Isu Lingkungan yang Dibawa Bank Dunia dan IMF Dikhawatirkan LSM
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pertemuan tahunan Bank Dunia dan International Monetary Fund (IMF) di Bali, Oktober 2018 dikhawatirkan oleh sejumlah lembaga sosial masyarakat, karena dinilai dapat membuat Indonesia terjebak dalam utang berkepanjangan. Kebijakan negara Indonesia bisa diintervensi oleh lembaga kreditor tersebut dengan melancarkan isu lingkungan.
Intervensi Bank Dunia bisa mengakibatkan perubahan kebijakan negara untuk melancarkan investasi dan privatisasi sektor-sektor publik yang seharusnya menjadi hak dasar warga.
Zainal Arifin Fuad dari Serikat Petani Indonesia menambahkan, Bank Dunia sebagai lembaga pendanaan pembangunan dunia, menerapkan berbagai model mega proyek yang dilaksanakan untuk meningkat pertumbuhan ekonomi. Hal itu berimbas kepada maraknya perampasan lahan dan penggusuran rumah-rumah petani.
Ia mengatakan, Bank Dunia telah masuk ke ranah agraria dengan konsep reforma agraria berbasis pasar. Konsep tersebut tidak menekankan kepada redistribusi lahan secara adil, kepenguasaan tanah para petani, dan pengelolaan berbasis keluarga. Namun, hanya menekankan kepada masalah monetisasi lahan yang berdampak kepada penguasaan oleh individu-individu dan memudahkan infiltrasi.
IMF memiliki kebijakan safeguard yang bertumpu pada liberalisasi, privatisasi dan deregulasi yang mengakibatkan sektor-sektor vital diserahkan kepada sector swasta agar mekanisme ataupun waktu pembayaran hutang dapat berjalan lancar.
“Imbasnya, kesejahteraan petani menjadi terabaikan. Contohnya, kebijakan pencabutan subsidi Bulog ketika Indonesia menandatangani Lol IMF yang menyebabkan terbukanya arus impor besar-besaran,”lanjut Zainal, Kamis (16/8/2018), di Sektretariat Serikat Tani Indonesia, Jakarta.
Sementara, Sigit Karyadi Budiono dari Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KRuHA) mengatakan, selama lebih dari satu dekade Indonesia telah menyaksikan berbagai perubahan kebijakan sektor air.
Kebijakan tersebut berdasarkan model keberlanjutan keuangan yang diajukan oleh lembaga-lembaga internasional berdasarkan prinsip dasar seperti pemulihan biaya penuh, rasionalisasi tarif air, privatisasi, dan kemitraan publik swasta baik di perkotaan, pedesaan serta pertanian.
Langkah-langkah yang bermuara pada privatisasi, komersialisasi, dan komodifikasi air dan ditandai dengan beralihnya kendali air sistem pelayanan publik ke tangan perusahaan dan mekanisme pasar.
“Warga masyarakat mengalami dampak buruk akibat berbagai persyaratan tersebut,” kata Sigit.
Dinda N Yura dari Solidaritas Perempuan mengatakan, meningkatnya ketimpangan, ketidakadilan, dan pemiskinan, tidak lepas dari peran IMF dan Bank dunia. Lembaga kreditor tersebut telah membawa Indonesia dalam sistem ekonomi politik global yang mengejar pertumbuhan ekonomi semata dan mengabaikan kesejahteraan rakyat serta kelestarian dan keberlanjutan lingkungan sebagai sumber kehidupan.
“Sistem ekonomi yang demikian menghilangkan pengalaman, pengetahuan, kearifan lokal, dan kedaulatan rakyat, terutama perempuan atas pengelolaan sumber-sumber kehidupan,” kata Dinda. (AGUIDO ADRI)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.