Menjawab Tantangan Ekonomi
Seperti tahun sebelumnya, isu ekonomi kembali banyak disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan di depan sidang bersama DPR dan DPD.
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato kenegaraan dalam rangka HUT Ke-73 RI di hadapan sidang bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah, Kamis (16/8/2018), selama 42 menit 12 detik.
Dari 70 paragraf yang ada dalam teks pidato tersebut, sebanyak 15 paragraf (21,2 persen) mengupas soal ekonomi dan kesejahteraan sosial. Kondisi ini ditengarai tak lepas dari sorotan publik belakangan ini terhadap kinerja pemerintah di dua bidang tersebut.
Isu ekonomi mulai disinggung oleh Presiden pada paragraf ke-19 dari isi utama pidato setelah sebelumnya presiden mengungkap soal kebanggaan sebagai sebuah bangsa dengan potensi dan prestasi yang berhasil diraih dalam setahun terakhir.
Sebelumnya, di awal pidato Presiden mengungkapkan isu politik dan hukum. Namun, di bagian ini pun, isu yang bersentuhan dengan ekonomi juga disebut. Sebut saja soal pencapaian pemerintah menguasai kembali Blok Migas Mahakam, Blok Migas Sanga-Sanga, dan Blok Migas Rokan. Masalah penguasaan mayoritas saham Freeport, juga diangkat oleh Presiden.
Perhatian pemerintah terhadap isu ekonomi yang tertangkap dalam teks pidato kenegaraan ini terekam dari hasil analisis isi oleh Litbang Kompas. Analisis isi ini dilakukan dengan pendekatan konsep Nawacita yang merupakan program prioritas pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla sejak terpilih pada 2014.
Nawacita
Dengan menggunakan pendekatan Nawacita, terlihat bahwa pidato kenegaraan yang dibacakan pada tahun keempat pemerintahan Jokowi-Kalla ini lebih banyak menyebutkan agenda keenam dalam Nawacita. Poin keenam itu menyoal upaya pemerintah dalam meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. Dari penjabaran poin keenam Nawacita ini, Litbang Kompas mencatat sejumlah diksi yang mewakilinya, seperti ekonomi, daya saing, produktivitas, pasar internasional, MEA, ekspor, impor, nilai tukar rupiah, tenaga kerja asing, investasi, dan infrastruktur.
Diksi yang terkandung dalam poin keenam dari Nawacita itu, juga ditemui di pidato kenegaraan 16 Agustus 2018. Hasil analisis Litbang Kompas, 35,9 persen isi pidato presiden lebih banyak berbicara soal ekonomi. Diksi-diksi yang banyak muncul dan merepresentasikan program prioritas keenam dalam Nawacita dari teks pidato itu adalah pembangunan, infrastruktur, ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan investasi.
Temuan ini relevan dengan semangat yang ada dalam poin isu ekonomi yang dibawakan presiden dalam pidatonya, yakni memperkokoh stabilitas makroekonomi dan meningkatkan kualitas pertumbuhan, memastikan tercapainya tujuan keadilan ekonomi, menyiapkan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan dalam jangka panjang, serta melakukan reformasi struktural untuk peningkatan daya saing ekonomi.
Setelah poin keenam dari Nawacita, poin kelima dalam Nawacita menduduki urutan kedua terbanyak yang disinggung Presiden dalam pidatonya. Poin kelima ini menyangkut upaya meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Dari hasil analisis, 13,7 persen isi pidato Presiden ini menyangkut poin kelima Nawacita. Diksi yang ditemukan termasuk dalam kategori ini antara lain sertifikat, kesejahteraan, keluarga, kemiskinan, dan keadilan sosial.
Dominannya isu ekonomi dan kesejahteraan ini bukan hal baru dalam pidato kenegaraan Presiden Jokowi. Pesan terbanyak dari pidato kenegaraan presiden tahun 2015, juga terkait isi keenam dan kelima dari Nawacita. Saat itu, subsidi dan infrastruktur jadi dua diksi yang paling banyak dipakai dalam pidato kenegaraan Presiden di tahun 2015 tersebut.
Hal yang sama terjadi pada pidato kenegaraan tahun 2016. Saat itu, 30,7 persen isi pidato Presiden juga terkait dengan poin keenam dari Nawacita. Dua diksi yang dominan dalam kategori ini adalah pembangunan dan infrastruktur.
Dalam pidato kenegaraan 2016 ini, Presiden menyebut soal ekonomi global yang mengalami perlambatan dan berpengaruh pada perekonomian nasional.
Namun, pidato 2017, kondisi ekonomi global tidak secara langsung disinggung Presiden meski isu ekonomi tetap jadi perhatian utama. Hasil analisis menunjukkan, 17,6 persen substansi pidato berbicara soal ekonomi (poin keenam Nawacita). Isu ini berada di peringkat kedua setelah poin pertama Nawacita, yaitu tentang kehadiran negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara.
Tahun politik
Dari hasil analisis isi empat pidato kenegaraan tahun 2015-2018 itu, terlihat dominasi isu ekonomi. Namun, pidato kenegaraan tahun ini disampaikan ketika Presiden juga berposisi sebagai bakal calon presiden untuk Pemilu 2019.
Tidak heran jika kemudian pidato kenegaraan yang disampaikan pada tahun politik menjelang pemilu tahun depan ini melahirkan respons beragam. Salah satunya kritik yang disampaikan Ketua MPR Zulkifli Hasan dalam pidatonya, soal kebijakan utang negara. Kritik Zulkifli yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional tersebut juga tidak lepas dari isu ekonomi yang kini menjadi pekerjaan rumah pemerintah.
Apalagi jika merujuk survei periodik Litbang Kompas terkait kinerja pemerintahan Jokowi-Kalla, kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah di bidang ekonomi terekam paling rendah dibandingkan dengan bidang lain, seperti politik dan keamanan, hukum, serta kesejahteraan sosial. Dominannya isu ekonomi dan pencapaian pemerintah di bidang itu, yang disampaikan dalam pidato presiden, tentu menjadi sinyal kondisi ekonomi memang menjadi tantangan bagi pemerintah saat ini dan mendatang.