Indonesia Kaya Dirangkum dalam Tiga Museum
Kekayaan alam dan budaya Nusantara bisa dikatakan tak terhingga. Untuk mengenalnya, tak perlu jauh berkelana. Cukup melipir ke Kota Bogor dan jelajahi tiga museum di sekitar Istana Bogor.
Pertama, mari ke Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia atau Munasain, di Jalan Ir H Juanda, Nomor 22-24. Jalan kaki santai dari Stasiun Bogor atau Terminal Baranangsiang sekitar 30 menit. Kecuali hari libur nasional, setiap hari Munasain buka. Tiket masuknya Rp 5.000 per orang.
Melangkah ke lobi museum ini, selain ada konter informasi dan tiket, langsung bisa melihat replika bola dunia dengan pulau-pulau Indonesia dicat keemasan. Masuk di lobinya, di dindingnya ada relief berbagai tumbuhan dan pohon, juga dikelir keemasan.
Dua benda itu mengingatkan dan memperingatkan pengunjung, Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati, yang menjadi tabungan dan harus dijaga bagai logam mulia.
Makin masuk ke dalam keluarbiasaan Tanah Air terkuak dimulai dengan informasi tentang Emas Hijau Nusantara, berupa gambar di dinding tentang Kepulauan Maluku tempo dulu. Warna coklatnya mengingatkan pada rempah-rempah asal kepulauan itu yang menjadi rebutan dunia.
Imajinasi pun segera terbentuk, bagaimana perabadan Indonesia dulu dibangun. Juga, mengenal siapa saja tokoh tempo dulu, satu-dua abad silam, yang sudah menyadari dan tekun mempelajari kekayaan hayati bumi Nusantara dan mendokumentasikannya.
Penataan ruang pamer cukup baik dan fokus penyorotan tata cahaya tersaji apik. Data, foto, gambar, artefak, awetan spesimen, dan benda memorabilia dapat terbaca jelas. ”Saya baru tahu wortel bukan asli tanaman Indonesia,” kata Vania (21), yang bersama Dian (21) datang dari Bekasi dengan KRL ke Kota Bogor mengunjungi Munasain.
Dua mahasiswa ekonomi itu asyik membaca data yang tercetak atau terpasang di dinding ruang pamer. Sekali-kali mereka mengabadikan diri dengan latar gambar atau obyek koleksi museum yang sebelumnya difoto.
”Ternyata ada museum ini dan banyak pengetahuan yang saya dapat. Banyak pohon dan sayuran didatangkan dari negara-negara lain dan ternyata itu sangat bermanfaat dan menjadi andalan rakyat dan negara kita. Orang dulu kreatif, ya,” katanya.
Vania dan Dian juga membuka semua ”jendela” potret sejumlah orang untuk mengetahui siapa orang tersebut. Di dinding pajang lainnya ada layar sentuh yang menayangkan informasi dan video tentang obyek yang dipamerkan atau kisah perjalanan peneliti dan benda koleksi museum atau penelitiannya. Ada juga teater/ruang audiovisual untuk menonton mengenai Munasain, koleksi, dan perjalanan suatu penelitian.
Munasain ini sebelumnya bernama Museum Etnobotani Indonesia yang dirsesmikan Prof BJ Habibie pada 18 Mei 1982 saat dia menjadi Menteri Riset dan Teknologi. Namun, rintisan museum itu mulai dilakukan Prof Sarwono Prawirohardjo sejak 1962 yang menjabat Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia saat itu.
Dua tahun lalu, 31 Agustus 2016, museum itu mulai diperkenalkan kepada publik sebagai Munasain karena pengembangannya di berbagai aspek. Ini untuk menjadikan Museum Alam Nasional Indonesia agar mampu menggambarkan secara lengkap peradaban Indonesia terbentuk dan terbangun sejak dulu kala hingga zaman modern ke depan.
Saat ini, baru ada dua lantai yang sudah tertata dari rencana empat atau lima lantai. Lantai satu berisi tentang sejarah geologi, geogragi, dan biogeografi Indonesia. Juga evolusi kehidupan manusia serta evolusi dan diversitas kehidupan biotanya.
Di lantai dasar, pengunjung disodori pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat Indonesia. Pengunjung akan tahu modifikasi dan persebaran tanaman budidaya, persebaran plasma nutfah sebagai sumber pangan, obat, dan energi di Nusantara. Tidak ketinggalan tentang etika dalam pengolahan kehati berbasis kearifan lokalnya.
