Seperti sudah diduga sebelumnya, persoalan akses ke halte transjakarta Koridor 13 bakal bermasalah. Hingga setahun beroperasi, penumpang masih harus bersusah-payah menggapai halte di jalur layang yang tingginya hingga 23 meter.
Oleh
Pingkan Elita Dundu/Helena F Nababan
·4 menit baca
Hari ini, 16 Agustus, setahun yang lalu, Koridor 13 bus transjakarta resmi menghubungkan Tendean/Blok M di Jakarta dengan Puri Beta di Kota Tangerang. Penumpang pun menyambut baik layanan ini, terlebih pengembangan pemerintah dan operator yang terus dilakukan kemudian.
Jalur layang khusus bus transjakarta menjadi salah satu unggulannya untuk memecahkan kemacetan di jalur reguler. Jalur sepanjang 9,4 km dari Halte Adam Malik hingga Tendean, ditempuh 25-30 menit saja. Belakangan, jalur bus diperpanjang dari Adam Malik hingga Puri Beta, lewat jalan reguler.
Adapun jalur layang ini masih menyisakan persoalan akses menuju halte bagi penggunanya, terutama difabel, lansia, dan wanita hamil.
Koridor 13 memiliki 13 halte, termasuk Halte CSW yang terletak di ketinggian 23 meter dari permukaan tanah.
Lila Ningrum (32) menarik napas dalam-dalam dan mengempaskannya saat tiba di halte Mayestik, Sabtu (4/8/2018). Ia baru saja menapaki anak tangga terakhir menuju halte transjakarta itu. Lila yang hamil lima bulan, kepayahan mengikuti tiga putaran tangga menuju halte. "Setiap empat anak tangga, saya berhenti. Tarik napas dulu karena ngos-ngosan. Baru naik lagi dan akhirnya berhasil juga sampai di halte," katanya.
Sambil mengatur napas, tangan kiri memegangi putrinya yang berusia empat tahun. Sementara tangan kanan menenteng tas kresek berisi belanjaan pakaian. "Seandainya ada lift atau eskalator, enak. Enggak perlu capek-capek naik anak tangga sambil bawa perut gede," tambah warga Petukangan, Jakarta Selatan, itu.
Seorang petugas halte Mayestik mengatakan, bagi pengguna yang berkebutuhan khusus, kesulitan menggunakan tangga, dan membutuhkan eskalator atau lift harus ke halte Cipulir khususnya di ITC Cipulir. Di situ, eskalator dan lift menyatu dengan bangunan pusat perbelanjaan yang dikelola pihak swasta.
Di seberang jalan, akses ke Halte Cipulir lewat Pasar Cipulir yang dikelola PD Pasar Jaya, masih menggunakan jembatan biasa.
Satu sisi Halte Cipulir ini merupakan satu-satunya yang memiliki eskalator dan lift di Koridor 13. Selebihnya menggunakan tangga atau jembatan penyeberangan orang.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, idealnya, fasilitas pendukung menjadi prioritas agar bus transjakarta menjadi moda transportasi untuk siapapun. "Seharusnya fasilitas penunjang menjadi perhatian, sehingga tidak menyulitkan kaum difabel atau mereka yang berkebutuhan khusus termasuk ibu hamil dan lansia."
Apa yang harus dilakuka Pemerintah DKI Jakarta? "Ya mau tidak mau, harus tidak harus, managemen Transjakarta harus melengkapi fasilitas yang mendukung keberadaan transjakarta itu," jelas Tulus.
Di antaranya dengan melakukan rekayasa teknis, agar halte dan infrastruktur lainnya welcome dengan kaum berkebutuhan khusus, termasuk difabel, wanita hamil, dan lansia. Setelah menjadi badan hukum sebuah perusahaan terbatas (PT), seharusnya manajemen Transjakarta lebih leluasa dan powerfull untuk melakukan pembenahan-pembenahan atas hal tersebut.
Pengamat Transportasi dari Universitas Indonesia, Ellen SW Tangkudung mengatakan, sejak awal, masalah tangga halte yang tinggi sudah mencuat. Akan tetapi, koridor atau jaringan transportasi ini tetap dibangun.
Ellen yang juga Ketua Komisi Hukum dan Humas Dewan Transportasi Kota Jakarta mengatakan, meningkatnya pengguna bus transjakarta di jalur ini membuat Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Bina Marga harus membangun fasilitas yang lebih baik lagi seperti menghadirkan lift di halte transjakarta mengingat tingginya tangga menuju halte.
"Sudah menjadi SOP (standar operasional), Pemerintah DKI melalui Dinas Bina Marga menghadirkan lift," jelas Ellen.
Ellen mengatakan, Pemprov DKI harus berani bersikap dan bertindak segera untuk menghadirkan lift agar memudahkan pengguna terutama warga yang berkebutuhan khusus.
Sejak awal, kata Ellen, masalah tangga yang tinggi di Koridor 13 ini sudah berulang kali disoroti sebelum jalur ini dibangun. Akan tetapi, koridor tetap dibangun.
Integrasi
Terlepas dari aneka persoalan itu, Koridor 13 sangat dibutuhkan warga Kota Tangerang dan sekitarnya.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Tangerang, Saeful Rohman, Selasa (14/8/2018), mengatakan, penambahan jam operasional dan pengembangan rute Koridor 13 merupakan respon atas antusiasme warga.
Awalnya, bus hanya beroperasi sampai pukul 19.00. Saat ini, jam operasional sampai pukul 22.00. Hingga malam, bus trasjakarta dari Jakarta menuju Ciledug masih penuh penumpang. Tidak hanya hari kerja, pada akhir pekan pun penumpang masih berjubel dalam bus.
Koridor 13, menurut Saeful, juga direncanakan untuk diperpanjang dengan rute Blok M-CBD Ciledug. Uji coba perpanjangan rute ini sudah dilakukan tanpa mengangkut penumpang.
Saeful mengatakan, peran Pemprov Banten akan sangat membantu jalur lanjutan Koridor 13 sampai CBD Ciledug hingga TOD Poris Plawad.
Selain halte, jalan rusak masih terlihat, seperti selepas Halte Puri Beta 2 menuju Puri Beta 1. Lubang yang lebar dan dalam membuat bus tujuan Jakarta dari Puri Beta 2 akan oleng saat melintas.
Direktur Utama PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) Budi Kaliwono menegaskan dua pekerjaan rumah Koridor 13 yakni integrasi antarmoda dan penambahan fasilitas.
Transjakarta berencana mengintegrasikan seluruh koridor dan nonkoridor transjakarta. Integrasi yang juga dicita-citakan adalah integrasi dengan kereta MRT yang dijadwalkan beroperasi Maret 2019.
"Keterhubungan antarmoda, juga penambahan fasilitas seperti lift dan eskalator di sejumlah halte sudah masuk dalam perencanaan Transjakarta," ujar Budi.