburadul. Muncul keraguan besar apakah industri pengolah susu, yang selama ini jadi mitra utama, bakal tetap bekerja sama atau memutuskan kemitraan dengan koperasi peternak.
“Peternakan rakyat berpotensi kalah bersaing dengan peternakan besar. Ada tiga peternakan besar di Jabar, yakni di wilayah Subang, Garut, dan Sukabumi. Peternakan itu dimiliki pemodal kuat. Kontras dengan kondisi peternakan rakyat yang serbat terbatas,” ujarnya.
Peternakan rakyat berpotensi kalah bersaing dengan peternakan besar.
Koordinator Wilayah 05 Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang, Ahmad Yasirun, menyerukan hal serupa. Pihaknya meminta permentan itu ditinjau ulang.
“Kami kaget saat permentan direvisi. Saat ini kemitraan dengan perusahaan pengolahan susu besar memang masih berjalan tapi dengan adanya kebijakan baru ini tak menutup kemungkinan esok lusa ada perubahan,” ujar Yasirun.
Yasirun mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dengan permentan ini. Apabila tidak dipetakan dampaknya sejak dini, kemungkinan besar akan memicu pengangguran dan gejolak sosial.
“Kami di Desa Cikahuripan sangat bergantung pada susu sapi perah. Bila hal itu tidak bisa diandalkan, entah kami mau makan apa,” katanya.