BOGOR, KOMPAS — Tidak dimungkiri, lagu menjadi bahasa universal yang menyatukan perbedaan. Lagu-lagu yang berkumandang di Festival Cinta Tanah Air mengajak semua yang hadir ikut melanjutkan lagu ”Rayuan Pulau Kelapa”, ”Sepasang Mata Bola”, mars Kota Bogor, dan lagu-lagu Sunda.
Lagu-lagu itu meleburkan perbedaan hadirin di acara yang digelar di Yayasan Islamic Center Al Ghazaly, Jalan Cempaka, Bogor Tengah, Minggu (19/8/2018). Siang itu, salah satu penampil acara adalah paduan suara Seminari Stella Maris dari Katedral Bogor.
Mengiringi lagu-lagu yang mereka bawakan, terdengar alunan gamelan, degung Sunda, angklung, dan alat musik modern. Alunan alat musik itu menyelaraskan suara anggota paduan suara yang berusia 16-18 tahun itu. Dion Manopo, selaku pendamping, merasa terhormat bisa tampil di panggung tersebut.
”Kami merasa terhormat karena bisa diundang ke sini layaknya saudara,” kata Dion di lokasi acara. Penampilan paduan suara Seminari Stella Maris merupakan yang pertama kali di acara itu. Dion berkeinginan akan hadir kembali di acara itu jika ada undangan dari panitia.
Tidak lama setelah mereka tampil, paduan suara Paparisa Hiti Hiti Hala Hala dari Gereja Zebaoth, Bogor, tampil. Mereka membawakan dua lagu nasional dan satu lagu daerah Maluku berjudul ”Gandong E” yang berarti saudara satu kandungan. Lagu bertema persaudaraan itu diharapkan dapat mengingatkan pentingnya persatuan bangsa.
”Lagu ini mengingatkan bahwa kita bersaudara, memiliki satu asal usul,” kata pembina paduan suara Pattina Ernest.
Tidak kalah meriah, aksi bela diri umat Buddha dari Wihara Dhanagun. Beragam penampilan kesenian dan budaya lain antara lain pembacaan sajak oleh komunitas Gusdurian, permainan musik tradisional oleh Jaka Sunda, sampai musik band islami oleh Ustadz Jamming ikut memeriahkan acara ini.
Acara digelar dalam rangka merayakan Hari Kemerdekaan Ke-73 Republik Indonesia, sekaligus untuk merayakan keberagaman. Hampir semua penampil mendapat sambutan meriah ratusan penonton yang kebanyakan murid sekolah menengah dan pengajar Yayasan Islamic Center (YIC) Al Ghazaly.
YIC Al Ghazaly dirintis pada 1970-an oleh Kiai Haji Abdullah bin Nuh. Sosok ini selain dikenal sebagai pejuang kemerdekaan, juga disebut sebagai sastrawan. Yayasan itu kini memiliki 11 sekolah dari tingkat taman kanak-kanak hingga sekolah menengah dengan total murid 2.464 orang.
Pemimpin YIC Al Ghazaly, Muhammad Mustofa Abdullah bin Nuh atau biasa disapa Kiai Toto, mengatakan, Festival Cinta Tanah Air yang mengundang pengisi lintas agama tersebut sudah dua kali diadakan.
Ia juga menggandeng seniman Jawa Barat, Endo Suanda, untuk mengadakan acara tersebut.
Menurut dia, pendekatan melalui budaya dan agama dapat memajukan bangsa. ”Bangsa ini harus dirajut dalam keberagaman. Keberagaman budaya dan agama di Indonesia adalah fakta yang harus kita satukan untuk membentuk masyarakat madani,” katanya.
Respons positif juga datang dari kalangan siswa lembaga pendidikan Al Ghazaly. Siti Wulani Dasari, murid kelas XI SMA Al Ghazaly mengaku senang melihat pertunjukan seni dan hiburan yang ditampilkan bintang tamu. Tidak sebatas di lokasi acara, komunikasi lintas agama juga terjalin setelah acara tersebut. Ikatan persaudaraan ini yang dianggapnya lebih berharga dari apa pun. (Erika Kurnia).