Padi Reborn, Mengurai Pita Kusut
Band Padi tercatat sebagai salah satu band Indonesia yang penjualan albumnya di atas 1 juta keping. Tur panjang pun pernah mereka lakoni. Pada 2010, mereka memutuskan hiatus. Kejenuhan adalah salah satu faktornya. Kini, lima sekawan itu muncul lagi di tengah cepatnya perubahan di kancah musik dengan nama baru.
Bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan, 10 November 2017, gitaris Satriyo Yudi Wahono (Piyu) dan Ari Tri Sosianto, basis Rindra Risyanto Noor, drumer Surendro Prasetyo (Yoyo), serta vokalis Andi Fadly Arifuddin tampil bersama di sebuah panggung di Jakarta. Acara khusus itu menandakan lahirnya band ”baru tapi lama” bernama Padi Reborn.
Pentas itu juga menandakan akhir dari tujuh tahun masa rehat band Padi. Personelnya tidak pernah benar-benar berhenti bermusik. Piyu menjadi produser, juga mengeluarkan album solo. Fadly, Yoyo, dan Rindra membentuk band Musikimia dengan Ari berkutat di balik layarnya. Di posisi gitar, band itu dibantu Stephan Santoso, sound engineer langganan Padi.
Publik, terutama Sobat Padi, seperti tak terpuaskan. Nomor-nomor klasik, seperti ”Sobat”, ”Sesuatu yang Indah”, ”Menanti Sebuah Jawaban”, dan ”Mahadewi”, selalu dirindukan. Harapan agar band asal Surabaya ini bereuni selalu menggantung. Menjelang akhir 2017 itu, kerinduan itu mewujud. Namun, mereka tak mau sekadar memenuhi hasrat nostalgia.
”Ini bukan reuni. Kalau reuni itu kumpul-kumpul lagi setelah beberapa lama terpisah, lalu setelah itu kembali lagi masing-masing. Ini enggak. Kami reborn, atau lahir kembali. Kami punya rumah (Padi), kami kembali lagi ke situ dengan spirit baru,” kata Piyu.
”Spirit” yang dikatakan Piyu itulah yang menyatukan kembali kelimanya. Ada kerinduan dari masing-masing personel untuk lahir kembali, mentas dari kubangan problema hidup. Tiga dari lima anggota terbentur masalah kelanggengan rumah tangga. Ada juga yang terjerat narkotika. Mereka juga mengaku sempat jenuh menjalani konsekuensi ”pekerja” band—manggung, tur, dan latihan.
Perayaan atas kelahiran kembali itu coba mereka ceritakan lewat lagu baru ”Buka Hari Ini”. Ini adalah karya pertama mereka setelah vakum selama tujuh tahun. Mereka menjanjikan lagu itu akan dilepas tak lama lagi. Ada satu lagu baru lain yang sudah direkam, tetapi belum berjudul. Mereka mencanangkan membuat 11 lagu baru.
Lima sekawanan ini sempat berbincang-bincang mengenai masa vakum, makna kelahiran kembali, dan betapa mengejutkannya menjadi roker bapak-bapak. Urutan percakapan ditata kembali demi kenyamanan membaca. Berikut petikan wawancaranya.
Apa makna ”reborn” yang melekat di nama Padi bagi kalian?
Piyu: Ada spirit. Mungkin yang membedakan Padi sebelum vakum dan setelah vakum adalah spiritnya. Mudah-mudahan bisa tularkan itu ke Sobat Padi, dan orang-orang yang mendengarkan musiknya Padi. Spirit itu bukan hanya semangat bermusik, melainkan kita melewati banyak sekali perjalanan hidup, seperti roller coaster. Itu yang membuat semangat bahwa hidup itu asyik banget kalau kita benar-benar enjoy. Kita memulai Padi dari nol, lalu harus vakum, lalu mulai dari nol lagi. Semua aspek kehidupan bisa jadi seperti itu, bukan cuma urusan band saja. Ketika kita jatuh, pasti ada saatnya bisa bangkit lagi. Itu semangat yang kami tularkan.
Ari: Komitmen juga.
Fadly: Ada banyak faktor ya. Seperti kebijaksanaan, kami jauh lebih banyak belajar dari sebelumnya.
Rindra: Sebelumnya ada pro dan kontra dari Sobat Padi, ’Kenapa sih (namanya) harus ada reborn-nya’. Namun seperti ada (kuasa lain) yang ngatur gitu. Memang spiritnya ya itu: komitmen.
Piyu: Yang membedakan juga adalah ini bukan reuni. Kan ada band sembilan puluhan yang bereuni. Tapi kami stated bahwa ini bukan reuni. Kami reborn. Reuni itu kan kalau lama enggak ketemu, karena terpisah, kumpul beberapa tahun lagi. Setelah ngumpul-ngumpul pulang ke tempat masing-masing. Kalau ini enggak. Ibaratnya kami terlahir kembali. Kami punya rumah, kami harus masuk lagi ke situ dengan spirit dan semangat baru.
