JAKARTA, KOMPAS—Kali Ciliwung yang berada di Kota Depok, Jawa Barat, belum terbebas dari pencemaran. Hal ini disebabkan oleh air limbah yang dibuang langsung ke badan sungai.
“Sungai mempunyai kemampuan untuk self modification. Air limbah bisa dibuang ke badan sungai sepanjang baku mutunya terpenuhi. Kalau belum, maka harus diproses dulu,” kata Staf Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok Endah Sulistyowati, Minggu (19/8/2018), saat pembukaan acara Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, di bawah Jembatan Grand Depok City (GDC), Kota Depok.
Pada kesempatan ini, Endah memaparkan hasil Kajian Daya Tampung dan Daya Dukung Beban Pencemaran Sungai Ciliwung yang dilakukan 2014. Kajian ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya pencemaran terhadap Kali Ciliwung pada tahun-tahun tersebut. Kesimpulannya, beban pencemaran yang masuk ke Sungai Ciliwung di Kota Depok melebihi daya tampungnya.
“Untuk melakukan program pencemaran air, kami harus punya basis data awal dan target yang ingin dicapai. Sekarang, Kali Ciliwung di Kota Depok mutu airnya berada di kelas III. Sesuai rencana RPJMN, mutu air direncanakan naik menjadi kelas II menjelang tahun 2035,” kata Endah.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Depok, Manto mengatakan, terdapat sejumlah titik rawan di Kali Ciliwung yang mengalir di Kota Depok, di antaranya daerah Pesona Khayangan. “Tahun 2017, terjadi longsor di wilayah itu,” kata Manto.
Selain di Pesona Khayangan, wilayah bantaran kali yang berada di Bawah Jembatan Juanda juga rawan banjir. Akan tetapi, kata dia, wilayah yang terkena banjir masih termasuk kawasan Ciliwung dan warga yang tinggal di sekitar itu tidak berizin.
Menurut Manto, Kali Ciliwung adalah sungai yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. “Ciliwung ini kan lintas provinsi. Itu menjadi kewenangan pusat, sementara kami menangani sungai yang berada di zona kota,” kata dia.
Pada hari yang sama, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia mengadakan pengabdian masyarakat bertajuk “Pemetaan partisipatif Berbasis Teknologi GIS dalam menghadapi Bencana Hidrometeorologis” dengan sasaran Komunitas Ciliwung Depok. Program ini berlangsung selama tiga hari, 19, 25, dan 26 Agustus 2018.
Ketua Program Studi Kajian Pengembangan Perkotaan Chotib mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk memetakan potensi bencana hidrometeorologis yang berada di sekitar Ciliwung. “Hidrometeorologis adalah bencana yang berkaitan dengan air dan cuaca, misalnya banjir, kekeringan dan angin topan,” jelas Chotib.
Chotib mengatakan, masyarakat diajak memetakan potensi bencana di wilayahnya sendiri. Pemetaan berbasis GIS:Geographic Information System ini menggunakan gawai dan aplikasi bernama Avenza Maps. Aplikasi tersebut yang akan digunakan untuk proses pemetaan dan bisa diupdate informasinya setiap saat.
“Dengan ini, masyarakat bisa memetakan potensi bencana pada wilayahnya. Informasi ini berguna bagi dinas terkait untuk meminimalisir resiko bencana,” kata Chotib.
Sedikitnya sepuluh orang relawan Komunitas Ciliwung Depok terlibat dalam kegiatan tersebut. Mereka adalah orang-orang yang tinggal di sekitar Kali Ciliwung. Setelah mendapat materi tentang membuat peta secara manual, para peserta diajak ke RT 08/RW 02 Kelurahan Tirtajaya, pemukiman yang berada di pinggir Kali Ciliwung. Ketua RT 08 Zulkifli mengatakan, wilayah yang dipimpinnya dihuni sekitar 70 Kepala Keluarga, 80 bangunan dengan 30 di antaranya menghadap langsung ke Kali Ciliwung.
Air Kali Ciliwung yang berada di depan RT 08 berwarna sedikit abu-abu dengan kedalaman sekitar satu meter. Saat itu, ketinggian rumah warga dari arus air berkisar tujuh meter.
“Ini karena lagi surut saja airnya. Februari kemarin, air sampai masuk ke rumah saya,” kata Iswadi (25), warga RT 08 yang rumahnya persis berhadapan dengan Kali Ciliwung.
Di tepi rumah warga, terdapat sejumlah rumpun bambu. Banyak plastik-plastik menyangkut di daun bambu tersebut. Berdasarkan keterangan warga, itu adalah sampah yang hanyut saat banjir Februari kemarin.
Selain itu, terdapat pula sampah plastik yang masih bersih. Sejumlah warga membakar sampah di dekat rumpun bambu tersebut. Namun, tak semua sampah itu terbakar. Sebagian dari sampah itu malah masuk ke pinggir kali. (E10)