BRISBANE, KOMPAS Mantan Menteri Dalam Negeri Australia Peter Dutton kembali menantang Perdana Menteri Malcolm Turnbull. Kamis (23/8/2018) pagi di Canberra, Dutton meminta diadakan rapat internal partai (leadership spill) untuk memilih ketua Partai Nasional Liberal (LNP) yang baru dengan alasan ia sudah mempunyai cukup pendukung untuk mengalahkan Turnbull.
Beberapa jam setelah menolak permintaan Dutton, Turnbull kemudian menerimanya dengan syarat Dutton harus membuat daftar tanda tangan pendukungnya, Jumat (24/8) siang. Apabila jumlah pendukung mencapai 43, syarat minimal untuk menang, rapat akan digelar dan ia sendiri tidak akan ikut dalam kontes kepemimpinan itu dan akan keluar dari parlemen. Karena tidak ada patokan angka jumlah pendukung untuk mengadakan rapat, syarat yang diajukan Turnbull dilihat sebagai taktik untuk mengulur waktu.
”Sudah saya katakan, saya yakin mantan perdana menteri sebaiknya tidak menjadi anggota parlemen lagi. Saya kira tidak banyak bukti yang bisa membantah pernyataan itu,” ujar Turnbull yang secara tidak langsung merujuk pada Tony Abbott.
”Sekelompok kecil orang di dalam partai, didukung oleh yang lain di luar parlemen untuk melancarkan perundungan, intimidasi untuk pergantian kepemimpinan,” kata Turnbull.
Abbott dikenal sebagai pengkritik utama Turnbull. Para analis menduga serangan yang kadang seperti membabi buta terhadap kebijakan Turnbull bersumber pada kekecewaan Abbott yang dijatuhkan oleh Turnbull pada tahun 2015 dalam sebuah rapat internal partai.
Turnbull juga meminta agar Jaksa Agung Muda (Solicitor General) memeriksa apakah Dutton memenuhi syarat untuk mengikuti kontes kepemimpinan menyusul kecurigaan yang menjadi viral bahwa Dutton mempunyai beberapa child care (rumah asuh untuk anak), perusahaan yang mendapat bantuan dari pemerintah. Jika ini terbukti, Dutton bisa didiskualifikasi karena masalah konflik kepentingan.
”Saya tidak bisa lebih menekankan lagi, betapa penting seseorang yang ingin menjadi perdana menteri Australia memenuhi syarat untuk menjadi anggota parlemen,” kata Turnbull, Kamis, seperti dikutip ABC.
Jika rapat jadi digelar besok, maka itu menjadi kali kedua dalam seminggu. Dalam rapat pertama, Selasa lalu, Dutton dikalahkan Turnbull dengan skor suara 35 lawan 48. Dutton langsung mengundurkan diri sebagai menteri, tetapi tetap menjadi anggota parlemen.
Pada Kamis siang, tiga menteri mengundurkan diri, yakni Menteri Keuangan Mathias Cormann, Menteri Komunikasi Mitch Fifield, dan Menteri Urusan Pekerjaan Michaelia Cash. Cormann, yang dikenal sebagai pendukung setia Turnbull, sehari sebelumnya masih menyatakan mendukung Turnbull.
Alasannya, Turnbull tidak lagi didukung oleh mayoritas anggota Partai Liberal. Tindakan ketiga menteri ini memicu menteri-menteri lain untuk mundur.
Walaupun rapat internal belum tentu berlangsung, beberapa pemimpin sudah mengajukan diri, termasuk Bendahara (Treasurer) Scott Morrison, Menteri Luar Negeri Julie Bishop, dan mungkin juga mantan PM Abbott. Morrison dikenal sebagai pendukung setia Turnbull.
Menteri Urusan Manula Ken Wyatt mengatakan kepada ABC, ia mungkin akan menolak bekerja sebagai menteri di bawah Dutton. Dutton memboikot permintaan maaf kepada Generasi yang Tercabik (Stolen Generations) dari suku Aborigin. Wyatt adalah anggota Aborigin pertama di Majelis Rendah.
”Saya akan benar-benar mempertimbangkan posisi saya,” ujar Wyatt kepada Radio 6PR di Perth, Australia Barat.
Sidang
Gedung parlemen di Canberra seolah bergoyang ditimpali aktivitas politisi yang tinggi sepanjang Kamis, terlebih setelah sepuluh menteri Turnbull menyeberang ke kubu Dutton. Menilik krisis pemerintahan yang terjadi, Menteri Industri Pertahanan Christopher Pyne mengajukan usul kontroversial, yaitu mengakhiri sidang sebelum waktunya.
Permintaan ini dipenuhi ketua sidang. Kubu oposisi meradang. ”Seperti saya bilang hari Selasa, pemerintahan ini sudah kehilangan kemauan untuk hidup,” ujar pemimpin oposisi Bill Shorten.
Pengamat memberikan tanggapan beragam tentang kejadian Kamis itu. Senator Linda Reynolds dari West Australia mengaku prihatin.
”Saya tak mengenali partai saya sendiri sekarang ini. Saya tidak mengenali nilai-nilainya. Saya tidak mengenali perundungan dan intimidasi yang terus-menerus,” kata Reynolds. ”Apa pun yang akan terjadi besok, hari ini adalah hari yang menyedihkan buat partai saya dan negara kami,” ujarnya, seperti dikutip ABC.