Nuansa Pilpres di Kompleks Parlemen
Pak Jokowi peka bencana, pergi ke Lombok nginap di tenda. Kiai Ma’ruf Amin ibarat buah kelapa, tidak muda tapi banyak sari patinya. Pak Prabowo Ketua Gerindra, Sering terima tamu di Kertanegara. Publik mengira akan tunjuk ulama, ternyata wakil yang tak disangka.
Puisi itu dibacakan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Bambang Soesatyo saat mengakhiri Rapat Paripurna DPR dengan agenda penyerahan nota keuangan Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2019 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/8/2018). Puisi tersebut membuat ruang sidang riuh dengan tawa. Namun, ada pula peserta rapat yang menggelengkan kepala.
Rapat Paripurna DPR itu menjadi agenda terakhir rapat tahunan MPR/DPR/DPD bersama Presiden yang biasa digelar satu hari menjelang perayaan ulang tahun kemerdekaan RI. Rangkaian rapat diawali dengan Sidang Tahunan MPR, kemudian Sidang Bersama DPR dan DPD, serta terakhir Rapat Paripurna DPR. Presiden hadir dan berpidato di ketiga sidang tersebut.
Bambang membuat puisi itu saat mendengarkan Presiden Joko Widodo menyampaikan pengantar nota keuangan RAPBN 2019. Bambang mengaku membuat puisi itu untuk mendinginkan tensi politik yang kini mulai dinamis karena persiapan Pemilu 2019. ”Itu spontan saja. Tadi saat di kursi sambil dengar pidato Pak Presiden, saya corat-coret, khususnya menambah yang bagian terakhir yang kelapa itu (terkait Ma’ruf),” tuturnya.
Pemilu
Nuansa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 sudah terasa dalam Rapat Tahunan MPR/DPR/DPD tersebut. Ketua MPR Zulkifli Hasan yang memimpin Sidang Tahunan MPR banyak mengkritik kinerja pemerintahan Jokowi-Kalla. Dari sekitar 20 menit pidato Zulkifli dalam sidang itu, enam menit digunakan untuk memaparkan tiga tantangan perekonomian yang harus segera diselesaikan pemerintah. Tantangan itu antara lain masalah kesenjangan ekonomi, stabilitas dan defisit transaksi berjalan, serta masalah pengelolaan utang.
Zulkifli memulai dengan memperingatkan pemerintah agar menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok. ”Bapak Presiden, ini titipan rakyat Indonesia, titipan emak-emak, agar harga kebutuhan sehari-hari terjangkau,” tuturnya.
Ia juga minta semua pihak berintrospeksi dengan tidak lagi memakai alasan kondisi ekonomi global sebagai penyebab terus melemahnya rupiah. Menurut dia, pemerintah juga tidak bisa mengatakan utang pemerintah aman. Sebaliknya, Ketua DPR Bambang Soesatyo yang memimpin Sidang Bersama DPR dan DPD serta Rapat Paripurna DPR justru memuji kinerja pemerintah.
Bambang mengawali pidato dengan memaparkan berbagai keberhasilan pemerintah, antara lain Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terus meningkat. Ia bahkan mengklaim keberhasilan pembangunan sudah dirayakan rakyat melalui peningkatan pendapatan per kapita, penurunan angka kemiskinan, dan pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia.
Ia juga menyelipkan kritik untuk kelompok di luar pemerintah agar tak memakai politik identitas dalam kontestasi.
Perbedaan isi pidato itu, ditengarai, tak terlepas dari polarisasi kekuatan politik dalam Pilpres 2019. Partai Amanat Nasional (PAN) yang dipimpin Zulkifli memilih keluar dari koalisi parpol pendukung pemerintah dan mengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Sementara parpol Bambang, yakni Partai Golkar, tetap berada di dalam pemerintahan dan mengusung Jokowi-Ma’ruf Amin.
Selain menjadi contoh kurang baik bagi rakyat, polarisasi politik yang sudah terjadi karena Pilpres 2019 ini juga berpotensi mengganggu kinerja parlemen. Padahal, masa tugas anggota parlemen masih tersisa 14 bulan lagi.