73 Tahun RI: Kerukunan Modal Pembangunan
JAKARTA, KOMPAS — Terjaganya kerukunan di bumi pertiwi adalah kunci untuk menjaga pembangunan di Indonesia. Oleh karena itu, pada hari jadi ke-73 Republik Indonesia, banyak yang menyampaikan harapan supaya semua pihak yang akan bertarung dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019 tetap mengutamakan hal tersebut.
Presiden Joko Widodo berharap peringatan hari jadi ke-73 RI membawa semangat dan optimisme dalam membangun kerukunan serta menjaga persatuan dan kesatuan.
”Kita harus memberi porsi yang lebih banyak pada kerukunan dan persatuan karena stabilitas politik dan keamanan adalah modal paling fundamental dalam membangun negara kita ini,” ujarnya kepada wartawan sebelum menjadi Inspektur Upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (17/8/2018).
Meutia Hatta, putri Mohammad Hatta, salah seorang proklamator Indonesia, menilai, Indonesia sudah semestinya jauh lebih baik ketimbang dahulu. Kendati perkembangan zaman perlu diikuti, prinsip-prinsip yang dipegang sejak pendirian negara ini harus terus dipegang, yakni mengutamakan bangsa Indonesia dan kesejahteraan rakyat.
Kalaupun Indonesia menghadapi Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019, semestinya politisi bersikap dewasa dan mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan rakyat Indonesia.
”Jangan diisi dengan konflik dan kekacauan karena ini akan merugikan negara kita. Jadi, semua politisi perlu memiliki kebesaran hati memikirkan kepentingan negara dan bangsa,” lanjut Meutia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Jangan diisi dengan konflik dan kekacauan karena ini akan merugikan negara kita. Jadi, semua politisi perlu memiliki kebesaran hati memikirkan kepentingan negara dan bangsa.
Haji Tjek Asan (76), pengusaha kuliner dari Palembang, Sumatera Selatan, juga berharap Indonesia yang baru saja merayakan HUT ke-73 diberkahi dengan keamanan dan rakyat terus rukun. Dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden yang segera diselenggarakan tahun depan, diharapkan Indonesia tetap bersatu, tak peduli siapa pun yang menang.
Kerukunan dalam keberagaman juga mewarnai peringatan Hari Proklamasi Ke-73 RI yang berlangsung di Istana Merdeka, Jumat. Presiden, anggota Paspampres, para menteri, kepala lembaga, serta tamu undangan umumnya mengenakan baju adat.
Presiden Joko Widodo tahun ini mengenakan baju adat Aceh, sedangkan Nyonya Iriana berpakaian khas Minang Kotogadang. Wakil Presiden Jusuf Kalla menggunakan baju adat Bugis, sedangkan Nyonya Mufidah juga berbusana adat berwarna senada.
Warna-warni adat
Hal ini dimulai Presiden Joko Widodo pada peringatan Hari Kemerdekaan RI tahun 2017. Saat itu, Presiden mengenakan pakaian adat Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
”Negara kita ini, kan, adat dan tradisinya banyak sekali. Pakaian adatnya juga mungkin ribuan sehingga banyak pilihan,” kata Presiden.
Berkali-kali pula Presiden mengingatkan, Indonesia adalah negara besar dengan masyarakat yang terdiri dari sejumlah suku, adat istiadat, agama, dan ras. Namun, keberagaman tersebut adalah anugerah sekaligus kekuatan kita. Untuk itu, kerukunan dalam keberagaman ini harus terus dijaga. Pemahaman bahwa Indonesia adalah bangsa yang beraneka warna disimbolkan dalam warna-warni ragam dan bentuk pakaian adat.
Negara kita ini, kan, adat dan tradisinya banyak sekali. Pakaian adatnya juga mungkin ribuan sehingga banyak pilihan.
Warna-warni ini juga tampak dalam kesenian yang ditampilkan di sela-sela peringatan Hari Kemerdekaan RI, Jumat. Di halaman Istana Negara, misalnya, Komunitas Kanca Seni Purbalingga ”Calung” memainkan lagu-lagu khas Purbalingga. Sementara di halaman Istana Merdeka ada penampilan Bapontar, ensembel musik kolintang khas Minahasa, pencak silat dari Ikatan Silat Betawi Indonesia Jaya, serta tari Sasadu on the Sea Jailolo karya Eko Supriyanto.
Selain itu, ada pula penyanyi Ari Lasso, musik bambu, paduan suara Kamen Berok dari Mabes TNI, serta beberapa penampilan marching band.
Penampilan terbang lintas dari pesawat-pesawat tempur Indonesia juga membuat warga terpesona. Sebanyak 17 pesawat tempur dalam dua jajaran berbentuk V melintas di atas Istana Merdeka. Pesawat-pesawat tempur itu terdiri dari enam Sukhoi Su-27/30, empat F-16, dan tujuh T-50i Golden Eagle.
Adapun undangan yang disebarkan untuk peringatan Detik-detik Proklamasi terdiri atas pejabat negara sebanyak 35 persen, sedangkan 65 persen adalah masyarakat. Pada upacara penurunan bendera, undangan dari kalangan masyarakat malah mencapai 75 persen dan hanya 25 persen untuk pejabat. Total undangan yang disebarkan sebanyak 9.800 lembar. Peringatan Detik-detik Proklamasi pun berjalan lancar.
Dari tim Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), Tarrisa Maharani Dewi yang mewakili Provinsi Jawa Barat bertugas membawa bendera Merah Putih. Sementara pengibar bendera yang bertugas adalah Ikbal Machmud dari Provinsi Gorontalo, Babogi Ikalawang dari Provinsi Bengkulu, dan Sang Putu Hendra Adi dari Provinsi Bali.
Kolonel Arhanud Tri Sugiyanto didapuk menjadi Komandan Upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI. Pria kelahiran Magetan, 28 Januari 1974, ini lulusan Akademi Militer tahun 1996. Saat ini, Sugiyanto menjabat Asisten Personel Kasdam Jaya.
Adapun Komandan Kompi Paskibraka ialah Kapten Laut (P) Alfred Edward Manihuruk dan perwira upacara adalah Brigadir Jenderal TNI Herianto Syahputra, Kepala Staf Garnisun Tetap I Jakarta.
Upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI pagi ini diawali dengan kirab bendera negara Sang Merah Putih dan teks asli naskah Proklamasi dari Monumen Nasional menuju Istana Merdeka.
Dalam acara tersebut, Fariza Putri Salsabila dari Jawa Timur bertugas sebagai pembawa teks asli naskah Proklamasi dari Monumen Nasional, sedangkan Ruth Cheline Eglesya Purba asal Sumatera Utara bertugas sebagai pembawa bendera dari Monumen Nasional menuju Istana Merdeka.
Sebelum upacara, Presiden turun dari mimbar kehormatan dan menuju tribune undangan. Presiden pun menyalami warga seperti yang dilakukan tahun sebelumnya.