Anak Berkebutuhan Khusus Semarakkan Pawai Obor Asian Games
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Siswa Sekolah Dasar Luar Biasa Santi Rama, Jakarta Selatan mewakili penyandang disabilitas dalam semarak pawai obor Asian Games di Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, Kamis (16/8/2018). Lima siswa tuna rungu yaitu Ezra (12), Lovenia (12), Utami (13), Niken (12), dan Aqila (13) tampil membawakan tarian Puspanjali, di depan Museum Fatahillah.
Pelatih tari sekaligus Guru Pengembangan Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama Klara Selvia (25) mengatakan, mereka diundang untuk mewakili penyandang disabilitas. Saat itu, mereka yang lebih sering tampil membawakan tarian tradisional Betawi, diminta untuk membawakan tarian tradisional asal Bali tersebut.
"Sekitar tiga minggu lalu, kami (SDLB Santi Rama) diminta menampilkan tarian tradisional di sini (Kota Tua)," ucap Selvia.
Selvia menjelaskan, mereka melakukan persiapan dalam waktu dua minggu, hingga waktu tampil. Dalam seminggu, latihan dilakukan sebanyak dua kali. H-1 jelang tampil, mereka berduka karena kepala sekolah meninggal. Namun, semangat anak-anak untuk tampil tetap terjaga.
Ia melanjutkan, pada dasarnya anak-anak ini sudah punya teknik dasar menari. Selanjutnya, hanya memerlukan pengembangan untuk tarian yang akan ditampilkan. Mereka telah terbiasa membawakan tarian kreasi betawi dan tari piring.
Kesulitan yang dihadapi siswa tuna rungu adalah menyelaraskan gerakan dengan musik. Mereka mendapat pelajaran ketukan dan kepekaan terhadap bunyi. Ini melatih mereka agar dapat mendengar dengan memanfaatkan getaran dari suara.
"Nggak bisa dengar tetapi harus menari, itu sulit. Kami mengajar ketukan panjang dan pendek. Mereka mengandalkan getaran dari vibrasi musik. Mereka menghitung dan menghayati," ucap Selvia.
Saat mereka tampil di panggung, Selvia berada di barisan depan penonton. Ia dengan sabar, menggerakkan tangan dan jemarinya untuk membantu siswa didikannya agar tampil maksimal. Kelima anak ini tampil padu dan sesuai irama musik yang dimainkan, sehingga mampu memukau penonton yang hadir.
Kebanggaan orangtua
Ezra merupakan satu-satunya anak laki-laki yang tampil membawakan tarian Puspanjali. Ia juga satu-satunya siswa laki-laki yang mengikuti kegiatan menari di sekolah. Sore itu, ia tampil dengan baik bersama teman-temannya.
Ester Diana (46), ibunda Ezra mengatakan, ada suka-duka mempunyai anak tuna rungu. Namun, ia bersyukur Ezra memiliki kelebihan dalam bidang seni yaitu tari. Selain itu, Ezra juga aktif dibidang olahraga dan menggambar.
"Saya anggap, dia anak spesial anugerah dari Tuhan. Saya jadi lebih sabar dalam mengasuhnya," ucap Diana.
Diana mengisahkan, Ezra mampu menarikan beberapa tarian yakni tarian Bali, Betawi dan Padang. Ada juga ekstrakurikuler menari di sekolah, sehingga membantu Ezra mengembangkan diri. Ezra tidak keberatan ketika jadi satu-satunya anak laki-laki yang mengikuti pelajaran menari.
"Ezra anak kebanggaan, dia punya semangat belajar dan mudah mengingat pelajaran," ujar Diana. (FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY)