Keutuhan Hidup di Rumah Panjang
Senin (6/8/2018) sore itu suasana Desa Sungai Utik, hening. Sejumlah perempuan berusia 50-80 tahun menganyam rotan untuk berbagai kerajinan di bagian ruai, ruang di antara bagian teras dengan bilik-bilik keluarga.
Anak-anak bermain riang di ruangan berukuran 214 x 6 meter itu, bak hamparan lapangan. Sesekali mereka berlarian ke teras rumah panjang, mengejar anjing peliharaan yang biasa dibawa saat ke ladang dan berburu.
Kian sore, rumah panjang kian ramai karena penghuninya baru pulang dari ladang sambil membawa alat berkebun maupun hasil bumi. Tak jauh dari rumah panjang ada sungai jernih dan dingin. Di sana mereka mandi sepulang dari ladang. Anak-anak turut bermain di sungai. Ada yang memancing ikan atau bermain perahu.
Desa Sungai Utik berada di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, sekitar 600 kilometer dari Pontianak. Rumah panjang atau rumah betang, rumah adat suku Dayak itu membentang 214 meter di kampung itu. Sejumlah bagiannya terbuat dari batang kayu ulin kokoh.
Rumah panjang Sungai Utik dibangun tahun 1973 dengan tinggi dua meter dari permukaan tanah. Bangunan itu terdiri atas beberapa bagian. Bagian paling depan disebut tanjok atau selasar, lebarnya 6 meter dan panjang 214 meter. Di sana terhampar padi hasil panen, dijemur di atas tikar.
Setelah melintasi tanjok, teras selebar dua meter. Di sana ada kursi kayu tempat santai sepulang dari ladang. Aneka kerajinan rotan tergantung di dinding.
Pada bagian dalam rumah terdapat ruangan 214 x 6 meter yang disebut ruai. Di sanalah ruang tamu dan tempat berkumpul warga atau tempat berbincang.
Selain ruai, di dalam rumah panjang terdapat bilik-bilik. Di dalamnya ada tempat tidur, dapur, dan kamar mandi. Jumlahnya 46 bilik. Satu bilik dihuni satu hingga empat keluarga.
Malam tiba, warga di rumah panjang saling berkunjung, duduk melingkar di bilik sembari minum air aren fermentasi. Ada sajian ikan atau sayuran matang. Mereka berbincang banyak hal, seperti aktivitas di ladang.
Peranan kepemimpinan Tuai Rumah penting menjaga tradisi dan kelestarian hutan. Luas wilayah adat Sungai Utik 9.452,5 hektar. Dari luas itu, 6.780 ha di antaranya hutan primer. “Hutan primer tidak boleh diganggu gugat. Itu kami pelihara supaya tetap lestari,” kata Apai Janggut.
Jika ada warga yang menebang satu pohon, yang bersangkutan harus menanam dua pohon. Selain itu, ada denda. Uang denda masuk kas dusun dan digunakan saat ada kegiatan bersama.
“Kalau rotan untuk bahan baku kerajinan, warga menanam sendiri di hutan. Mereka mengambil rotan di kebun masing-masing. Tidak mengambil di hutan primer,” ujar Apai Janggut.
Masih bertahan
Ketua Badan Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Wilayah Kalbar Stefanus Masiun mengatakan, masyarakat Dayak Iban masih bertahan di rumah panjang karena secara historis kuat memelihara adat dan budaya. Rumah panjang simbol kehidupan yang solid.
“Rumah panjang jadi jantung kebudayaan. Contohnya, saat syukuran sehabis panen dilaksanakan di rumah panjang. Itu tak mungkin dilakukan di rumah tunggal karena mengundang banyak orang,” kata dia.
Kekompakan dan semangat persaudaraan terjaga. Suasana damai juga dijaga dan dipelihara. Itu diyakini warga sebagai penyebab banyak orang berumur panjang di rumah panjang.
Kekompakan itu misalnya tercermin saat mereka mendirikan rumah panjang yang memakan waktu lima tahun. Selain kekompakan, kegiatan itu perlu kepemimpinan kuat dari seorang Tuai Rumah. Apalagi, banyak jenis upacara saat pembangunan.
Masih kuatnya tradisi juga tercermin dalam proses pengambilan keputusan. Dalam pertemuan, keputusan baru akan diambil setelah seluruh penghuni setuju. Satu tak setuju, dicari solusi sampai semua setuju.
Meskipun tinggal di rumah panjang, mereka tidak menutup diri. Dalam kehidupan sosial, mereka terbuka dengan orang luar. Siapapun yang datang ke rumah panjang akan mereka sambut ramah dan penuh persahabatan selayaknya saudara sendiri.
Kearifan lokal
Penghuni desa itu mewarisi kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam. Orang Sungai Utik memiliki tata guna lahan atau zonasi pemanfaatan. Mereka tentukan lokasi berladang dan mencari ikan, kawasan lindung dan konservasi. Hutan primer tidak akan digarap.
Masyarakat Sungai Utik pun sering menghadapi tantangan dari luar yang mencoba merebut wilayah kelola mereka. Tahun 1980-an daerah Sungai Utik hampir digarap perusahaan hak pengusahaan hutan. Namun, masyarakat berhasil menghalaunya.
Mereka tak menganggap uang adalah segalanya, tetapi mengutamakan keutuhan hidup. Maka, keseimbangan alam sangat mereka jaga karena terkait keutuhan hidup sosial dan budaya. Aspek adat lemah maka hutan hancur dan sebaliknya.
Di Kapuas Hulu ada beberapa sub suku Dayak yang tinggal di rumah panjang selain Dayak Iban, antara lain Dayak Taman dan Kantuk. Namun, rumah panjang lestari ada di Kapuas Hulu.