Kegemaran menggambar sejak usia sekolah dasar ditambah kegairahan menuangkan karya membawa Mohamad Sumpeno berkiprah sebagai pengusaha produk kulit. Berbasis di Yogyakarta, berbagai produk kulit kreasinya yang berlabel Pheryno Leather merambah banyak kota di Indonesia, bahkan mancanegara.
Produk dia bahkan sudah ada yang dimiliki konsumen luar negeri. ”Awalnya, saya sempat 14 tahun bekerja di hotel, bagian accounting,” kata Mohamad Sumpeno ketika ditemui saat mengikuti pameran di Plasa Pameran Kementerian Perindustrian, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dorongan kuat untuk berkarya sesuai talenta memantik Sumpeno mengawali bisnis di produk kulit. Pada tahun 2011, dia bertemu rekan-rekan dan menanyakan seluk-beluk bisnis tersebut.
Berkumpul dalam komunitas menjalinkannya dengan jaringan suplai bahan baku. ”Ketika ada yang kelebihan bahan baku kulit, dia menawarkan kepada saya,” ujar Sumpeno yang di masa awal usaha mendapat pembinaan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sleman.
Sumpeno pun memanfaatkan barang sisa atau perca kulit yang dia kumpulkan dari para penjahit (kulit).
Pembinaan hulu-hilir didapatkannya, mulai dari desain, manajemen, pembukuan, hingga pelatihan terkait dengan ekspor. Pada tahun 2012, Sumpeno pun mulai ikut pameran, yakni pada acara sekaten di Yogyakarta. Lalu, berlanjut dengan berpartisipasi pameran di Pekan Raya Jakarta dan Inacraft. ”Saya pun pernah menjadi nomine Trade Expo Indonesia,” katanya.
Produk inti Sumpeno awalnya berupa tas, khususnya berbahan kulit sapi. Belakangan dia merambah produksi pernak-pernik yang mengisi tas. Sebut misalnya tempat kartu nama dan SIM, dompet koin, dan wadah kacamata serta pena. Pesanan aneka produk lain juga dia layani.
Sumpeno pun memanfaatkan barang sisa atau perca kulit yang dia kumpulkan dari para penjahit. Dia kemudian menuangkan ide dan mendesain kulit sisa tersebut menjadi gantungan kunci, jepit kabel, dan aneka aksesori berupa miniatur jaket, rok, serta piyama mini.
”Saya pasangkan retsleting sehingga aksesori mini dari kulit tadi tak hanya apik untuk hiasan, tetapi juga berfungsi sebagai alat menyimpan koin dan benda kecil lain,”katanya.
Menginjak tahun 2015, ketika menjadi binaan Jasa Raharja, Sumpeno disponsori dan difasilitasi untuk berpameran. Produk kulit karyanya pun dipamerkan hingga Kuala Lumpur, Malaysia.
Ulet dan jeli
Sumpeno berkisah, di salah satu ajang pameran, dia sempat bertemu dengan pelaku usaha kecil menengah bidang persepatuan dari Asahan, Sumatera Utara, yang menjadi mitra binaan salah satu badan usaha milik negara. ”Dia bilang banyak limbah kulit dari produksi sepatu. Saya bilang itu bisa dimanfaatkan, lho, sebagai suvenir. Dia tertarik dan malah kemudian mengundang saya memberikan pelatihan di Medan,” tuturnya.
Sumpeno mengatakan, dirinya tidak enggan berbagi keterampilan dengan pelaku usaha lain. Kegiatan saling berbagi justru membuka peluang mendapat pembagian keterampilan pada aspek lain yang belum dikuasai.
Kepekaan mengikuti tren juga menjadi upaya Sumpeno mengelola bisnis.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan ajang silaturahim seperti itu dapat kian memperluas jaringan. Sumpeno pun menjalin kontak dengan salah satu mitra yang akan mengombinasikan kulit dengan tenun Medan.
Memiliki enam pegawai, salah satunya kerap diajak aktif berjaga di pameran, Sumpeno terus berikthiar mengembangkan usaha. Salah satunya jeli mencari bahan yang lebih murah. ”Untuk pernik aksesori, misalnya, saya belanja di Mangga Dua, bukan di Yogyakarta. Selisih Rp 500 sampai Rp 1.000 per item akan terasa kalau belinya sampai beberapa lusin,” ujarnya.
Kepekaan mengikuti tren juga menjadi upaya Sumpeno mengelola bisnis. Contohnya, ada momentum ketika produk kulit yang banyak dibutuhkan pasar adalah wadah kartu nama.
Keuletan dan kejelian menyikapi kondisi pun terasah seiring bertambahnya jam terbang. Meski juga mempromosikan produk lewat Instagram, Sumpeno tetap menilai penting pameran konvensional yang memungkinkan tatap muka langsung.
Lewat pameran seperti itu pembeli bisa langsung memegang produk. ”Bahkan, ketika sudah memegang langsung pun ada saja pembeli yang meragukan, apakah (bahannya) kulit atau vinil? Menghadapi kejadian seperti ini saya kadang melakukan uji bakar untuk membuktikan bahwa produk betul-betul kulit asli,” katanya.
Dia pun bisa mencermati mode atau corak produk tentengan pengunjung yang berlalu lalang di sela pameran. Ide-ide segar terkadang muncul dari hal sederhana, peristiwa biasa, di tempat yang kadang tak terduga. Sumpeno terbiasa menuangkan ide yang muncul dalam rupa goresan alat tulis di buku yang selalu dia bawa di tas kulitnya.
Dia tidak memungkiri bahwa produk kreatif—apalagi yang mampu merebut selera pasar—rawan ditiru atau dijiplak. Sumpeno memaknai bahwa kerawanan seperti itu merupakan dinamika yang harus dijawab dengan kegigihan untuk berkreasi, berkreasi, dan terus berkreasi. ”Tantangan bagi kita untuk terus berkreasi. Berkreasi tanpa batas. Kemampuan berkompetisi hanya akan dibatasi ketika kreativitas berhenti,” kata Sumpeno.