Demi Merah-Putih Terus Berkibar
Seperti Bung Karno yang tengah sakit malaria dan harus bangun untuk memproklamirkan Indonesia merdeka, Joni pun rela memanjat tiang bendera 23 meter agar Merah Putih tetap terus berkibar meskipun ia juga tengah sakit terbaring.
Alhamdulillah, bendera Republik Indonesia telah berkibar. Kalaupun diturunkan lagi, ini harus melalui mayat dari tujuh puluh dua juta bangsaku. Apapun yang terjadi, kami tak akan melupakan revolusi: sekali merdeka, tetap merdeka!"
Kalimat itu muncul di hati Soekarno sesaat setelah memproklamasikan Kemerdekaan RI di kediamannya di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta, 17 Agustus 1945, seperti ditulis Cindy Adams dalam Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat. Pemikiran Presiden pertama RI itu menunjukkan betapa pentingnya bendera Merah-Putih bagi bangsa Indonesia, juga bagi Soekarno.
Bung Karno--begitu sapaannya-- waktu itu, digambarkan tengah sakit malaria. Seperti ditulis buku tersebut, setelah beberapa hari tak tidur hingga mukanya pucat dan badannya menggigil--menyusul desakan pemuda agar segera memproklamasikan negaranya sampai dibawa ke Rengas Dengklok Karawang, menemui Kolonel Nishimura di Istana Gambir (kini Istana Merdeka), menyusun naskah Proklamasi-- Soekarno yang tidur hanya beberapa menit akhirnya harus dibangunkan karena ratusan warga dan pejuang sudah menunggu di luar rumahnya. Mereka menunggu Indonesia merdeka.
Didampingi Hatta yang menemuinya di kamar tidurnya setelah ditunggu, Bung Karno kemudian berpakaian untuk bersama-sama memproklamasikan Indonesia meski di bawah ancaman tentara pendudukan Jepang yang masih bertahan saat itu.
Pentingnya simbol kemerdekaan dengan bendera Merah-Putih, Soekarno sampai memberikan tugas khusus ke ajudannya, H Mutahar, menyelamatkan bendera pusaka saat Agresi Militer Belanda II 1948. Mutahar diminta menjaga bendera dengan nyawanya. Jangan sampai bendera pusaka, yang dijahit istrinya, Fatmawati, dan dikibarkan oleh perwira senior PETA, Latif Hendraningrat saat Proklamasi, jatuh ke tangan Jepang atau Belanda.
Bagi Soekarno, Merah Putih adalah segala-galanya. Setelah masuk ke Istana Merdeka 1949, Soekarno menyimpannya dalam kotak khusus yang ditutup kain berwarna keemasan. Kotak kayu itu disimpannya di lemari di samping tempat tidurnya di Istana Merdeka. Merah Putih itu baru dikeluarkan dari kotaknya setiap jelang 17 Agustus. Jika ada yang lapuk, Bung Karno memerintahkan untuk ditisik terlebih dahulu. (Bung Karno, Bapakku, Kawanku, Guruku, karya Guntur Soekarnoputra)
Meskipun sudah dilucuti kekuasaannya, Soekarno juga tetap menolak memberikan kunci ruangan tempat bendera pusaka disimpannya (Kompas, 12 Agustus 1967). Kotak berisi bendera pusaka baru diserahkan Soekarno ke empat panglima jelang upacara peringatan kemerdekaan ke-22 di sebuah rumah di bilangan Slipi (Kompas, 18 Agustus 1967).
Apapun taruhannya
Begitulah Soekarno memuliakan dan mengagungkan Merah-Putih. Rasa patriotisme serta semangat untuk memuliakan Merah-Putih rupanya tak pernah luntur meski kemerdekaan sudah 73 tahun. Kini, semangat itu ditunjukkan Yohanes Ande Kala, pelajar kelas VII SMP Negeri I Silawan, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Remaja yang akrab dipanggil Joni ini memanjat tiang bendera setinggi 23 meter untuk mengambil tali yang tersangkut di ujung tiang saat upacara Kemerdekaan ke-73 RI di Kabupaten Belu, NTT, Jumat (17/8/2018) lalu.
Insiden tali tersangkut membuat pengibaran bendera Merah-Putih tertunda. Padahal, Merah-Putih saat sudah dibentangkan petugas pengibar bendera. Joni, yang saat itu tengah tidur di UKS (Unit Kesehatan Siswa) karena sakit perut, berlari setelah mendengar Wakil Bupati Belu JT Ose Luan menanyakan kepada peserta yang bisa memanjat tiang bendera. "Saya dengar Bapak Wakil Bupati bilang, \'Siapa yang bisa panjat tiang?\' Saya langsung bangun, lari ke lapangan, naik tiang bendera," tuturnya saat ditanya Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/8/2018).
Meski sakit, Joni rela menantang bahaya. Memanjat tiang bendera, hanya untuk mengambil ujung tali yang tersangkut. Joni melupakan perutnya yang sakit, demi Merah-Putih bisa tetap berkibar.
Aksi spontanitas itu mengantarkan Joni bertemu Presiden Jokowi di Istana Negara, dan sejumlah pejabat lainnya di Jakarta. Joni, bahkan, mendapat tempat terbaik, duduk satu meja dengan Presiden Jokowi, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno untuk menikmati jamuan makan siang.
Kepala Negara pun memuji aksi Joni. Menurut dia, Joni menunjukkan keberanian serta pengorbanan tanpa pamrih. Hanya satu yang diinginkan Joni, Merah-Putih tetap berkibar di puncak tiang dalam upacara Hari Kemerdekaan. Seperti Soekarno yang tengah sakit dan harus memproklamirkan dan mempertahankan Merah Putih apapun taruhannya.
Selain Joni, ada pula 72 anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang kemarin diundang bersilaturahim dengan Presiden Jokowi dan Wapres Kalla. Berbulan-bulan, para remaja dari berbagai daerah berlatih keras agar Merah-Putih sukses berkibar pada upacara peringatan Kemerdekaan ke-73 RI di Istana Merdeka.
Kepada Joni, anggota Paskibraka, dan para Teladan Nasional, yang Senin siang kemarin hadir di Istana Negara, Presiden Jokowi menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Joni dan Paskibraka adalah sebuah kerja keras. Tanpa kerja keras, dan pengorbanan, Indonesia tak akan mampu bersaing, dan Merah Putih tak akan terus berkibar. (ANITA YOSSIHARA)