Barasuara Membara
Lantunan lirik-lirik puitis mengalir dalam irama mengentak mantap. Nuansa hangat segera terbangun ketika grup band indie Barasuara memulai konser tunggal, Selasa (14/8/2018) malam, di Gedung Kesenian Jakarta, dengan lagu ”Sendu Melagu”. Suasana pelan-pelan membara....
Konser bertema ”Guna Manusia” itu merupakan bagian dari Konser Musik Tanah Air yang kini memasuki volume keempat. Konser besutan Liztomania ini digelar rutin setiap tahun. Beberapa band dan musisi yang sebelumnya tampil berturut-turut pada konser ini adalah Slank, Glenn Fredly, serta kelompok musik Payung Teduh.
Sebelum konser dibuka, bersama-sama para penonton, kelompok musik Barasuara yang beranggotakan enam orang itu menyanyikan lagu ”Indonesia Raya” lengkap tiga stanza. Masuk lagu pertama, para penonton yang kebanyakan para penggemar band tersebut seolah langsung ”terjaga”. Mereka mulai ikut bernyanyi dan berjoget dari kursi masing-masing.
Sebanyak 16 lagu didendangkan Barasuara malam itu. Seperempat di antaranya adalah lagu-lagu terbaru mereka. Ada ”Seribu Racun” yang bercerita tentang teman sang vokalis, Iga Massardi, yang didera depresi.
Disusul lagu ”Pikiran dan Perjalanan” yang bercerita tentang apa pun pilihan politik seseorang tak akan berpengaruh langsung dengan kenyataan hidup kesehariannya. Oleh Iga, lagu itu seolah mencoba ”menasihati” orang untuk bisa menerima perbedaan pilihan.
”Pada akhirnya, kita akan melakukan apa saja sendirian. Jadi, ya, siapa pun yang akan memimpin kita secara teknis di negeri ini, kita enggak usah pakai ribut-ributlah,” kata Iga sebelum menyanyi.
Salah satu ciri khas Barasuara memang tersemat pada lirik-lirik lagu yang puitis. Bukan sebuah kebetulan, Iga, sang motor band rock beraliran progresif dan folk song itu, juga adalah anak dari seorang sastrawan, Yudhistira Massardi.
Tak hanya puitis, kata-kata dan kalimat yang dijadikan lirik pun biasanya tak panjang-panjang sehingga sarat makna dan kaya dengan interpretasi. Permainan kata dan kalimat dalam lirik pun memberi keunikan tersendiri sekaligus membedakan Barasuara dengan band-band lain.
Dalam penampilannya kali ini, Barasuara juga berkolaborasi dengan para pemusik jalanan. Mereka tergabung dalam Institut Musik Jalanan (IMJ) yang menghimpun dan memberdayakan para pemusik jalanan. Lima orang dari mereka terlibat di atas panggung dalam beberapa lagu dengan memainkan sejumlah alat musik pukul macam gendang, rebana, dan alat perkusi lain.
”Seru banget bisa berkolaborasi dan main dengan mereka. Padahal cuma latihan sekali, tapi kami sudah bisa langsung pas. Mantul, mantap betul!” ujar Iga.
Iga melanjutkan dalam jumpa pers usai tampil, inisiatif kolaborasi dengan IMJ tersebut digagas Ridho Hafiedz (Slank). Dirinya juga mengatakan sempat berbincang dengan Andi Malewa (Presiden IMJ). Dari perbincangan tersebut, Iga menyatakan salut dengan perjuangan para musisi jalanan untuk mendapat pengakuan negara.
”Kami sangat salut dengan kisah perjalanan mereka, yang berangkat dari bawah sampai kemudian bisa tampil di Istana Negara. Kami juga salut dengan tag line IMJ, yang intinya ingin menjadikan semua seniman jalanan naik kelas,” ujar Iga.
Lagu baru
Dua lagu baru dimainkan pada sesi kedua secara berturut-turut. Salah satunya ”Tirai Cahaya” yang berkisah tentang bagaimana orangtua melihat anaknya sejak lahir hingga dewasa, termasuk melihat apakah si anak bisa bertahan pada pergulatan kehidupannya sendiri.
Berikutnya, Barasuara memainkan lagu yang juga menjadi tema konser tunggal kali ini, ”Guna Manusia”. Lagu itu menyoroti masalah lingkungan hidup. Iga menyebutkan, lagu itu diciptakan lantaran terinspirasi setelah menonton tayangan bincang-bincang Mata Najwa membahas permukaan tanah ibu kota Jakarta.
Seperti diwartakan, sejumlah kawasan di Jakarta, terutama di sebelah utara yang memang berbatasan langsung dengan laut, diprediksi akan tenggelam pada tahun 2050. Namun, Iga mengatakan, isi lagunya tak hanya spesifik terkait kondisi Jakarta, tetapi juga masalah lingkungan hidup secara umum.
Sepanjang pertunjukan itu, para penonton yang hadir terkesan sangat menikmati lagu-lagu Barasuara. Mereka antusias ikut serta menyanyikan lagu-lagu itu. Awalnya, konser cenderung berlangsung tertib dan landai. Suasana semakin memanas ketika pada beberapa lagu terakhir sang basis, Gerald Situmorang, turun dari panggung dan berjalan ke tengah-tengah deretan kursi penonton sambil terus memainkan instrumen musiknya.
Klimaks
Barasuara juga mengundang beberapa musisi rekan mereka yang awalnya ikut menonton untuk naik ke atas panggung dan bergantian memainkan alat musik tiap personel, mulai dari gitar, bas, hingga drum.
Aksi jam session di pengujung penampilan itu dipuncaki pula dengan ajakan Barasuara agar para penonton maju ke depan panggung dan ikut berjoget. Mereka kemudian juga naik beramai-ramai ke atas panggung, sekaligus ikut bernyanyi. Lagu ”Api dan Lentera” menjadi semacam klimaks penampilan Barasuara malam itu.
”Soalnya dari lagu-lagu awal sepertinya penonton sudah enggak tahan mau ikut maju ke depan. Makanya, di lagu terakhir tadi, ya, sudah kami suruh saja sekalian mereka semua naik ke atas panggung. Tapi, sejak awal energi (penonton) memang sangat terasa,” ujar Gerald.
Saat jumpa pers seusai konser, band yang didirikan pada tahun 2012 ini juga mengabarkan bahwa mereka tengah mempersiapkan peluncuran album baru yang nantinya bakal berisi setidaknya sembilan lagu. Saat ini, kesembilan lagu tersebut telah semuanya direkam walaupun belum mulai masuk tahap mixing dan mastering.
Dalam album baru tersebut, Barasuara juga menggaet kerja sama dengan pemain kibor yang juga musisi jazz Adra Karim. Adra juga ikut tampil bersama dalam konser tunggal Barasuara di Gedung Kesenian Jakarta. Putra aktris senior Ninik L Karim itu mengungkapkan, ia menikmati kerja samanya dengan Barasuara.