Jalan Tengah untuk Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Forum Perdamaian Dunia Ke-7 yang berlangsung sejak Selasa (14/8/2018) di Hotel Sultan, Jakarta, telah berakhir hari Kamis (16/8/2018). Mengambil Tema ”The Middle Path for the World Civilizations”, forum ini menelurkan enam komitmen yang menyuarakan pentingnya jalan tengah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Enam komitmen yang dinamakan Pesan Jakarta ini dirumuskan setelah melalui tiga hari diskusi yang dihadiri oleh 250 tokoh pelopor dan pegiat perdamaian dunia dari 43 negara. Meskipun begitu, para peserta diskusi juga masih akan menambah sejumlah poin dari Pesan Jakarta kendati acara sudah selesai.
”Kami masih akan berdiskusi dengan panel-panel agar Pesan Jakarta ini lebih komprehensif dan dapat dibawa oleh para peserta dan diterapkan pada wilayah mereka masing-masing,” ujar Utusan Khusus Presiden RI untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban Din Syamsuddin saat ditemui di Hotel Sultan pada hari Kamis.
Menurut Rabi David Shlomo Rosen, Director of The American Jewish Committee’s Department of Interreligious Affairs, penerapan jalan tengah dapat dilakukan oleh para pemimpin dunia. Penerapan jalan tengah dalam aspek politik dapat dilakukan dengan mengintegrasikan pemikiran-pemikiran terbaik dari setiap negara. Sebagai salah satu pemuka agama, ia juga memiliki peran untuk menunjukkan penerapan jalan tengah pada kehidupan di komunitasnya.
Penerapan jalan tengah dapat dilakukan oleh para pemimpin dunia. Penerapan jalan tengah dalam aspek politik dapat dilakukan dengan mengintegrasikan pemikiran-pemikiran terbaik dari setiap negara.
”Sebagai pemuka agama, kita dapat menunjukkan kepada para politisi di dunia bahwa ada cara yang lebih baik untuk menyelesaikan sebuah masalah yang terjadi,” ujar Rosen.
Sementara Chairman of European Council of Religions Leaders/Religions for Peace Uskup Gunnar Stalsett mengatakan, penerapan pemahaman jalan tengah juga dapat dilakukan dengan persatuan masyarakat dalam keberagaman, sama seperti semangat Bhinneka Tunggal Ika yang dilakukan oleh Indonesia. Menurut dia, keberagaman masyarakat bukanlah sebuah ancaman bagi kesatuan bangsa.
”Dalam diskusi selama tiga hari terakhir, kami menuliskan bab baru dalam pengembangan keadilan, perdamaian, dan rekonsiliasi masyarakat dunia. Saya juga akan membawa hasil pertemuan ini ke Pertemuan Antaragama G-20 di Argentina dan menyuarakan pentingnya jalan tengah untuk dunia,” kata Stalsett.
Tan Sri Lee Kim Yew, Chairman Cheng Ho Multiculture Education Trust, mengatakan, aplikasi pemahaman jalan tengah harus dilakukan sejak dari tingkat keluarga. Dengan begitu, anak dan orangtua dapat memiliki pemahaman yang baik tentang keberagaman masyarakat dan menumbuhkan sikap toleransi dan saling menghormati antarsesama.
Yew juga mencontohkan, penerapan jalan tengah itu dengan analogi makanan. Bila seseorang memakan makanan yang sehat dan seimbang, kesehatan orang tersebut akan lebih terjaga. Sebaliknya, bila seseorang mengonsumsi sesuatu yang buruk terlalu banyak dan dalam waktu yang panjang, hal itu dapat memengaruhi kesehatannya. Kesehatan itu diumpamakan Yew sebagai sikap toleransi seseorang terhadap perbedaan.
Stalsett juga menambahkan, konsep jalan tengah merupakan sesuatu yang kompleks tetapi simpel dan mudah dipahami. Menurut dia, konsep jalan tengah yang telah dirumuskan dalam hasil diskusi selama tiga hari terakhir merupakan hasil tukar pikiran dari sekian banyak tokoh mengenai pemahamannya masing-masing tentang jalan tengah.
Konsep jalan tengah merupakan sesuatu yang kompleks tetapi simpel dan mudah dipahami.
”Pada dasarnya, sikap toleran, inklusifitas dan mau berkompromi merupakan gagasan utama dari pemahaman jalan tengah yang kami rumuskan. Konsep ini merupakan sebuah pendekatan yang dapat dipelajari oleh semua kalangan masyarakat. Semakin dipelajari, orang akan semakin mengerti,” kata Stalsett.
Keenam komitmen tersebut, yaitu, pertama, bekerja sama untuk mengarusutamakan jalan tengah sebagai kerangka untuk peradaban dunia yang harus diimplementasikan dalam aspek politik, ekonomi, dan sosiokultural.
Kedua, mendorong negara-negara untuk mengambil inisiatif untuk meningkatkan kesadaran dan menyiapkan peraturan dan mekanisme yang jelas untuk pengimplementasian jalan tengah.
Komitmen ketiga adalah mendorong para pemuka agama di dunia untuk memberi contoh, mempromosikan, dan memimpin pengimplementasian jalan tengah dalam komunitas mereka masing-masing. Keempat, mendorong akademisi, cendekiawan, dan guru-guru untuk melakukan riset secara jelas dan mendalam serta mendidik masyarakat tentang penerapan jalan tengah.
Kelima, Pesan Jakarta ingin mendorong masyarakat untuk melanjutkan penerapan prinsip jalan tengah dalam kehidupan sehari-hari.
Keenam, mendorong pemangku kepentingan, termasuk masyarakat dan juga media massa, untuk berinisiatif untuk meluncurkan program implementasi jalan tengah secara global di wilayah mereka masing-masing. (LORENZO ANUGRAH MAHARDHIKA)