Meski Konservatif, Target Pertumbuhan Ekonomi Dinilai Realistis
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,3 persen pada 2019. Target tersebut lebih rendah dibandingkan 2018 yang sebesar 5,4 persen. Meski tergolong konservatif, target pemerintah dinilai realistis.
Presiden Joko Widodo, dalam nota keuangan 2019 yang dibacakan, Kamis (16/8/2018), di DPR, Jakarta, menyatakan, pemerintah akan mendorong pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5,3 persen. Pertumbuhan tersebut diupayakan semakin adil dan merata, dengan mendorong pertumbuhan di kawasan timur Indonesia, kawasan perbatasan, dan daerah-daerah lain yang masih tertinggal.
Selama empat tahun terakhir, Presiden Jokowi menyebut Indonesia menghadapi banyak tantangan. Tantangan yang dihadapi mulai dari fluktuasi harga komoditas hingga gejolak ekonomi global yang dipicu oleh kebijakan perdagangan dan kenaikan suku bunga di Amerika Serikat. Tantangan diperkirakan masih akan berlanjut pada 2019.
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro menyatakan, kondisi perekonomian global yang belum sepenuhnya pulih menjadi pertimbangan pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen pada 2019. Angka tersebut, kata Bambang, merupakan yang paling realistis jika menilik kondisi ekonomi global saat ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen akan ditopang tingkat konsumsi yang diasumsikan mencapai 5 persen. Konsumsi pemerintah juga diupayakan masih tumbuh di tengah berbagai efisiensi yang dilakukan pemerintah saat ini.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, pemerintah cukup realistis dan moderat dalam menyusun indikator ekonomi makro pada RAPBN 2019.
Dalam RAPBN 2019, pemerintah mengasumsikan inflasi sebesar 3,5 persen, nilai tukar rupiah di kisaran Rp 14.400, suku bunga surat perbendaharaan negara (SPN) sebesar 5,3 persen, dan harga minyak diperkirakan 70 dollar AS per barrel. Selain itu, defisit APBN ditargetkan turun dari 2,59 persen pada 2015 menjadi 1,84 persen pada 2019.
Pendapatan negara dipatok Rp 2.142 triliun yang terdiri dari pendapatan perpajakan Rp 1.781 triliun. Belanja pusat Rp 1.607,3 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa Rp 832,3 triliun atau naik 9 persen dari Rp 763,6 triliun pada 2018.
”Pemerintah mengakui adanya tantangan ekonomi global,” ucap Yustinus melalui pesan singkat.
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, postur RAPBN 2019 masih realistis dalam menjawab tantangan pemerintah ke depan. Ia berharap menjelang berakhirnya masa kepemimpinan Presiden Jokowi, pemerintah bisa bahu-membahu dan lebih kompak dalam mencapai target yang ditetapkan.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen masih terlampau tinggi. Ia berpendapat, melihat perkembangan ekonomi makro global dan domestik, ekonomi Indonesia pada 2019 maksimal akan tumbuh 5,1-5,2 persen.
Pemilu 2019 dinilai memiliki dampak positif untuk mendorong konsumsi rumah tangga karena belanja politik cukup besar. Namun, di sisi yang lain pemilu membuat investor lebih banyak memantau situasi.
”Kinerja ekspor masih terpengaruh perang dagang dan gejolak di Turki. Penggerak utama pertumbuhan pada 2019 ada dua, yaitu belanja pemerintah (bantuan sosial dan belanja politik) serta konsumsi rumah tangga,” ucap Bhima.