JAKARTA, KOMPAS – Lembaga sertifikasi internasional Forest Stewardship Council menghentikan sementara pembahasan peta jalan terkait upayanya membuka kembali kerjasama dengan Asia Pulp and Paper, grup Sinar Mas. Pihak FSC meminta APP menjelaskan lebih lanjut struktur perusahaan dan dugaan pelanggaran kegiatan pengelolaan hutan yang disinyalir terkait perusahaan bubur kayu dan kertas raksasa di Tanah Air ini.
Penangguhan kerja sama membuat upaya APP untuk kembali mendapat sertifikasi sukarela itu, untuk sementara waktu, kandas. Sejak 11 tahun lalu, tepatnya Oktober 2007, FSC menghentikan sertifikasi terhadap APP karena keterlibatan APP dalam perusakan hutan yang berseberangan dengan misi FSC.
“Memang benar FSC memutuskan menangguhkan (suspend) proses penyusunan roadmap untuk mengakhiri disasosiasi dengan Asia Pulp and Paper (APP),” kata Hartono Prabowo, Representative FSC Indonesia, Kamis (17/8/2018) malam di Jakarta. Sejak Kamis siang, surat pernyataan FSC tersebut tersebar, tapi hingga Jumat petang pihak APP belum memberi pernyataan resmi terkait hal ini.
Memang benar FSC memutuskan menangguhkan (suspend) proses penyusunan roadmap untuk mengakhiri disasosiasi dengan Asia Pulp and Paper (APP).
Hartono mengatakan, proses penangguhan ini tanpa batas waktu. Namun, FSC dan APP terus melanjutkan dialog untuk memastikan keterbukaan penuh dalam isu ini. Dalam pernyataan resmi, FSC menegaskan APP tetap terdisasosiasi dengan FSC hingga APP memenuhi persyaratan FSC.
Kepercayaan publik
Terkait penangguhan ini, Syahrul Fitra Tanjung dari Yayasan Auriga Nusantara menyatakan keputusan FSC itu akan amat berpengaruh pada kepercayaan publik terhadap produk APP. “Ini mengingat pengaruh FSC di pasar global sebagai referensi bagi konsumen untuk melihat apakah produk itu sudah dikelola secara berkelanjutan atau tidak,” ujarnya.
Ia mengingatkan, sejak 2013 APP melalui Kebijakan Konservasi Hutan (FCP) membangun citra di publik akan model pengelolaan berkelanjutan terhadap produk-produk APP. Namun kebijakan positif ini masih belum bisa meyakinkan FSC karena beberapa temuan kejanggalan di lapangan oleh lembaga swadaya masyarakat.
Koalisi Anti Mafia Hutan menemukan dugaan kuat keterkaitan beberapa perusahaan yang merusak hutan dan membuka gambut memiliki keterikatan dengan APP yaitu PT MSL di Kalimantan Barat. Terkait hal ini, Direktur Keberlanjutan APP Sinar Mas Elim Sritaba beberapa waktu lalu menyatakan pegawai APP Sinarmas yang memiliki unit usaha senada tersebut telah dipecat.
Namun, baru-baru ini, Koalisi kembali menemukan pasokan dari perusahaan yang mendeforestasi hutan alam, yaitu PT FSS dan PT SRL terkait APP. “Perusahaan-perusahaan tersebut tidak disebut atau bahkan dicatat sebagai pemasok independen atau pun milik sendiri,” kata dia.
Sementara dari laporan pemenuhan bahan baku, Koalisi menemukan pasokan dari FSS dan SRL Atau relasi kepemilikan dengan MSL. Belum lagi kepemilikan perusahaan-perusahaan hutan tanaman industri (HTI) yang diklaim independen.
Pada laporan “Tapi, Buka Dulu Topengmu”, Koalisi justru menemukan indikasi relasi perusahaan HTI independen tersebut dengan APP. Syahrul mengatakan temuan-temuan ini membuatnya ragu akan validasi informasi yang dipublikasi APP, termasuk yang digunakan pada proses reasosiasi dengan FSC.
“Karena itu, menurut Koalisi, langkah FSC tersebut sudah tepat, dengan meminta APP mengungkap semua struktur bisnis mereka, bahkan bukan hanya di sektor kehutanan. Karena koalisi menemukan ada kepemilikan HTI melalui lini usaha tambang milik Sinarmas Grup,” ujarnya.
Membantah tuduhan
Elim Sritaba, dalam keterangan resmi menanggapi hal ini, Jumat, menolak tuduhan yang dinilai tak berdasar ini. “Seluruh pemasok kayu APP Sinar Mas harus memenuhi kriteria keberlanjutan yang ketat sebagaimana ditetapkan dalam Kebijakan Pengadaan dan Pengolahan Serat kayu yang Bertanggung Jawab (RFPPP) dan diverifikasi melalui proses Evaluasi dan Kajian Risiko Pemasuk (SERA),” kata dia.
Ia menjelaskan, APP Sinar Mas tidak mengendalikan PT SBSA yang dituduh memperoleh pasokan kayu dari PT SRL dan PT FSS. Baik SRL dan FSS tidak disetujui menjadi pemasok kayu ke APP Sinar Mas. Pada Maret 2017, APP menjalankan evaluasi SERA terhadap PT FSS dan tidak lolo sebagai pemasok.
Namun diakui, pihak APP memang sempat membeli sejumlah kayu dari FSS karena kesalahan proses administrasi. Pengiriman perdana ini dilakuan setelah perusahaan tersebut melewati tahapan kajian awal SERA, tetapi sebelum penilaian lapangan.