Aksi Balapan Liar Menganggu dan Tingkatkan Jumlah Kecelakaan
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Aksi balap liar masih terjadi di sejumlah ruas jalan di Ibu Kota. Tak hanya mengganggu, aksi ini juga berpotensi meningkatkan jumlah kecelakaan dalam berkendara.
Aksi kebut-kebutan itu terjadi di Jalan Raya Bogor kilometer 27, Jakarta Timur, pada Jumat (17/8/2018) pagi. Saat beraksi, para pembalap liar ini menutup ruas jalan untuk melakukan start. Akibatnya, kendaraan lain yang melintas di jalanan itu terpaksa berhenti dan menunggu aksi mereka.
Kendati klakson dari kendaraan lain terus berbunyi, para pembalap ini seolah tak mendengar. Mereka tetap asyik menjalankan misinya untuk menjadi yang tercepat. Alhasil, kepentingan publik tak mereka hiraukan hanya demi kesenangan.
Padahal, Undang-Undang RI No 38/2004 tentang Jalan menyebutkan, jalan umum diperuntukkan bagi lalu lintas umum. Ia berfungsi sebagai prasarana transportasi darat, sehingga setiap orang dilarang mengganggu fungsi tersebut. Sesuai pasal 63 ayat 2 UU tersebut menyatakan, seseorang yang melanggar akan dipidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda maksimal Rp 500 juta.
Balap liar juga mengganggu aktivitas warga yang tinggal di kawasan sekitar. Yani (62) salah seorang warga mengatakan, merasa terganggu dengan aksi balap liar. "Suara knalpotnya berisik, bikin pusing," kata Yani yang rumahnya hanya berjarak 10 meter dari lokasi.
Yani mengatakan, hampir setiap malam balap liar terjadi. Biasanya, aktivitas itu dimulai sekitar pukul 24.00-04.00. Namun berdasarkan pantauan Kompas di lokasi, balapan masih berlangsung hingga pukul 05.00.
Meski demikian, bukan berarti kepolisian setempat tidak melakukan apa-apa. Polsek setempat, tambah Yani, sering melakukan pembubaran bahkan penangkapan. "Mereka (pembalap) kalau polisi datang langsung bubar, tetapi lima menit kemudian balik lagi. Jadi seperti \'kucing-kucingan\'," kata Yani.
Seperti pada pemberitaan Kompas (15/6/2017), kecelakaan lalu lintas adalah penyebab utama kematian remaja 10-19 tahun, yang mengakibatkan 115.000 kematian remaja. Pengendara sepeda motor menjadi salah satu faktor terbesar remaja yang tewas dalam kecelakaan lalu lintas.
Sonip (68) salah seorang warga mengaku kasihan terhadap pembalap liar. Demi uang dan eksistensi, mereka berisiko kehilangan nyawa. "Mereka biasa taruhan Rp 50.000 kadang bisa sampai Rp 2 juta," katanya. Sementara, lanjut Sonip, biaya rumah sakit jauh lebih besar dari nilai taruhan.
Menurut data yang dihimpun Litbang Kompas, terdapat 44 lokasi balap liar yang tersebar di Jabodetabek. Sementara di Jakarta terdapat 14 titik rawan balap liar, di antaranya kawasan Buncit Raya dan Pangeran Antasari (Jaksel). Rawa Buaya, Taman Palem, Jalan Raya Mall Puri, dan Jalan Panjang (Jakbar). Jalan Asia Afrika, Ketapang, Jalan Benyamin, dan Gambir (Jakpus). Jalan Pramuka, depan LP Cipinang, Taman Mini, dan Jalan Raya Bogor (Jaktim).
Tak Tersalurkan
Berada puluhan kilometer dari Jalan Raya Bogor, motor yang dikendarai Aby Riadi (19) melaju kencang di kawasan Monumen Nasional, Jakarta Pusat. Bak pebalap profesional, motornya melesat melintasi tikungan-tikungan tajam, pada Selasa (14/8/2018) pagi. Rasa takut apalagi cemas tak dirasakannya.
"Sudah dari 2012, saya balapan di Monasco, jadi sudah biasa," kata Aby. Monasco adalah sebutan jalan di sekitaran Monas yang menurut para pecinta balap jalanan memiliki jalur ideal untuk melakukan cornering atau keahlian melewati tikungan dengan kecepatan optimal secara aman.
Aby mengatakan, sejak di sekolah menengah pertama dirinya menyukai dunia otomotif. Namun, karena tak ada tempat untuk menyalurkan hobi tersebut, dia memutuskan untuk balapan secara liar.
Hal serupa juga dikatakan oleh Ilham (30), pecinta balap jalanan. Ketiadaan arena balap legal, kata Ilham, menjadi faktor maraknya balap liar di Jakarta. "Sekarang kalau mau balap resmi mesti ke Sentul, itu kan jauh dari sini," kata Ilham.
Di sisi lain, tingginya biaya balap di jalur resmi juga menjadi kendala bagi pecinta balap jalanan. "Untuk harga wearpack balap bisa Rp 3 juta - Rp 7 juta. Itu pun belum biaya pendaftaran, modifikasi motor, dan sewa kendaraan," ujarnya. Oleh sebab itu, dia memilih untuk balapan secara liar.
Pada 2016, polisi sempat mewacanakan ingin memfasilitasi para pembalap jalanan yang selama ini beraksi secara liar. Sarana ini bertujuan untuk menurunkan korban jiwa akibat balapan liar. Namun, hingga saat ini wacana itu belum sepenuhnya terwujud, sedangkan balapan liar masih marak di ruas jalanan Ibu Kota. (DIONISIO DAMARA)