Ari: Kami sangat bersyukur bisa reborn. Itu semua karena Yang di Atas. Saya sendiri kusut banget, Padi juga kusut. Ya kusut, mbulet.
Yoyo: Ngelokor kayak pita kaset, ha-ha-ha....
Apa yang terlahir kembali?
Ari: Kami berterus terang saja bahwa ini start dari nol kita secara psikis, mental, dan finansial. Kami (pernah) drop semua itu. Kami jadi merasa bahwa itu perjalanan yang harus dilewati setiap manusia. Itu bukan sesuatu yang harus kami sesali; bukan alasan untuk berlama-lama terpuruk di situ. Spirit untuk reborn, itulah yang mau dibagikan kepada banyak orang, terutama ke orang-orang terdekat. Menginspirasi masyarakat banyak. Ya, reborn.
Yoyo: Selama tujuh tahun itu, kan, kita beberapa kali kumpul untuk membicarakan Padi bisa kembali lagi. Sampai pernah sewa studio, wis kita pokoke latihan lagi deh, yang penting ngumpul. Patungan lagi kita. Ngerasain itu lagi. Spirit itu benar-benar berangkat dari nol lagi. Patungan itu sebelum berkomitmen bareng-bareng kembali. Yang penting latihan dululah biar enggak terlalu lupa sama lagu-lagunya, dan menyambung chemistry lagi.
Piyu: Kalau lagi jatuh gimana sih. Tiga perlima anggota Padi itu kan mengalami krisis rumah tangga. Ada juga yang drugs problem. Semua itu pernah kami alami. Ya, mungkin enggak semua orang seperti kami. kami bersyukur banget bisa melewati hal-hal seperti itu. Mudah-mudahan menginspirasi banyak orang.
Rindra: Seperti dapat kesempatan kedua.
Piyu: Kesempatan kedua itu tidak semua orang bisa dapat.
Setelah berkumpul kembali, seperti apa kesibukan Padi Reborn sekarang?
Piyu: Kami sedang mengenalkan Padi Reborn. Sejak 10 November 2017 kami reborn, kami lebih banyak berkeliling, manggung. Bahkan, dulu waktu awal-awal itu kami langsung bikin tur kecil ke empat kota, yaitu Palembang, Makassar, Bandung, dan Yogyakarta. Waktu itu malah belum sempat ke media.
Fadly: Ada beberepa acara off air, rekaman. Terus kami sedang membangun usaha juga, usaha bersama-sama. Jadi, masih padat-padatnya. Kami bikin apparel (pakaian). Memang produk baru.
Yoyo: Ini, lho, yang saya pake ini Mas (menunjukkan kaus hitam bertuliskan ”Reborn” di pundak). Produknya seperti yang dipakai Rindra juga (menuding celana jins hitam). Sekalian aja jualannya. Pakai malu-malu, ha-ha-ha….
Fadly: Namanya (merek) Reborn, sesuai dengan Padi Reborn.
Sekarang ada musik baru, dan juga bisnis baru. Apa strateginya supaya bisa berjalan?
Fadly: Iya, ada strategi khususnya.
Rindra: Kami termasuk band yang paling sering rapat, ha-ha-ha....
Yoyo: Ha-ha-ha, ruappat terus….
Rindra: Ada rapat bulanan. Ada rapat kuartal (empat bulanan).
Yoyo: Mingguan juga ada, tapi biasanya itu tim produksi.
Apa yang dibahas?
Fadly: Ya, langkah ke depan. Misalnya ada tawaran dengan konsep baru, atau gimana begitu. Konsepnya betul-betul kami pikirkan.
Piyu: Terus kami review juga, apa yang sudah kami capai. Kemarin-kemarin bagaimana: ada kekurangan atau enggak. Review dari sisi manajemen, dari sisi kami juga. Apakah event yang kami ikutin itu menambah value atau enggak. Jadi review terus ke depannya seperti apa. Ya, hal-hal itu jadi lebih sering diomongkan.
Fadly: Di (band) Padi ini kami melihat bukan dari musik saja, tapi lebih utuh. Strategi-strategi yang dulu mungkin kami enggak mikir. Clothing itu dulu enggak kepikiran.
Ari: Kepikiran sih, cuma enggak dieksekusi.
Fadly: Iya. Kami beruntung karena manajemen kami semakin solid, jauh lebih rapi. Kami tidak terlalu ketat seperti corporate begitu, tapi dapat mengerti bagaimana bergerak bareng di suatu industri kreatif.
Rindra: Kami jadi lebih fokus di musiknya.
