JAKARTA, KOMPAS — Ajang Asian Games 2018 bukan hanya pesta olahraga semata. Citra Indonesia sebagai salah satu negara terbesar di kawasan Asia ikut dipertaruhkan. Kesuksesan upacara pembukaan harus segera diikuti dengan perbaikan sistem penyelenggaraan, terutama soal penjualan tiket yang hingga kini dikeluhkan banyak penonton.
Sejumlah warga negara tetangga yang datang ke Jakarta dan Palembang tidak cukup dibuat puas hanya dengan pembangunan berbagai infrastruktur penunjang bernilai triliunan rupiah. Bagi mereka, sistem penyelenggaraan, akomodasi, dan transportasi yang baik juga menjadi salah satu faktor penting tolok ukur kesuksesan ajang olahraga terbesar di Asia itu.
”Saya tidak punya keluhan soal Jakarta. Akomodasi dan transportasi yang tersedia sangat baik. Namun, sistem pembelian tiket membuat saya sangat kecewa,” kata John Chiu (68), warga Hong Kong, Senin, (20/8/2018).
Kekecewaan John bermula saat ia hendak membeli tiket sepak bola dan hoki. Ia kesulitan mendapat informasi cara pembelian tiket yang beberapa hari lalu diubah panitia penyelenggara.
Saya tidak punya keluhan soal Jakarta. Akomodasi dan transportasi yang tersedia sangat baik. Namun, sistem pembelian tiket membuat saya sangat kecewa.
”Saya tidak mengerti mengapa saya tidak bisa mendapat tiket melalui kiostix.com. Model pembelian tiket on the spot pada hari pertandingan sangat menyulitkan penonton asing dan tidak praktis,” ujar John.
Saat ditemui di Pintu 5 Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), John sedang beradu argumen dengan petugas di loket penjualan tiket. Ia sangat marah karena tidak bisa memesan tiket pertandingan hoki untuk Selasa (21/8/2018). Kedua putri John akan bertanding mewakili Hong Kong melawan Jepang pada hari itu.
Kisruh pembelian tiket tidak hanya terjadi pada hari ini, hal yang sama terjadi pada Minggu (19/8/2018). Saat itu, Direktur Tiket Panitia Penyelenggara Asian Games Indonesia (Inasgoc) Sarman Simanjorang berjanji akan memperbaiki sistem penjualan tiket dan menginformasikan jumlah kuota tiket pertandingan di loket (Kompas, 20/8/2018).
Senin ini lokasi penjualan tiket dipindahkan dari Pintu 7 ke beberapa ticket box di Pintu 3, 4, dan 5. Namun, tulisan petunjuk yang terlalu kecil membuat sejumlah calon penonton tidak bisa membedakan loket penukaran tiket dan pembelian tiket. Di ticket box itu juga tidak ada papan pemberitahuan jumlah kuota tiket pertandingan seperti janji Sarman.
Selain itu, kemampuan berbahasa Inggris relawan yang berjaga di sekitar lokasi pembelian tiket yang kurang baik juga menambah kebingungan calon penonton. ”Saya tidak mengerti yang mereka katakan. Saya hanya disuruh pindah dari loket satu ke loket yang lain,” keluh Larry Guessler (55), warga Amerika Serikat.
Saya tidak mengerti yang mereka katakan. Saya hanya disuruh pindah dari loket satu ke loket yang lain.
Larry yang bekerja sebagai guru di salah satu sekolah dasar di California, AS, mengatakan, dirinya selalu menyempatkan datang pada hampir setiap ajang olahraga internasional.
”Saya selalu berusaha menonton ajang olahraga selevel Olimpiade, Euro, dan Piala Dunia. Bagi saya, Asian Games kali ini berjalan dengan sangat baik. Hanya sistem penjualan tiket yang membuat jengkel,” ujar Larry.
Larry pun tersesat ke Pintu 7 saat akan membeli tiket untuk menonton pertandingan basket putri. Karena ia terlihat kebingungan, salah satu calo menghampirinya dan menawarkan tiket seharga Rp 250.000. ”Itu tidak masuk akal. Pertandingan sudah berlangsung hingga kuarter ke-4 dan orang itu menawarkan tiket yang lebih mahal dua kali lipat dari harga asli,” ujar Larry.
Itu tidak masuk akal. Pertandingan sudah berlangsung hingga kuarter ke-4 dan orang itu menawarkan tiket yang lebih mahal dua kali lipat dari harga asli.
Seorang calon penonton lain asal Alabama, AS, David Dennis (23), bernasib lebih baik daripada John dan Larry. David yang pernah mengikuti pertukaran pelajar dan tinggal di Malang memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang cukup baik. Hal itu membuat sejumlah calon penonton Indonesia berani mendekati dan membantunya.
”Saya bahagia menghabiskan waktu di Jakarta. Cuaca dan makanannya cocok untuk saya,” ujar David. Dia mengatakan, berat badannya naik 2 kilogram saat berada di Jakarta selama dua minggu.
Hari itu ia sedang bahagia karena berhasil mendapatkan tiket taekwondo dan bulu tangkis. ”Saya suka melihat orang Indonesia bermain bulu tangkis. Kalian terkenal dalam hal itu,” lanjutnya.
Penonton Indonesia
Kesulitan saat membeli tiket tidak hanya dialami penonton asing. Warga Indonesia pun mengalami hal serupa. Tri Yulianto (21), warga Pringsewu, Lampung, mengeluhkan sulitnya mendapatkan tiket.
”Sistemnya enggak praktis. Kenapa enggak dibikin seperti sistem pembelian tiket kereta api atau pesawat yang jauh lebih mudah,” kata Tri.
Sistemnya enggak praktis. Kenapa enggak dibikin seperti sistem pembelian tiket kereta api atau pesawat yang jauh lebih mudah.
Pengalaman serupa dirasakan Ricky Jayakusli (65), warga Makassar. Ricky dan dua temannya kesulitan mendapatkan tiket menonton pertandingan renang. ”Sudah jauh-jauh sampai sini, pokoknya harus bisa nonton. Kalau terpaksa, kami rela bayar lebih mahal demi dapat tiket dari calo sekalipun,” ujar Ricky.
Antusiasme penonton Indonesia dan mancanegara untuk menonton pertandingan Asian Games cukup besar. Jangan sampai semangat yang besar itu mati hanya karena sistem penjualan tiket yang kisruh dan ruwet. Keterampilan komunikasi para relawan dan panitia penyelenggara juga perlu ditingkatkan agar penonton tidak menjadi bingung.
Penyampaian informasi cara pembelian tiket yang benar sangat penting untuk membantu penonton agar perjuangan mereka dari daerah atau bahkan luar Indonesia menuju Jakarta tidak menjadi sia-sia. Banyak dari penonton yang rela mengeluarkan uang lebih dan menempuh perjalanan jauh demi mendukung negara dan keluarganya berlaga di Asian Games 2018. (PANDU WIYOGA)