Orangtua Siswa Korban Kekerasan Senior Kesulitan Biayai Perawatan Anaknya
Oleh
Khaerudin
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS - RRW, siswa kelas X SMK PGRI 23 Srengseng Sawah Jakarta Selatan masih dirawat inap secara intensif pasca kekerasan oleh seniornya sepekan lalu. RRW mengaku masih tetap ingin bersekolah meski telah menjadi korban perundungan senior-seniornya. Orangtua RRW mengaku kesulitan membiayai perawatan kesehatan anaknya yang sempat diambil limpanya akibat kekerasan siswa senior tersebut.
"Dia tadi bilang kepada saya, dia masih mau sekolah di sekolah itu," kata ibunda RRW, Unah, yang ditemui di RS Grha Permata Ibu, Beji, Depok, Selasa (21/8/2018). Unah bersama suami tengah menjaga RRW yang saat ini masih harus menjalani perawatan intensif pasca operasi pengangkatan limpa, Kamis (16/8/2018).
RRW baru bersekolah kurang lebih sebulan, bersamaan dengan tahun ajaran 2018/2019. Sebelumnya, bungsu dari dua bersaudara tersebut bersekolah di Jayapura, Papua, selama setahun. Ia pindah dari Depok untuk mengikuti ayahnya yang bekerja sebagai pelatih tinju sementara waktu di Jayapura.
"Anak ini masih semangat mau belajar, tapi saat ini kondisinya lemah. Bahkan, tadi siang dia sempat kejang," lanjutnya. Menuturkan pernyataan dokter, Unah mengatakan bahwa saat ini RRW tidak boleh banyak berbicara dan kelelahan. Pengangkatan organ limpa membuat RRW rentan terkena infeksi.
Berdasarkan penyidikan Kepala Polsek Jagakarsa Komisaris Sujarwo, korban dianiaya tiga senior berinisial TA, K, dan A pada Selasa (14/8/2018). Unah menceritakan, pagi itu, RRW yang sedang beraktivitas di dalam kelas dipanggil seniornya ke kelas XI.
Korban diminta push up oleh pelaku. Tak hanya itu, ketiga kakak kelasnya itu juga menendang dan menginjak kepala korban. Setelah kejadian itu, Unah mengatakan bahwa permintaan maaf sempat diucapkan pelaku kepada korban.
"Seniornya minta maaf ke RRW. Katanya, dia juga pernah mendapat perlakuan sama dari kakak kelasnya dulu," cerita Unah yang kemudian tak bisa menahan air mata.
Pihak sekolah dan beberapa teman korban sudah datang menjenguk. Unah mengaku bingung berbuat apa atas kejadian yang menimpa anaknya. Orangtua pelaku saat ini masih melindungi anaknya dengan berbagai alasan. Di satu sisi, Unah kasihan dengan pelaku yang masih anak-anak. Namun, kondisi anaknya kini membuatnya khawatir dan dia sudah melaporkan perilaku atas anaknya kepada yang berwajib.
Unah dan suami juga harus menanggung biaya rawat inap sampai Rp 10 juta, yang baru mampu dibayar Rp 2 juta. Hal ini karena biaya kelebihan rawat inap di kelas 1 tidak ditanggung oleh Kartu Indonesia Sehat BPJS Kesehatan. Sementara itu, RRW belum bisa dipindah ke ruang rawat inap kelas 3 untuk mencegah penularan infeksi oleh pasien lain yang seruangan.
Tanggungan tersebut menjadi beban bagi keluarga korban yang berdomisili di Beji, Depok. Unah sehari-hari bekerja sebagai tukang jahit. Ayah korban Tepi Wanggai, mantan petinju nasional, saat ini sedang tidak bekerja. Sang kakak Imanuel Wanggai, mantan pesepakbola Persipura, sedang sibuk bekerja sambil kuliah.
Sekolah bungkam
Saat Kompas mengonfirmasi kejadian ke SMK PGRI 23, pihak sekolah bersepakat untuk tidak memberikan informasi pada media. Kepala sekolah yang ditemui memilih untuk menghindar dan menyampaikan keterangan pada salah satu staf Tata Usaha.
"Kami diminta untuk tidak memberikan pernyataan soal kasus ini oleh Polres Jakarta Selatan," kata staf tersebut.
Namun, beberapa siswi dari kelas XI dan XII yang sempat diwawancara mengatakan, tak mau bercerita soal detil perundungan yang terjadi di antara siswa senior dengan yuniornya. Menurut mereka, hubungan siswa yunior dengan senior secara umum biasa saja.
SMK PGRI 23 Srengseng Sawah berlokasi di Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Lokasi sekolah hanya sekitar 3 kilometer dari Universitas Indonesia dan sekitar 1 kilometer dari Kampung Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan.
Sekolah tersebut memiliki tiga lantai yang didominasi warna biru. Tiga lantai tersebut diisi kelas X hingga XII yang dibagi dalam tiga jurusan, yaitu teknik kendaraan ringan, rekayasa perangkat lunak, dan administrasi perkantoran. (ERIKA KURNIA)