Apa yang membedakan ”Padi” dengan ”Padi Reborn”?
Ari: Yang paling utama sih di internal Padi berlima. Itu yang utama sih. Rasanya kembali ke start awal. Saya sendiri merasakan banget waktu kusut itu perasaan sound enggak enak terus. Sekarang, sound enggak enak jadi enak. Ha-ha-ha.…
Yoyo: Ujung-ujungnya tetep enggak enak. Ha-ha-ha....
Ari: Tapi banyak yang bilang langsung ’Beda ya Padi sekarang’. Padahal, lagunya sama, tapi lebih bertenaga.
Yoyo: Kami yang membawakan pun merasa begitu. Dulu kami seperti main sendiri-sendiri.
Rindra: Zaman pas mau vakum itu ya seperti begitu. Kami manggung tuh kayak kerja aja, enggak ada rasa ngeband-nya itu.
Fadly: Kebijaksanaan memang datangnya belakangan, ha-ha-ha….
Yoyo: Kalau di awal, pendaftaran! Ha-ha-ha.…
Tempo hari sempat main di We the Fest, festival dengan ragam musik modern dan penonton remaja. Apa alasannya?
Fadly: Kami mengenalkan Padi kepada generasi milenial. Kami mengetes musiknya Padi itu bisa, enggak, terkoneksi dengan mereka. Ternyata kami masih bagus koneksinya dengan generasi itu.
Yoyo: Kami justru kaget ternyata mereka ikut nyanyi gitu lho, dan mereka hafal lagunya. Sepertinya selama ini mendengar Padi, tetapi enggak pernah lihat wujudnya. Soalnya ada komentar, ’Lho ternyata udah tua-tua, ya’ ha-ha-ha-ha….
Fadly: Saya dipanggil Om.
Rindra: Itu tantangan bagi kami untuk kenalkan kepada generasi milenial. Ngeband di depan orang yang sudah tahu berbeda sensasinya dengan orang yang belum tahu. Energinya baru.
Apakah jadi lebih grogi main di depan penonton remaja?
Fadly: Iya, groginya lebih. Seperti pertama kali mengenalkan, ’Ini band Padi’.
Piyu: Itu salah satu contoh yang kami bahas di rapat. Kami review juga, segmen kita sampai seberapa sih. Segmen terbesar usia 25-34 tahun itu sekitar 70 persen. Tiga puluh persen itu umur 18-25 tahun. Ada yang 13-18 itu sedikit banget. Berarti kami masih bisa masuk di generasi milenial. Tapi yang utamanya ya umur 25-34 tahun. Itu segmen utamanya.
Apakah mau sering-sering main di acara bernuansa nostalgia?
Piyu: Enggak sih.
Rindra: Takutnya terkotak di situ.
Piyu: Masuk di pensi (pentas seni, yang biasa diselenggarakan anak sekolahan) juga senang. Sudah ada beberapa sekolah yang undang tahun ini.
Fadly: Itu jembatan, kan. Sekalian melihat bagaimana responsnya.
Dulu muncul dengan lagu ”Sobat”. Sekarang dengan nama baru, mau ada lagu baru. Apakah antusiasmenya masih seperti dulu?
Fadly: Perasaannya masih sama, fisiknya yang beda. Ha-ha-ha. Dulu mungkin menawarkan (lagunya) dengan semangat saja. Sekarang kami punya lebih banyak waktu untuk berdiskusi bagaimana caranya, tapi dengan semangat yang sama. Jauh lebih tertata.
Akan kembali ke label rekaman yang dulu?
Fadly: Sejauh ini kami sudah tidak dengan Sony (Sony Music Entertainment Indonesia). Cuma masih ada opsi yang harus kami lakukan, yaitu kalau bikin album baru, kami tawarkan dulu ke Sony. Sejauh ini belum ditawarkan karena pembuatannya masih dalam proses.
Sejauh mana progresnya?
Ari: Kami sudah rekaman dua lagu. Bulan puasa kemarin kami sengaja kosongin jadwal untuk menggarap materi. Dalam dua minggu itu terkumpul 11 lagu.
Rindra: Tapi belum berwujud demo, ya.
Ari: Tahun ini singel-nya bisa keluar.
Fadly: Judul singel-nya ”Buka Hari Ini”. Satu lagi belum ada judul. Liriknya sudah ada, judulnya belum.
”Buka Hari Ini” tentang apa?
Fadly: Tentang energi saja, sih. Mood booster gitu. Jadi, pagi-pagi orang dengar, udah dapat energinya. Temanya tentang itu, tentang membangunkan rasa ingin tahu. Ingin tahunya kita mencari ilmu, mencari mimpi. Semangat ’reborn’, lebih kurang ada di situ.
Rindra: Aransemen lagu lainnya belum fix.
