Pengusaha Keberatan dengan RUU Sumber Daya Air
JAKARTA, KOMPAS - Asosiasi Pengusaha Indonesia menilai pengelolaan air seharusnya terbuka bagi sektor swasta. Pemerintah dapat mengontrol pengelolaan air tersebut melalui perizinan.
"Jadi perizinan bisa dicabut kalau pihak swasta melakukan pengelolaan yang tidak baik," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani di Jakarta, Selasa (21/8/2018).
Hariyadi mengatakan hal tersebut pada konferensi pers Seminar Nasional bertajuk Peran Kebijakan dalam Menjaga Keseimbangan Fungsi Sosial dan Fungsi Ekonomi Sumber Daya Air (SDA).
Menurut Hariyadi, masalah pengelolaan SDA menjadi polemik saat Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang SDA. Aturan yang berlaku pun kembali ke UU 11/1974 tentang Pengairan.
Proses membuat UU baru tentang SDA saat ini sedang berjalan dan ditangani oleh pemerintah dan DPR. "Kami prihatin karena tidak dilibatkan dalam pembahasan tersebut. Bahkan Kementerian Perindustrian pun tidak masuk dalam tim yang akan membahas poin-poin materi UU yang baru disusun ini," katanya.
Apindo menilai ada beberapa hal yang tidak pas dalam materi rancangan UU SDA yang sedang disusun tersebut. RUU tersebut dinilai mencampuradukkan fungsi sosial dan fungsi ekonomi air.
Apindo khawatir BUMN, BUMD, dan Badan Usaha Milik Desa tidak memiliki cukup dana investasi dalam sistem penyediaan air. "Ada ketentuan kalau mereka tidak sanggup mengelola atau sumber dayanya terbatas baru diberikan kepada swasta. Kami khawatir ini akan menciptakan rente ekonomi baru dengan berbagai dalih," kata Hariyadi.
Ujung dari terciptanya rente baru adalah swasta dikondisikan menyediakan air bersih dalam biaya investasi jauh lebih mahal. Apindo juga mengkritik keharusan perusahaan menyediakan 10 persen laba bersih untuk dana konservasi air dan pengenaan bank garansi untuk penggunaan volume air yang dipakai.
"Ini menunjukkan perumus RUU ini tidak memahami masalah dan justru membuat ekonomi Indonesia menjadi tidak kompetitif," katanya.
Menurut Hariyadi, dampak terburuk bagi dunia usaha adalah beban biaya yang ditanggung perusahaan menjadi sangat besar. "Akan lebih parah lagi ketika teman-teman (pelaku usaha) ini akhirnya malas membikin industri di dalam negeri dan akhirnya memilih mengimpor saja," kata Hariyadi.
Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Wahyu Utomo mengatakan, saat ini penyusunan RUU SDA telah memasuki tahap pembahasan antara pemerintah dan DPR.
"Pemerintah masih membuka ruang, menerima masukan dari berbagai pihak, terkait RUU SDA," kata Wahyu Utomo saat membacakan pidato kunci dari Menko Perekonomian Darmin Nasution.
Dengan demikian, kebijakan yang dihasilkan tetap mengedepankan kehadiran negara dalam pengusahaan air, khususnya penyediaan air bersih bagi masyarakat dan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Selain itu juga memberikan perlindungan kepada badan usaha swasta untuk dapat menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia.
Dua sesi diskusi panel digelar pada seminar tersebut dengan menghadirkan perwakilan DPR RI, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perindustrian. Selain itu juga perwakilan Pengurus Besar Nahdlatul Utama, pengamat ekonomi, dan Center for Regulation, Policy, and Governance .
Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemy Francis dalam seminar tersebut menyebutkan sejumlah prinsip yang diperhatikan dalam menyelenggarakan penggunaan SDA untuk kebutuhan usaha. "Pertama adalah tidak mengganggu, mengesampingkan, dan meniadakan hak rakyat atas air," kata Fary.
Selain itu juga prinsip perlindungan negara terhadap hak rakyat atas air dan kelestarian lingkungan hidup sebagai salah satu hak asasi manusia. Pengawasan dan pengendalian oleh Negara atas air pun bersifat mutlak.
Prioritas utama penggunaan SDA untuk kegiatan usaha diberikan kepada BUMN, BUMD, atau BUMDes. Izin penggunaan SDA untuk kegiatan usaha dapat diberikan kepada pihak swasta setelah prinsip-prinsip tersebut dipenuhi dan masih terdapat ketersediaan air. "Kalau memang teman-teman Apindo perlu beraudiensi dengan komisi V, kami siap menerima," kata Fary.