Penanganan Bencana Diambil Alih Pusat
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah pusat mengambil alih tanggung jawab penanganan bencana gempa di Lombok, NTB. Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, TNI, serta Kepolisian RI menangani korban dan menyiapkan dana rehabilitasi area terdampak.
Perintah penanganan gempa itu akan dituangkan dalam Instruksi Presiden yang tengah disiapkan Istana. "Hari ini (Senin) sudah finalisasi rancangan Inpres, mudah-mudahan besok (Selasa) sudah naik ke Presiden," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung Wibowo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (20/8/2018).
Data terakhir BNPB, gempa bermagnitudo 6,9, di Lombok Timur, Sumbawa Besar, dan Sumbawa Barat, Minggu kemarin, menewaskan sepuluh orang dan melukai 24 orang. Dengan demikian, total korban meninggal sejak gempa 29 Juli lalu sebanyak 514 orang dan 1.054 orang terluka. Kerusakan bangunan mencapai puluhan ribu dan lebih dari 430 ribu orang mengungsi. Nilai kerugian ditaksir Rp 7,7 triliun.
Soal status penanganan gempa, Inpres takkan mengatur penetapan status sebagai bencana nasional. Inpres akan mengatur gempa Lombok ditangani khusus pemerintah pusat. "Penanganannya persis seperti bencana nasional," kata Pramono.
Sebelumnya, usai menerima kedatangan Perdana Menteri Korea Selatan Le Nak-yon di Istana Merdeka, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa status bukan paling penting, "Yang paling penting adalah penanganan langsung di lapangan.”
Penanganan langsung di lapangan yang dimaksud Presiden adalah bahwa pemerintah pusat akan memberikan dukungan dan bantuan sepenuhnya kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten. ”Dan, tentu saja paling penting adalah kepada masyarakat. Intinya ke sana,” kata Presiden.
Presiden mengatakan bahwa terus memantau perkembangan dampak bencana gemba bumi di Nusa Tenggara Barat (NTB). Atas gempa susulan yang terjadi lagi pada Minggu (19/08/2018), Presiden berencana akan kembali mengunjungi NTB. ”Saya akan atur lagi waktu untuk pergi ke Lombok dalam waktu dekat ini,” kata Presiden.
Ada sejumlah indikator sebuah bencana ditetapkan sebagai bencana nasional. Selain soal jumlah korban dan kerusakan, ada pertimbangan fungsi pemerintah daerah. Sejauh ini, pemerintah provinsi dan pemkab dinilai masih berfungsi.
Pemerintah tak ingin tergesa-gesa menetapkan bencana nasional, salah satunya mempertimbangkan dampak pariwisata di Tanah Air. "Begitu ditetapkan sebagai bencana nasional, seluruh Pulau Lombok itu akan tertutup bagi wisatawan. Kerugiannya akan lebih banyak," kata dia.
Gempa kembar
Gempa berkekuatan sama dalam waktu dekat di Lombok masih dipelajari. Lazimnya, gempa besar akan disusul gempa lebih kecil. Yang terjadi di Lombok dikenal sebagai gempa kembar.
“Dapat disimpulkan itu aktivitas ‘gempa baru’ yang berbeda dengan gempa M 7 dan susulannya sejak 5 Agustus 2018,” kata Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika Daryono.
Munculnya aktivitas gempa baru dengan pusat di ujung timur Pulau Lombok ini diduga karena dipicu oleh rangkaian gempa-gempa kuat sebelumnya, yaitu gempa berkekuatan M 6,4, M 7,0, M 6,3, dan M 5,9. “Menariknya, rekahan (rupture) batuan yang diciptakan kedua gempa tersebut masih terjadi pada satu sistem sesar yang sama yaitu masih dalam kerangka sistem Sesar Naik Flores, ini tempak jelas dari mekanisme pusat gempa yang terjadi,” kata Daryono.
Dalam ilmu gempa bumi atau seismologi, aktivitas kedua gempa kuat semacam ini, menurut Daryono, disebut sebagai “gempa kembar” (doublet earthquakes) mengingat kekuatannya tidak terpaut besar, lokasi dan kedalamannya yang berdekatan, serta terjadi dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama.
Namun, jika melihat banyaknya rangkaian gempa kuat yang terjadi, serangkaian gempa Lombok ini bisa juga disebut sebagai aktivitas “multi gempa” (multiplet earthquakes). Gempa kembar ini tergolong langka, dibandingkan dengan pola umumnya, yaitu gempa besar yang diikuti sejumlah gempa susulan. Apalagi dalam kasus gempa Lombok jarak pusat gempa dan waktunya relatif sangat dekat.
“Gempa-gempa berdekatan di lokasi berdekatan seperti di sesar naik utara Lombok kali ini sangat jarang. Kami belum menemukan padanannya yang persis,” kata ahli gempa Institut Teknologi Bandung (ITB) Irwan Meilano.
Selama ini, para ilmuwan kerap merujuk fenomena doublet erathquake pada gempa M 8,3 yang melanda Kepulauan Kuril, di antara Rusia dan Jepang, pada 15 November 2006 yang diikuti dengan gempa M 8,1 pada 13 Januari 2007. “Tidak sama persis, tetapi memang gempa Lombok ini bisa mirip dengan yang di Kuril,” kata Irwan.
Sementara itu, ahli gempa dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Danny Hilman Natadwidjaya mengatakan, doublet erathquakejuga pernah terjadi di Indonesia. “Dua gempa Singkarak pada 2007 itu juga tergolong doublet. Gempa pertama (M 6,1) di selatan Danau Singkarak dan yang kedua M (6,3) di utaranya dengan beda waktu tiga jaman. Sebelumnya, pada tahun 1927 di lokasi yang sama juga doubletjuga dengan beda waktu tujuh jam,” kata dia.
