Fitra Mensinyalir, Kenaikan Belanja Pegawai untuk Kepentingan Pemilu
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mensinyalir, jelang Pemilu 2019 ada upaya pencitraan dari pemerintah dengan menaikkan belanja pegawai. Pada Rancangan APBN 2019, pemerintah menaikkan besaran gaji dan pensiun aparatur sipil negara sebesar 5 persen.
Kenaikan tersebut dilakukan pemerintah menjelang berakhirnya masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Fitra menganggap, kebijakan itu akan membebani postur APBN.
Berdasarkan Nota Keuangan 2019 yang dibacakan Presiden Jokowi pada pidato kenegaraan dan kemudian dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani, kenaikan gaji pokok untuk aparatur sipil negara (ASN) juga diikuti penerimaan untuk gaji ke-13 dan tunjangan kinerja yang besarnya ditentukan pemerintah daerah.
Sri Mulyani mengatakan, kenaikan gaji pokok ASN baru dilakukan tahun ini karena tidak pernah naik sejak 2015. Sementara itu, terjadi kenaikan inflasi dari 3,3 persen tahun 2015 menjadi 3,5 persen tahun 2018.
Deputi Bidang Program Fitra, Misbah Hasan, Minggu (19/8/2018), mensinyalir ada upaya pemerintah menaikkan popularitas dengan jalan meningkatkan penghasilan ASN sebesar 5 persen. Berdasarkan catatan Fitra, selama masa kepemimpinan Joko Widodo, postur APBN untuk belanja pegawai rata-rata sebesar 24 persen. Fitra menganggap besaran belanja pegawai itu relatif tinggi dengan nominal Rp 368,6 triliun.
“Menurut kami ini cukup membebani postur APBN itu sendiri,” ujar Misbah pada sebuah sesi diskusi di Jakarta Pusat.
Misbah menyatakan, kenaikan gaji ASN pada 2019 bisa dimaknai politis karena memasuki tahun politik. Meski anggaran belanja pegawai terus meningkat setiap tahunnya, tapi secara persentase terhadap total belanja pemerintah, tren belanja pegawai mengalami penurunan. Pada RAPBN 2019, anggaran belanja pegawai direncanakan sebesar Rp 368,6 triliun. Meningkat dari outlook 2018 sebesar Rp 342,5 triliun.
Kenaikan alokasi belanja pegawai itu, kata Misbah, tak diiringi dengan reformasi birokrasi di tubuh pemerintah. Selain itu, pemerintah didorong meningkatkan target-target kinerja. Misalnya penyerapan anggaran.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika mengklaim penyerapan anggaran pemerintah terus membaik. Erani memaparkan, penyerapan belanja kementerian atau lembaga (K/L) selama semester I 2015-2018 naik signifikan dengan rata-rata 31,7 persen. Ia menyebut, pada semester I 2005-2014 penyerapan belanja K/L tak pernah mencapai 30 persen.
Rendahnya penyerapan anggaran pada semester I berimplikasi pada realisasi anggaran yang menumpuk di akhir tahun. Potensi ketidakpatuhan atas peraturan perundang-undangan dan penyelahgunaan anggaran pun semakin besar.
Terkait dugaan pencitraan memasuki tahun politik, Erani menepis dengan mengatakan, belanja pegawai dari tahun ke tahun memang senantiasa meningkat. Hal itu karena APBN juga mengalami pertumbuhan sebesar 10 persen setiap tahunnya.
“Tidak bisa mengatakan pencitraan kalau belanja pegawai itu hanya setengah dari pertumbuhan APBN,” ucap Erani.
Erani menambahkan, Rancangan APBN 2019 sebagai APBN konstitusional. Hal itu tecermin dari alokasi anggaran kesehatan dan pendidikan yang masing-masing sebesar 5 persen dan 20 persen dari APBN. Pada era pemerintahan sebelumnya, alokasi bidang kesehatan tak pernah lebih dari 3 persen.