DEPOK, KOMPAS — Hampir sepuluh tahun tuntutan penanganan dampak lingkungan akibat Tempat Pembuangan Akhir Cipayung tidak ditanggapi pemerintah, warga Kelurahan Pasir Putih, Sawangan, Depok, Jawa Barat, mengambil jalur hukum. Warga menuntut kejelasan aturan pengembangan daerah itu dan kompensasi atas dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Sidang perdana dengan agenda pemeriksaan perkara perdata akan dilakukan di Pengadilan Negeri Kota Depok, Senin (27/8/2018). Achmad Faisal, kuasa hukum warga korban TPA Cipayung, siap menyerahkan kelengkapan dokumen gugatan ke pengadilan.
”Kami akan menyoroti aturan-aturan yang ditetapkan Pemerintah Kota Depok, seperti aturan daerah penyangga, amdal, dan kajian akademisnya,” kata Faisal yang dihubungi pada Kamis (23/8/2018).
Aturan yang digugat warga Kelurahan Pasir Putih antara lain perluasan TPA Cipayung dan pembangunan TPA Pasir Putih yang tertulis pada Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok 2012 Pasal 32 Ayat 5.
Kuasa hukum juga menggugat Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang dan Wilayah Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2012-2031 Pasal 64 Ayat 1 Huruf O dan p. Pasal itu antara lain menyebutkan pembangunan kawasan penyanggah (buffer zone) di TPA Cipayung dan TPA Pasir Putih sejauh 100 meter.
TPA Cipayung terletak di Kecamatan Cipayung, Depok. TPA ini berbatasan dengan Sungai Pesanggrahan yang melintang di utara-selatan Kota Depok. Menurut data Dinas Lingkungan Hidup Kota Depok, TPA seluas 10,8 hektar tersebut menampung 640-700 ton sampah per hari dari seluruh kota.
Jumlah sampah di TPA yang terus bertambah memicu bau tak sedap di sekitar perumahan warga Pasir Putih. Bau tersebut dikatakan lebih menyengat ketika hujan. Tak hanya pencemaran udara, pencemaran air juga menjadi keluhan warga sekitar. Hal ini diungkapkan Suparno, tokoh masyarakat dari RT 004 RW 002 Kelurahan Pasir Putih.
Meningkatnya jumlah sampah dibandingkan luas TPA menyebabkan lokasi penampungan sampah bergeser mendekati permukiman di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Depok. Menurut Suparno, TPA telah meluas hingga 90 meter.
Sementara itu, jarak antara tumpukan sampah dan permukiman hanya 100 meter. Hal itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No 81 Tahun 2012 tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga Pasal 23 Ayat 3 Huruf e.
Tak hanya itu, menyempitnya lebar dan kedalaman Sungai Pesanggrahan kerap memicu banjir dan longsor. ”Daerah permukiman sini sering alami banjir. Bahkan pernah ada korban meninggal karena terbawa arus sungai yang menyempit,” kata Suparno yang telah menetap di Kelurahan Pasir Putih sejak 1997.
Koordinator warga korban TPA Cipayung Bambang Sutrisno mengatakan, atas dasar aturan tersebut, mereka mengumpulkan warga untuk menyerahkan perkara tersebut ke hukum. Ratusan warga dari RT 001, RT 003, dan RT 006 di RW 004 dan RT 004 RW 002 mewakili gugatan tersebut.
”Ini jalan terakhir yang akan kami tempuh. Seandainya pemerintah mau melakukan sosialisasi atas aturan apa pun dan bisa diajak berdialog, kami tidak akan mau menuntut secara hukum,” ujar Bambang saat ditemui Kompas di Kelurahan Pasir Putih, Sawangan, Depok.
Dia dan beberapa tokoh masyarakat mengupayakan ini tanpa bantuan birokrat, dari kepala RT sampai Lurah Pasir Putih. ”Yang kami permasalahkan adalah pemenuhan persyaratan normatif atas keberadaan TPA,” katanya.
Menurut Bambang, pembukaan lahan TPA tidak disosialisasikan secara baik oleh pemerintah sejak awal. Demikian juga dengan kejelasan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan rencana pelebaran kawasan tersebut untuk memperluas zona penyangga.
Bambang Sutrisno, warga RT 004 RW 002 Kelurahan Pasir Putih, Sawangan, Depok, tengah menunjukkan dampak lingkungan di sekitar TPA Cipayung, Depok, Jawa Barat, Kamis (23/8/2018). Pria yanng tinggal sekitar 100 meter dari TPA menjadi koordinator warga korban TPA Cipayung yang kini mengambil langkah hukum untuk menuntut Pemerintah Kota Depok. Erika Kurnia untuk Kompas.
Upaya dinas lingkungan
Pemkot Depok yang diwakili Dinas Lingkungan Hidup mengatakan sudah melakukan berbagai upaya dan rencana untuk mengendalikan dampak lingkungan dari sampah di TPA Cipayung yang saat ini sudah menumpuk hingga 1.280 ton.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok Etty Suryahati mengatakan, revitalisasi TPA Cipayung sebagai program jangka pendek telah dalam proses. Program tersebut akan dilakukan dengan menutup sampah yang ada dengan bahan material penutup atau mengolahnya dengan metode landfill mining.
Dinas Lingkungan Hidup Depok juga mengupayakan pembebasan 6 hektar lahan untuk memperluas zona penyangga pada 2016. Namun, upaya tersebut sulit dilakukan kembali karena terbatasnya lahan. (Erika Kurnia)