Gempa kembar ini, kata dia, terjadi dalam satu zona patahan yang terdiri dari banyak segmen yang memiliki bidang kuncian beda, namun berdekatan siklusnya. “Seperti di Lombok, siklus gempanya cenderung homogen. Satu jalur gempa yang segmennya besar dibagi menjadi tiga segmen, tengah, barat, timur. Semuanya terisi penuh. Satu lepas lainnya ikut lepas,” kata dia.
Menurut Danny, lebih berbahaya jika tiga segmen ini runtuh bersamaan sehingga bisa memicu gempa lebih besar. “Kalau runtuh bersamaan gempa Lombok bisa lebih dari M 8, tetapi karena dicicil jadi lebih kecil. Itu kalau bicara sisi positifnya, walaupun dampaknya kalau gempa beruntun seperti ini secara sosial bagi masyarakat juga berat,” kata dia.
Guncangan gempa di Lombok Timur itu membuat warga kembali mengungsi ke lapangan. “Sekarang rumah ambruk dan kami takut gempa lagi,” ucap Ari (23), warga Desa Sugihan, Sambelia.
Bila sebelumnya banyak warga masih berani tidur di teras rumah karena merasa bangunan masih kokoh, mulai kemarin mereka terpaksa membangun tenda di tempat terbuka. Kondisi itu rentan bagi mereka, karena panas di siang hari dan dingin saat malam tiba.
Gempa berkekuatan M 6,9 juga merusak sejumlah fasilitas di Pelabuhan Kayangan, Lombok Timur. Pelabuhan penyeberangan dari Pulau Lombok ke Sumbawa tersebut sempat ditutup selama 12 jam sejak Minggu malam hingga Senin siang.
Dari pantauan, Senin (20/8/2018), kerusakan terlihat di area parkir, bangunan ruang tunggu, dan dermaga 2. Kerusakan terparah tampak di area parkir pelabuhan yang retak memanjang dan sebagian permukaan tanahnya terangkat.
Kepala Balai Pengelola Tranportasi Darat Wilayah Bali dan NTB Agung Hartono mengungkapkan, hanya bus dan truk kecil yang untuk sementara diperbolehkan menyeberang dari pelabuhan ini menyusul kerusakan akibat gempa. “(Untuk kendaraan besar) ditunda dulu sampai ada hasil investigasi terhadap kerusakan tersebut,” kata Agung, di Pelabuhan Kayangan.
Dengan hanya mengoperasikan satu dermaga, Agung mengakui, jumlah kendaraan yang dapat melintas di Pelabuhan Kayangan dipastikan berkurang dari biasanya 90 perjalanan hanya menjadi 48 perjalanan.
Penutupan pelabuhan membuat kendaraan harus menunggu berjam-jam. Wildan (30), sopir truk yang hendak menyeberang ke Sumbawa harus menunggu dari pukul 04.00 sebelum akhirnya bisa masuk ke area pelabuhan dan antre ke kapal feri pada pukul 11.30. “Padahal, biasanya hanya 1 jam untuk antre masuk kapal,” ucap Wildan.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang NTB Wedha Magma Ardhi menambahkan, perlu ada evaluasi terhadap kerusakan yang terjadi di Pelabuhan Kayangan. Untuk area rusak perlu diberi garis polisi agar tidak dilewati warga karena berbahaya. “Untuk sementara perlu dilakukan penimbunan. Nanti perlu ada aspal ulang,” kata Wedha.
Pascagempa, Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Badjang menginstruksikan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah di Pemprov NTB tetap bekerja. Namun, seluruh SD-SMA akan diliburkan.
Menurut Zainul Majdi, sekolah diliburkan menyusul rangkaian gempa yang terjadi beruntun sehingga dikhawatirkan ada bangunan seolah yang rusak dan membahayakan keamanan siswa maupun guru. Selain itu, orang tua siswa juga berharap anaknya sekolah saat situasi sudah aman.
Gempa beruntun juga tidak memengaruhi aktivitas di Pemerintah Kota Mataram dalam memberikan pelayanan publik. Dinas/instansi yang awalnya menempati gedung sebagian terpaksa berkantor di bawah tenda yang dipasang di halaman kantor itu.
Di Jakarta, Kementerian Pariwisata kembali mengaktifkan Tourism Crisis Center (TCC) atau Pusat Krisis Pariwisata terkait gempa yang terjadi berturut-turut di Lombok pada Minggu malam (19/8/2018). "Sebenarnya saat ini posisi Lombok masih tanggap darurat untuk pemulihan setelah gempa tanggal 5 Agustus 2018 lalu. Sudah banyak wisatawan yang keluar dari Lombok, tetapi kami ingin memastikan kondisi keamanan di Lombok mengingat Lombok adalah destinasi prioritas," kata Menteri Pariwisata, Arief Yahya di Jakarta, Senin (20/8/2018).
Selain pelayanan informasi dan penanganan wisatawan, tugas utama TCC Kementerian Pariwisata (Kemenpar) adalah memantau atraksi wisata, amenitas, dan aksesibilitas.
Aksesibilitas menjadi fokus utama TCC Kemenpar sebagai fasilitas pendukung pergerakan wisman, seperti bandara, pelabuhan, dermaga, terminal bus, jalan, infrastruktur dasar, dan utilitas dasarnya.
(SYA/ZAK/RUL/LAS/INA/ AIK/E22/SEM/ARN)