Fadly: Kami kalau bikin aransemen seperti menajamkan pisau, trial and error. Kalau betul-betul dapat feel-nya, baru kita eksekusi dengan baik. Tidak rekaman pun kami masih tetap berdiskusi untuk bikin lagu ini jadi lebih tajam, supaya dapet semuanya. Kadar lirik, aransemen, dan notasi sama beratnya, tidak berat sebelah. Diskusinya langsung sambil pegang alat. Dari dulu memang begitu cara kami (menempa lagu).
Bagaimana proses latihan materi baru berlangsung?
Yoyo: Nah ini bagian Ari sebagai pimpro (pemimpin proyek).
Ari: Saya ditunjuk sebagai pimpro supaya enggak malas, ha-ha-ha….
Yoyo: Biar enggak nglumbruk-nglumbruk (teronggok seperti pakaian yang belum ditata), ha-ha-ha….
(Sebelumnya, peran ini diemban Piyu. Menurut Ari, penunjukannya sebagai pemimpin proyek adalah salah satu wujud kebaruan di tubuh Padi)
Ari: Saya bersyukur, prosesnya sangat cepat. Sebelas lagu terkumpul dalam tempo dua minggu itu sangat cepat, sih. Ini paling cepat. Timeline-nya, setelah kami rekaman dua lagu, nanti dikeluarkan secara bergantian secepatnya. Jadi akan ada singel pertama, singel kedua, singel ketiga, seterusnya sampai album. Ya, mungkin tidak sampai sepuluh singel juga.
Fadly: Setiap lagu kami perlakukan khusus seperti itu agar orang punya waktu untuk mendengar satu per satu. Ini salah satu perbaikan dari masa lalu.
Piyu: Rencananya, kami tetap mengeluarkan format fisik untuk album. Kalau yang singel format digital saja.
Ari: Albumnya tahun depanlah.
Kenapa harus mengeluarkan singel sedemikian banyak?
Ari: Untuk mengikuti zaman ya. Menurut saya, memang zamannya seperti ini sekarang, tanpa kami melupakan bikin album. Kami hanya ikuti kondisi dan kebutuhan dari si pendengar juga.
Piyu: Tuhannya orang sekarang tuh jempol. Kalau (lagunya) enggak enak, tinggal swipe (geser dengan jempol).
Ari: Saya sebenarnya masih betah dengar satu album. Kemarin baru saja dengar albumnya Leonard Cohen punya Fadly. Album klasik seperti itu ya betah. Tapi kalau yang terkini ya lebih enak dengar acak (random) ya. Lebih menghibur.
Piyu: Kondisi manusia sekarang beda dengan 20-30 tahun lalu. Sekarang orang itu sangat mobile. Mereka tidak bisa stay di satu tempat dan melakukan beberapa aktivitas di satu masa. Ketika di mobil orang enggak bisa konsentrasi denger album utuh. Jadi, dengarnya lagu acak saja, singel-singel. Kebutuhan orang seperti itu. Teknologi tidak bisa kita lawan, tapi bagaimana kita mengantisipasinya. Setiap perkembangan format, dulu kaset, lalu berubah ke CD, selalu ada pro-kontranya. Kalau sudah menyesuaikan, ya, fine-fine saja. Sekarang eranya digital, ya, kita harus mengikuti dengan cara seperti itu.
Kalau begitu, apa pentingnya membuat album utuh, apalagi dalam format fisik?
Piyu: Format fisik, CD, masih penting karena kami punya captive market yang jelas: Sobat Padi dan lainnya. Kembali lagi ke segmen kami, mereka yang beumur 25-34 tahun punya kecenderungan mengoleksi, entah itu kaset maupun CD. Kami menangkap itu juga.
Fadly: Banyak orang yang menganggap beli album itu seperti beli buku. Mereka masih menaruh album di rak seperti menaruh buku koleksi. Masih banyak yang seperti itu.
Sekarang anak sudah makin besar. Apakah siap menjalani konsekuensi kemungkinan tur panjang berbulan-bulan lagi?
Fadly: Mereka sudah mengerti sekarang. Justru kalau kita lama di rumah, bisa diusir. ’Bapak enggak kerja, ya?’ Ha-ha-ha… Anak-anak sekarang sudah lebih susah diajak keluar ikut turnya kita karena sudah punya kesibukan sendiri.
Ari: Anak-anak sekarang baru tahu bahwa Bapaknya itu anggota Padi. Dulu pada saat Padi aktif, kan, mereka masih anak balita, belum begitu paham. Sekarang sudah menginjak remaja, dan baru paham ’Oh iya, keren juga ya Bapak gue’. Atau ’Oh Bapaknya roker ternyata’, ha-ha-ha. Sekarang kami sudah bukan band kampus lagi, melainkan sudah jadi gentlemen band.