Kegiatan Belajar Mendesak Segera Dimulai
MATARAM, KOMPAS Kegiatan belajar mengajar pada daerah gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat, masih terhenti sejak wilayah itu dilanda gempa berkekuatan Magnitudo 7,0 pada 5 Agustus 2018. Jumlah tenda untuk sekolah darurat yang dibangun pun jauh dari kebutuhan. Padahal, kegiatan sekolah itu penting sehingga bisa mengurangi trauma anak.
Pemantauan Kompas pada sejumlah tempat di Kabupaten Lombok Utara, Lombok Timur, dan Lombok Barat, sekolah-sekolah masih diliburkan. Sebagian besar gedung sekolah rusak berat. Puing-puing reruntuhan bangunan belum diketahui kapan akan dibersihkan.
Orangtua siswa mengharapkan masa liburan anak sekolah segera diakhiri. Mereka harus memulai pelajaran sehingga bisa menghilangkan kejenuhan selama berada di lokasi pengungsian. ”Kami senang sekali kalau anak-anak ini mulai bersekolah. Lebih cepat lebih baik. Mereka juga perlu main bersama teman-temannya. Namun, kalau bisa, dibangunkan sekolah darurat dari terpal yang besar untuk kegiatan belajar mengajar,” ujar Suharni (30), ibu dari Tania (9), murid kelas III SDN 3 Malaka, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Kamis (23/8/2018).
Lety (14), pelajar kelas IX SMPN 1 Gangga, mengakui, aktivitas di sekolahnya sudah terlalu lama terhenti karena sebagian bangunan sekolah rusak. Belum ada informasi kapan kegiatan belajar mengajar dimulai di sekolahnya. ”Kalau kelamaan tidak sekolah, takut ketinggalan pelajaran,” ucap Lety yang tinggal di Genggelang, Kecamatan Gangga, Lombok Utara.
Pelaksana Harian Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB Sukran mengakui, kegiatan sekolah di wilayah terkena gempa dan lokasi pengungsian belum berjalan. Dia juga belum mengetahui persis kapan sekolah darurat bisa dilakukan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mendirikan 60 tenda untuk sekolah darurat di beberapa lokasi di NTB. Namun, jumlah itu masih jauh dari kebutuhan, yakni 754 tenda. Adapun jumlah kelas yang rusak berat akibat gempa Lombok mencapai 1.778 unit.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah masih terus menyuplai tenda yang dibutuhkan untuk sekolah darurat sambil menunggu sekolah permanen rampung dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Bangunan sekolah permanen ditargetkan rampung satu tahun. ”Jumlah sekolah yang rusak berat dan ringan masih terus diverifikasi,” ujar Muhadjir.
Muhadjir menjelaskan, sekolah darurat yang disiapkan pemerintah di dalam tenda akan berlangsung enam bulan. Guru-guru juga akan diterjunkan untuk pendidikan darurat. ”Bangunan sekolah yang rusak berat akan dirobohkan terlebih dulu, lalu dibangun kembali dengan rancangan bangunan tahan gempa,” kata Muhadjir.
Berdasarkan data Kemdikbud hingga Senin (20/8), terdapat 859 gedung sekolah dari jenjang pendidikan usia dini hingga menengah atas yang rusak terkena gempa. Dari jumlah itu, 845 sekolah rusak ada di NTB dan 14 sekolah di Bali.
Disiapkan Rp 4 triliun
Presiden Joko Widodo menegaskan komitmennya menangani bencana gempa di Lombok secara serius. Meski bukan berstatus bencana nasional, penanganannya sesuai standar nasional. Selain memberikan kewenangan kepada kementerian/lembaga untuk berkoordinasi melakukan rehabilitasi-rekonstruksi, pemerintah juga mengalokasikan anggaran lebih dari Rp 4 triliun.
Menjawab pers di Jakarta, Presiden Joko Widodo menyatakan sudah menandatangani instruksi presiden (inpres) tentang penanganan dampak gempa bumi di NTB. Dengan payung hukum ini, pemerintah pusat melalui kementerian dan lembaga negara lebih leluasa menangani dampak bencana bersama dengan pemerintah daerah. ”Berarti yang berada di lapangan, kementerian dan lembaga, memiliki payung hukum untuk pelaksanaan di lapangan,” kata Presiden.
Menurut Presiden, terpenting penanganan telah dilakukan bersama oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten. Hal ini dilakukan mulai dari fase tanggap darurat hingga akan dilanjutkan pada fase rehabilitasi dan rekonstruksi.
Salah satu aspek terkait tahap rehabilitasi dan rekonstruksi adalah penyaluran dana bantuan pembangunan bagi rumah rusak. Dana dari pemerintah pusat
Rp 50 juta per unit untuk rumah kategori rusak berat, Rp 25 juta per unit untuk rumah rusak sedang, dan Rp 10 juta per unit untuk rumah rusak ringan. Data sementara, 34.074 rumah rusak berat, 2.584 rumah rusak sedang, dan 35.594 rumah rusak ringan.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung menambahkan, inpres itu masih diundangkan. Inpres tersebut berisi perintah kepada Menteri PUPR untuk menjadi koordinator dibantu institusi TNI/Polri dan BNPB untuk segera merehabilitasi dan mengembalikan fungsi fasilitas utama yang rusak. ”Penanganannya sepenuhnya seperti bencana nasional. Sepenuhnya,” ujar Pramono.
Rehabilitasi rumah dan fasilitas umum yang rusak bisa dimulai begitu masa tanggap darurat selesai. ”Lusa (Sabtu) kita mulai tahap rehabilitasi, mulai persiapan, dan sejauh ini kita sudah mengalokasikan anggaran awal Rp 1 triliun,” ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Kemarin, Kodam III Siliwangi mengirimkan bantuan total Rp 1 miliar bagi korban di Pulau Lombok. Bantuan itu berupa uang tunai Rp 500 juta dan barang, seperti beras 6,3 ton, mi instan, pakaian, selimut, paket kebutuhan bahan pokok, serta 20 tenda dan terpal. ”Warga Lombok saat ini sangat membutuhkan terpal atau tenda. Informasi yang saya terima, di Lombok membutuhkan sekitar 60.000 tenda. Karena itu, bantuan uang tunai ini diharapkan bisa diprioritaskan untuk pengadaan tenda,” kata Panglima Kodam Siliwangi Mayjen Besar Harto Karyawan.
Berdasarkan data BMKG, sejak gempa Lombok berkekuatan M 6,9 pada 19 Agustus 2018 hingga 23 Agustus 2018 pukul 15.00 Wita, telah terjadi 268 gempa susulan dan 15 di antaranya dirasakan. ”Kekuatan dan frekuensi gempa cenderung mengecil. Semoga kali ini sudah lebih stabil dan tidak ada gempa besar lagi,” kata Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono. Namun, dia pun tidak bisa memastikan apakah masih ada potensi gempa atau tidak.
(ILO/ZAK/SYA/RUL/WEN/SEM/COK/NTA/LAS/INA/AIK/ICH)