JAKARTA, KOMPAS – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Jakarta Raya menyampaikan adanya maladministrasi aparatur sipil negara (ASN) Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat. Kepala ORI Perwakilan Jakarta Raya Teguh Nugroho meminta Pejabat Wali Kota Bekasi memberi sanksi kepada mereka.
"Pejabat Wali kota harus segera memberi sanksi itu kepada mereka dalam jangka waktu 30 hari. Jika tidak, kami menaikkan hasil pemeriksaan ini sebagai rekomendasi. Penghentian pelayanan publik itu sangat merugikan masyarakat. Ini fatal,” kata Teguh Nugroho Rabu (15/8/2018).
Adapun mereka yang layak menerima sanksi adalah ASN di 12 Kecamatan dan 9 Kelurahan yang tidak melakukan pelayanan publik pada 27 Juli 2018 lalu.
Sementara itu, para lurah, camat, Inspektur Kota Bekasi, Kepala Bagian Humas Sekretariat Daerah Kota Bekasi, Tim Terpadu Kementerian Dalam Negeri, Sekretaris Daerah Kota Bekasi, Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kota Bekasi dan Gubernur Jawa Barat dinilai tidak kompeten dalam menangani masalah ini.
Kepada Pejabat Wali Kota Bekasi Ombudsman menyarankan ASN yang terbukti melakukan tindakan maladministrasi ini untuk dievaluasi. Tak hanya itu, mereka yang terbukti melakukan pelanggaran agar tidak dipormosikan atau diangkat di posisi lain selama lima tahun ke depan.
Peristiwa penghentian layanan publik di Kota Bekasi terjadi pada 27 Juli 2018 lalu dan berdampak pada hari-hari berikutnya setelah penghentian. Setelah masalah itu, ORI melakukan pemeriksaan kepada pihak-pihak terkait. Dalam pemeriksaannya, ORI menemukan fakta bahwa penghentian layanan itu dilakukan secara sistematis, serentak, dan diarahkan oleh pihak tertentu. Tindakan tersebut melanggar pasal 15 huruf e dan f Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Menanggapi laporan tersebut, Pejabat Wali Kota Bekasi Rudy Gandakusumah menyatakan akan melakukan konsolidasi dan diskusi dengan Majelis Kode Etik terlebih dahulu terkait sanksi.
"Karena beberapa anggota Majelis Kode Etik ada yang terlibat maka saya akan mencoba berkonsultasi dulu dengan Komisi Aparatur Sipil Negara untuk prosesnya," ujar Rudy.
Dugaan Motif Personal
Ketidaksukaan warga dan ASN di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi menjadi salah satu yang diduga menjadi penyebab peristiwa tersebut. Pasalnya pada 30 Juli 2018 lalu Rudy telah melaporkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bekasi Rayendra Sukarmadji kepada Bareskrim Mabes Polri. Rayendra dilaporkan terkait dugaan pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan, dan penghasutan serta perbuatan makar.
Mengenai hal ini Teguh tidak menemui satupun ASN yang saat diperiksa mengaku diperintah oleh Rayendra untuk menghentikan pelayanan publik.
"Pada saat pemeriksaan mereka hanya menyebutkan diperintah oleh atasan, mereka tidak mau untuk menyebutkan nama yang memerintah," papar dia.
Terkait barang bukti adanya perintah untuk menghentikan pelayanan didapatkan oleh Ombudsman dari pengakuan para ASN yang diperiksa serta sebuah tangkapan layar berisi pesan pada grup Whatsapp.
Langkah selanjutnya yang dapat diambil menurut Teguh adalah pembuktian terhadap adanya barang bukti tersebut. Sementara itu agar ASN dengan suka rela mau menyebutkan nama yang memerintahkan penghentian pelayanan, Teguh bersedia untuk berkomunikasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) jika diperlukan.
Ombudsman mengatakan akan terus mengawal kasus ini hingga selesai, sehingga di kemudian hari tidak ada lagi penghentian layanan publik seperti ini. Menurutnya pelayanan publik hanya boleh berhenti apabila terjadi bencana alam atau pelayan yang bersangkutan sedang sakit. (Kristi Dwi Utami)