JAKARTA, KOMPAS – Aktivitas fisik pada anak, selain menyehatkan, juga dapat meningkatkan performa akademik dan kemampuan belajar anak. Namun, pentingnya aktivitas fisik pada anak di sekolah belum disadari. Aktivitas fisik pada anak masih kurang, bahkan pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan di sekolah tidak dikembangkan optimal.
Aktivitas fisik anak sekolah bisa dilakukan dengan mengoptimalkan jam bermain, pelajaran olahraga, dan juga gerak ringan sebelum mulai pelajaran dan di sela-sela jam pelajaran. Selain itu, butuh juga keberlanjutan aktivitas fisik di rumah. Bagi anak sekolah, terutama usia SD, ada empat gerakan dasar yang penting, yakni 4L. Anak-anak perlu dibiasakan untuk melakukan lompat, loncat, lari, dan lempar.
"Permainan tradisional banyak yang menuntut aktivitas fisik 4L yang bisa dilakukan di sekolah," kata Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga, Kementerian Kesehatan, Kartini Rustandi, dalam lokakarya Kebutuhan Integrasi Aktivitas Fisik di Kelas untuk Membentuk Anak Indonesia Sehat dan Cerdas yang dilakukan Departemen Fisiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), di Jakarta, Kamis (23/8/2018).
Narasumber lainnya dalam acara tersebut adalah Susianti Sufyadi dari Subdirektorat Kurikulum, Direktorat Pembinaan SD, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Koordinator Pengabdian Masyarakat, Departemen Fisiologi FKUI Nurul Paramita.
Acara yang dibuka Wakil Dekan I FKUI Dwiana Ocviyanti dan Ketua Departemen Fisiologi FKUI Dewi Irawati ini dihadiri pimpinan sekolah, guru, dan guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (PJOK) dari berbagai SD di Jakarta. Program ini bagian dari pengabdian masyarakat Departemen Fisiologi FKUI.
Kurikulum sekolah
Kartini mengatakan membiasakan anak bergerak penting untuk kesehatan. Anak yang sehat dan bugar akan mampu berprestasi baik di sekolah. Sebab, otak mudah menerima pelajaran, mata tidak mengantuk, daya tahan tubuh lebih kuat.
Menurut Kartini, mendorong perilaku anak untuk memiliki aktivitas fisik yang optimal merupakan salah satu faktor untuk mencegah munculnya penyakit tidak menular. Meningkatkan aktivitas fisik juga bagian dari gerakan nasional hidup sehat, selain makan sayur dan buah (diet seimbang), dan deteksi dini.
Susianti mengatakan, aktivitas fisik di sekolah sebenarnya sudah diakomodasi di kurikulum lewat mata pelajaran PJOK dan di luar kurikulum seperti ekstrakurikuler. Namun, mata pelajaran PJOK belum dianggap penting sehingga tidak mendapat dukungan optimal.
"Dampak (pelajaran PJOK) yang dirasakan pada anak tidak terlihat langsung. Sekolah dan masyarakat umumnya lebih suka yang terlihat langsung seperti prestasi," kata Susianti.
Dari kajian di sejumlah SD di Kota Bandung, Jawa Barat, katanya, pembelajaran PJOK tak direncanakan dengan baik. Para guru kurang informasi terbaru dalam perkembangan ilmu yang diampunya ini. "Pelajaran PJOK akhirnya asal dengan aktivitas fisik saja. Padahal jika direncanakan dengan baik, guru bisa menjelaskan manfaat dari tiap gerakan," ujar Susianti.
Susianti mencontohkan, para siswa di SD diajarkan cara berjalan yang baik dan duduk yang baik. Namun, hal penting ini hanya dipraktikkan di mata pelajaran PJOK, tidak dikomunikasikan atau ditindaklanjuti dengan guru kelas maupun orangtua.
"Kesadaran dari para guru, utamanya PJOK, bahwa aktivitas fisik bagi siswa SD penting harus diperkuat. Khusus bagi para guru PJOK perlu dukungan untuk peningkatan kompetensi sehingga dapat memberikan materi yang sesui kebutuhan anak," jelas Susianti.
Kemampuan akademik
Nurul mengatakan aktivitas fisik bagi anak sekolah penting untuk kesehatan fisik dan mental. Tak kalah penting berdampak pada akademik yakni meningkatkan kemampuan anak dalam konsentrasi, atensi, dan daya ingat.
Dia mengatakan, anak dan remaja minimal perlu 60 menit aktivitas fisik tiap hari. Ini bisa dilakukan minimal tiga hari dalam seminggu, meliputi aktivitas aerobik, penguatan otot, dan penguatan tulang. "Kami berharap ini bisa mulai dilakukan di sekolah-sekolah secara rutin," kata Nurul.
Menurut Nurul, aktivitas fisik pada anak masih kurang. Karena itu, pihaknya hendak mengembangkan program aktivitas fisik berbasis sekolah. Aktivitasnya meliputi pendidikan jasmani yang berkualitas, periode istirahat rutin, periode istirahat untuk beraktivitas sepanjang hari, kegiatan olahraga intramural, kegiatan olahraga antarsekolah, program berjalan dan bersepeda ke sekolah, keterlibatan dan kesejahteraan staf, serta partisipasi keluarga dan komunitas.
Nurul mengatakan sekolah adalah tempat seorang anak menghabiskan sebagian besar waktunya, sehingga memegang peran yang sangat penting untuk menumbuhkan minat dan kebiasaan hidup aktif sejak usia dini. Sekolah sangat berpotensi menjadi lahan bagi anak untuk melakukan aktivitas fisik, mempelajari berbagai keterampilan serta mengembangkan perilaku yang dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial.
Intervensi aktivitas fisik berbasis sekolah dapat menjadi cara yang baik dan efektif untuk menurunkan tingkat aktivitas fisik yang rendah. Kemajuan teknologi dan kemudahan yang menyertainya, menjadi tantangan utama yang menyebabkan turunnya aktivitas fisik masyarakat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Data WHO menunjukkan bahwa sebagian besar anak belum memenuhi rekomendasi aktivitas fisik yang ditetapkan, yaitu minimal 60 menit aktivitas fisik aerobik intensitas sedang atau berat setiap hari.
Hingga kini, belum ada data pasti mengenai tingkat aktivitas fisik anak Indonesia. Menanggapi pentingnya ketersediaan data tersebut, Departemen Fisiologi Kedokteran FKUI melakukan pengambilan data mengenai tingkat aktivitas fisik pada siswa Sekolah Dasar (SD) kelas 4 dan kelas 5 sejak tahun
2017. Pengambilan data ini merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat melalui sumber dana hibah Pengabdian Masyarakat skema Ilmu Pengetahuan Teknologi & Seni (Ipteks) dari Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI.
Hasil dari pengambilan data tersebut menunjukkan bahwa tingkat aktivitas fisik siswa masih kurang. Berangkat dari data tersebut, kegiatan lokakarya ini diadakan dengan tujuan untuk melakukan kajian terhadap kebutuhan integrasi aktivitas fisik di kelas sebagai upaya meningkatkan kecukupan aktivitas fisik anak usia sekolah.