JAKARTA, KOMPAS – Greenpeace Indonesia memasang poster raksasa di papan iklan di Jalan Jenderal Gatot Subroto dengan pesan “We breathe the same air”, Selasa (21/8/2018). Greenpeace ingin menunjukan kepada masyarakat khususnya pemerintah bahwa kualitas udara di Jakarta masuk ke dalam kategori tidak sehat dan membahayakan kesehatan.
Greenpeace Indonesia tidak hanya memasangan poster bergambar wajah menggunakan masker. Namun, mereka juga memasang angka untuk menunjukan indikator udara di Jakarta.
Melalui aplikasi airvisual.com, greenpeace Indonesia menunjukan data yang diolah dari stasiun pantau PM 2.5 di Jakarta pusat, pukul 07.00 mencapai 81.5 mikrogram per meter kubik (µg/m3) dengan Air Quality Index (AQI) 164.
Kualitas udara di Jakarta masuk ke dalam kategori tidak sehat dan membahayakan kesehatan.
Pada pukul 09.00 turun 68.6 µg/m3 dengan AQI 158. Pemantauan dan pemasangan angka yang dilakukan Greenpeace dari pukul 07.00 hingga pukul 18.00. Poster raksasa tersebut akan berada di Jenderal Gatot Subroto selama dua minggu.
Sedangkan data BMKG di wilayah Kemayoran pada pukul 10.00 konsentrasi partikulat PM 2.5 88.03 µg/m3 dan pukul 11.00 konsensentrasi partikulat PM 2.5 88.57µg/m3
Jika merujuk penetapan batas ambang sehat PM 2.5 maksimal 50 µg/m3 dari Pemerintah Indonesia, data greenpeace dan BMKG menunjukan kondisi udara di Jakarta masuk dalam kategori tidak sehat.
Juru kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Andriyanu mengatakan, pemerintah harus mencari solusi nyata, karena mata dunia sedang tertuju pada Indonesia sebagai penyelenggara pesta olahraga terbesar se-Asia.
Solusi menekan sumber polusi harus dilakukan dalam satu komando yang jelas, karena ini akan mencakup lintas Kementerian dan kepentingan, mulai dari permasalahan transportasi, industri sampai pembangkit yang harus dibatasi dan diatur secara ketat.
Kualitas udara yang buruk dapat membahayakan kesehatan warga dan meningkatkan risiko kematian dini. Partikel polutan yang paling berbahaya PM 2.5 dapat terhirup dan mengendap di organ pernapasan. Jika terpapar dalam jangka panjang, PM 2.5 dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut terutama bagi anak-anak, hingga kanker paru-paru.
Kualitas udara yang buruk dapat membahayakan kesehatan warga dan meningkatkan risiko kematian dini.
Selain itu, PM 2.5 dapat meningkatkan kadar racun dalam pembuluh darah yang dapat memicu stroke, penyakit kardiovaskular dan penyakit jantung lainnya, serta dapat membahayakan ibu hamil karena berpotensi menyerang janin.
“Ini adalah ancaman kesehatan nyata bagi semua orang, mulai dari balita, anak-anak, atlet dunia yang saat ini berkunjung ke Jakarta hingga jutaan pekerja yang setiap harinya hilir mudik di Jakarta. Ini adalah kepentingan kita bersama, akses terhadap udara bersih adalah hak hidup masyarakat,” kata Bondan.
Bondan menambahkan, buruknya kualitas udara di Jakarta salah satunya disebabkan oleh keberadaan 22 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam radius 100 kilometer dari Jakarta. Selain itu, juga pengaruh dari emisi transportasi jutaan kendaraan pribadi di Jakarta.
Penggambaran kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan wilayah tertentu masih mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 45 Tahun 1997 (mengenai Indeks Standar Pencemaran Udara) dan belum mencakup parameter PM 2.5.
Sedangkan ambang batas baku mutu PM 2.5 di udara ambien yang dihirup selama 24 jam tertuang di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 (65µg/m3). Ambang batas ini masih hampir 3 kali lebih lemah dibanding standar WHO (25µg/m3).
Bonda mengatakan, bahaya PM 2.5 dalam udara yang dihirup, sudah saatnya Indonesia mempunyai standar baku mutu PM 2.5 yang lebih ketat dan memprioritaskan penambahan stasiun pemantau udara yang juga mengukur angka PM 2.5.
Ia menambahkan, kajian ilmiah berupa Emission Inventory secara berkala sehingga keberhasilan kebijakan untuk memperbaiki kualitas udara dapat lebih terukur. Sumber polutan tidak berbatas teritori. Harus diperhitungkan sumber polusi bergerak dan tidak bergerak seperti industri dan pembangkit yang berlokasi di luar Jakarta tetapi menyumbang polusi signifikan sampai ke Jakarta.
Namun menurut Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Dasrul Chaniago mengatakan, kondisi udara di Jakarta masuk dalam kategori moderate (sedang). (AGUIDO ADRI)