Presiden Joko Widodo mengingatkan, aset terbesar bangsa Indonesia adalah kerukunan, persaudaraan, dan persatuan yang tumbuh di tengah keberagaman. Hal itu harus terus dirawat dan dijaga.
JAKARTA, KOMPAS - Presiden Joko Widodo kembali mengingatkan pentingnya merawat kerukunan, persaudaraan, dan persatuan antar-umat beragama. Perbedaan suku, agama, ras, dan golongan jangan diperuncing, apalagi sampai menyebabkan gesekan sosial.
Peringatan itu disampaikan Presiden Jokowi seusai bersilaturahim dengan jajaran pengurus Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) di Kantor KWI, Menteng, Jakarta, Jumat (24/8/2018) pagi. ”Di dalam pertemuan, saya sampaikan, dengan keragaman agama, suku, adat, dan tradisi yang ada, kita harus terus merawat persaudaraan dan persatuan,” tutur Presiden.
Presiden bersilaturahim ke KWI didampingi oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Rombongan Presiden disambut langsung oleh Ketua Presidium KWI Mgr Ignatius Suharyo dan Sekretaris Jenderal KWI Mgr Antonius Subianto Bunyamin.
Pesan tentang pentingnya menjaga kerukunan juga disampaikan Presiden saat membuka Kongres II Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) di Istana Negara, Jakarta, kemarin siang. Presiden menyampaikan bahwa aset terbesar bangsa Indonesia adalah kerukunan, persaudaraan, dan persatuan di tengah keragaman agama, suku, dan tradisi.
”Inilah yang kami harapkan kepada NU, merawat ukhuwah islamiah dan ukhuwah wathaniyah karena itu aset terbesar kita,” tuturnya.
Pesan untuk terus menjaga kerukunan dan persatuan ini disampaikan Presiden di tengah munculnya kasus di daerah yang mengganggu persaudaraan antarumat beragama. Kasus terakhir adalah vonis 18 bulan penjara untuk Meiliana, warga Tanjung Balai, Sumatera Utara, dalam perkara penodaan agama terkait volume suara azan.
Terkait perkara itu, Presiden menyatakan tidak bisa mengintervensi pengadilan. ” Saya tidak bisa mengintervensi hal-hal yang berkaitan di wilayah hukum pengadilan. Saya sendiri baru divonis bersalah oleh pengadilan di Palangkaraya karena urusan kebakaran hutan,” tuturnya.
Majelis hakim pada Pengadilan Tinggi Palangkaraya, Kalimantan Tengah, memvonis Presiden dan kawan-kawan bersalah atau lalai dalam bencana asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan. Pemerintah mengajukan kasasi atas putusan itu.
Presiden menyampaikan, semua warga negara berhak mengajukan banding ke pengadilan yang ada setingkat di atasnya.
Kasus HAM
Kemarin sore, Presiden juga menyambangi Kantor Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Selain Ketua Umum PGI Henriette Tabita Lebang, dalam kesempatan ini Presiden juga disambut sekitar 250 unsur pimpinan gereja-gereja di Tanah Air. Henriette menyampaikan apresiasinya karena ini adalah pertama kali Presiden RI mengunjungi PGI.
Henriette pun menyampaikan keprihatinannya atas masalah pelanggaran hak asasi manusia yang belum terselesaikan di sejumlah tempat di Indonesia, seperti di Papua. Selain itu, kebebasan beragama yang dijamin UUD 1945 pun belum sepenuhnya terealisasi. Radikalisasi dan politisasi agama juga terjadi di beberapa kasus.
Presiden mengatakan, pertemuan dengan Ketua PGI dan pimpinan gereja di Indonesia adalah untuk menyampaikan apa yang sudah dikerjakan pemerintah serta tantangan-tantangan yang masih dihadapi.
Terkait adanya masalah HAM dan intoleransi yang belum terselesaikan sepenuhnya, Presiden mengakuinya. ”Memang kita ini masih banyak yang kurang, yang harus dievaluasi dan harus dikoreksi, seperti yang berkaitan dengan intoleransi, kebinekaan, dan HAM. Ini menjadi catatan besar dan pekerjaan kita ke depan,” tuturnya.