Tak Henti Berinovasi
JAKARTA, KOMPAS — Anak-anak muda Indonesia berkiprah dalam dunia ekonomi melalui usaha rintisan. Empat di antaranya masuk kategori unicorn.
Sampai dengan Jumat (17/8/2018), empat unicorn itu adalah Go-Jek, Bukalapak, Tokopedia, dan Traveloka.
Usaha rintisan berkategori unicorn bukan hanya memiliki valuasi setidaknya 1 miliar dollar AS. Namun, usaha itu juga memiliki model bisnis stabil dan berkelanjutan serta data pendapatan dan informasi pelanggan yang benar. Usaha ini juga mesti memiliki dukungan pendanaan.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Kamis (16/8/2018), sebesar Rp 14.619 per dollar AS, valuasi itu setara Rp 14,619 triliun.
Meski sudah menyandang label unicorn, anak-anak muda ini tak henti berinovasi.
Ketua II Asosiasi Modal Ventura Start Up Indonesia (Amvesindo) Donald Mihardja menekankan, setelah menjadi unicorn, usaha rintisan itu mesti mempertahankan pangsa pasar.
Pendiri dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya mengatakan, pada awalnya Tokopedia menyediakan ruang bagi penjual dan pembeli bertemu. Namun, kini, Tokopedia menempatkan diri sebagai perusahaan teknologi yang menyediakan kebutuhan manusia sesuai siklus hidup. Bahkan, dua tahun terakhir, produk digital dan teknologi finansial juga tersedia di lamannya. Kedua inovasi ini tetap menekankan pada dukungan terhadap pemerataan ekonomi masyarakat Indonesia.
"Sejak hari pertama didirikan, Tokopedia dibangun sebagai perusahaan teknologi yang ingin membantu pemeratan ekonomi masyarakat Indonesia melalui digital. Pemerataan itu bukan hanya berasal dari produk laman pemasaran," ujar William.
Tokopedia menyandang gelar unicorn setelah enam tahun beroperasi. Saat ini, empat juta penjual bermitra di laman Tokopedia, yang 70 persen di antaranya pebisnis baru. Sebanyak 78 juta orang per bulan melihat 86 juta barang di laman itu.
William menyebutkan, keputusan terjun ke tekfin antara lain berdasarkan niat mendukung akses layanan keuangan, memenuhi kebutuhan pembiayaan mitra dan pembeli, serta memudahkan transaksi elektronik.
Sementara, pendiri dan CEO Bukalapak, Achmad Zaky, tak henti memikirkan inovasi teknologi yang mesti dilakukan. Setelah inovasi itu diciptakan, harus dipikirkan juga kesesuaiannya dengan kebutuhan konsumen.
Apalagi, saat ini Bukalapak mesti berhadapan dengan basis data bervolume besar yang memerlukan solusi teknologi untuk mengelolanya. Untuk keperluan itu, Bukalapak akan membuka pusat riset dan pengembangan di Bandung, Jawa Barat.
“Delapan tahun lalu, saat perusahaan ini baru berdiri, aku dan pendiri lainnya bisa nyantai tiga hari di rumah saat Lebaran. Kalau sekarang seperti itu, sistem anjlok satu jam saja, pelanggan teriak-teriak, dan kami pun harus menderita rugi,” kata Zaky.
Bukalapak menyandang label unicorn sejak November 2017.
Namun, Zaky mengakui, ada satu tantangan yang saat ini sedang dihadapi, yakni industri perdagangan elektronik atau e-dagang yang mulai jenuh. Untuk menghadapi tantangan itu, Bukalapak berusaha melahirkan fitur-fitur baru, termasuk terjun ke solusi tekfin.
Bisnis tekfin jadi pilihan karena pertumbuhannya lebih besar dan menjanjikan. BukaModal, fitur di BukaLapak, menyalurkan pinjaman bagi 5.000-an pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, yang dananya berasal dari internal maupun penyaluran bank.
Bukalapak memperluas hingga ke penjualan dalam jaringan ke luar jaringan. Caranya, mengajak warung ritel untuk melayani pembayaran belanja Bukalapak. Saat ini, Bukalapak memiliki 3 juta mitra pedagang dan 30 juta pengguna.
Menambah fitur
Traveloka, yang pada 2012 hanya menyediakan fitur pemesanan tiket pesawat domestik dan internasional, menambah fitur pemesanan hotel dan aplikasi di gawai pada 2014. Tak henti berinovasi, pada 2016-2017, Traveloka menambah fitur pemesanan tiket kereta api, atraksi pariwisata, kendaraan di bandara, serta bus. Adapun 2018, dilengkapi dengan katalog kuliner. Layanan pembayaran tagihan transaksi elektronik juga tersedia.
Traveloka menyandang gelar unicorn pada 27 Juli 2017.
“Selama enam tahun Traveloka berdiri, kami telah melakukan beragam inovasi yang kami sesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Pada awal Traveloka berdiri, kami hanya melayani tiket pesawat, namun secara bertahap kami menambahkan produk dan layanan pendukung untuk melayani kebutuhan perjalanan dan gaya hidup pengguna,” ujar pendiri dan CEO Traveloka, Ferry Unardi.
Semua fitur itu lahir untuk memenuhi kebutuhan konsumen utama Traveloka, yakni wisatawan. Traveloka juga beroperasi di Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, dan Vietnam, kendati Indonesia masih sebagai pasar terbesar. Aplikasinya diunduh lebih dari 40 juta, dengan 30 juta kunjungan per bulan.
Sementara, CEO Go-Jek Nadiem Makarim memotivasi generasi muda agar bersaing dengan raksasa-raksasa dunia. Ia berharap, Go-Jek menjadi contoh bagi siapa pun untuk berprestasi di tingkat global. “Ayo tampil di panggung dunia! Jangan takut berkompetisi dengan yang terbaik di dunia,” ajaknya.
Setelah memperluas bisnis ke Vietnam --dan dalam waktu dekat ke Thailad-- Go-Jek juga memperkuat bisnis di dalam negeri. Inovasi yang akan dilakukan antara lain di bidang pangan dan pembayaran. (MED/MAR)