”Selain pembenahan penataan interior museum, kontennya pun lebih luas, bukan hanya berisi koleksi etnobotani, melainkan juga menjadi koleksi keragaman hayati. Konsep Munasain juga bukan sekadar informatif, melainkan juga interaktif dan enjoyment,” kata Dian Komara dari staf Humas Munasain.
10 ordo tanah
Melihat betapa kayanya bumi Nusantara dan berharganya hasil riset para penelitinya juga bisa didapatkan di Museum Tanah. Tidak sampai 30 menit jalan kaki ke arah kanan, ke Jalan Otista, dari Munasain, menuju lokasi itu. Masuk Museum Tanah gratis, dibuka pukul 10.00-15.00. Tetapi, museum tutup di akhir pekan.
Museum Tanah sudah dirintis oleh Balai Besar Sumber Daya Alam Kementerian Pertanian sejak 1988. Namun, peresmian sebagai Museum Tanah baru dilaksanakan pada 5 Desember 2017.
Koleksinya belum terlalu banyak, baru ada di gedung utama yang merupakan bangunan klasik tahun 1905, yang sejak itu digunakan sebagai kantor yang berkaitan dengan penelitian tanah. Namun, ada beberapa koleksi yang amat menarik. Peta jenis tanah, misalnya, terpampang di salah satu dinding museum.
Di perpustakaan banyak buku tua berisi hasil penelitian tanah di banyak wilayah Nusantara. Buku-buku berbahasa Belanda itu dengan izin khusus dapat dibaca di tempat.
”Di dunia ini ada 12 ordo tanah. Sepuluh ordonya ada atau dimiliki Indonesia. Turunannya bukan main beragam. Semua jenis tanah di Indonesia sudah terpetakan. Penelitian dan pemetaan tanah yang kami lakukan untuk kepentingan pertanian dan perkebunan,” kata Sekretaris Museum Tanah Listina Setyarini.
”Batu dan serasah atau pembusukan tumbuh-tumbuhan menjadi halus membentuk lapisan tanah itu memerlukan waktu yang sangat lama, ratusan juta tahun. Itu sebabnya kita harus menjaga dan memelihara tanah. Jika rusak, akan sulit pemulihannya,” tambah staf museum Asep Mulyana.
Ia menunjukkan dinding yang tertempel poster besar tentang informasi proses pembentukan tanah. Di situ disebut tanah terbentuk akibat proses pedogenesis (pembentukan tanah). Faktor pedogenesis adalah bahan induk, iklim, topografi/relief, dan vegetasi. Pembentukan ada empat tahapan dimulai dari hancurnya fisik batuan.
”Tidak menduga ternyata tanah awalnya batu-batu keras kayak gini. Batu-batunya juga macam-macam dan ada yang bagus begini,” kata Ny Dewi (34) yang bersama putra, Lionel Dean Kana (8), sengaja ke museum itu.
Lionel asyik mengamati bebatuan, contoh-contoh tanah, dan diaroma menggambarkan lapisan tanah lengkap dengan replika makhluk hidup yang tinggal di dalam dan permukaan tanah.
Diaroma lapisan tanah itu juga tanah asli yang diambil dari Lampung dalam rangkaian penelitian lahan di sana. Dilengkapi dengan lukisan gunung dan langit biru, pencahayaan cukup baik, diaroma ini menjadi salah satu sasaran pengunjung untuk berswafoto.
Musem Tanah memiliki beberapa gedung dengan fasilitas ruang pertemuan dan penginapan untuk umum dengan tarif Rp 250.000 per kamar. Namun, minimal harus disewa lima kamar.
Paus biru
Tinggal menyeberang jalan dari Museum Tanah, ada Museum Zoologi Bogor yang satu kompleks dengan Kebun Raya Bogor (KRB). Tiket masuknya Rp 15.000 per orang.
Khaerudin dari staf museum mengatakan, museum ini berdiri pada Agustus 1894 yang merupakan bagian dari KRB. Koleksi terbanyak museum ini disimpan di Museum Zoologi di Cibinong, Kabupaten Bogor. Museum ini berfungsi sebagai ruang pameran koleksi satwa yang diawetkan, sekaligus menunjukkan beragamnya satwa Indonesia. Padahal, seluruh koleksi museum ini hanya 0,006 persen dari jumlah fauna yang ada di Indonesia.
Beberapa koleksi yang menjadi pusat perhatian pengunjung adalah kerangka paus biru, badak jantan bercula satu, serta banteng jantang dan betina. Pengunjung biasanya cukup lama berhenti untuk melihatnya dengan saksama dan mengabadikannya.
Indonesia ini, ya, memang sangat unik dan kaya.