Pengaduan kasus pers ke polisi kembali terjadi. Kepala UPT Pusat Hubungan Masyarakat Universitas Negeri Semarang Hendi Pratama melaporkan dugaan pencemaran nama baik Rektor Unnes oleh wartawan berinisial ZA ke Polda Jateng.
JAKARTA, KOMPAS – Laporan dilayangkan Hendi Pratama selaku kuasa dari Rektor Unnes Prof Fathur Rokhman tanggal 21 Juli 2018. Isi laporan itu terkait empat tulisan ZA di media daring serat.id pada tanggal 30 Juni 2018 yang mengupas tentang dugaan plagiasi oleh Rektor Unnes terhadap salah satu artikel mahasiswa bimbingannya yang berinisial AR pada tahun 2003.
Dalam rilis resminya, Hendi memaparkan, laporan kepolisian dilakukan karena ZA telah memproduksi artikel yang disebarkan melalui jejaring media sosial Facebook, Twitter, dan Youtube yang menyebabkan kerugian bagi Rektor Unnes secara pribadi maupun kelembagaan. ZA dilaporkan karena diduga melanggar Pasal 27 ayat 3 di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Hendi beranggapan, tuduhan yang disampaikan ZA dalam tulisannya tidak berdasar karena hasil pemeriksaan tim investigasi Unnes di bawah pimpinan Prof Eddy Mungin Wibowo menunjukkan tidak ada unsur plagiasi rektor terhadap artikel AR tahun 2003. Selain itu, menurut Hendi, tanggal 9 April 2018 AR telah menyatakan bahwa dirinya meminjam draft artikel penelitian Fathur Rokhman dan ia memohon maaf apabila hal tersebut telah menjadi permasalahan.
Terkait hasil tim investigasi Unnes, ZA juga sudah memuat beritanya di media daring www.serat.id dengan judul "Unnes Berkelit Dugaan Plagiat Tak Ada" yang diterbitkan 11 Juli 2018. Namun, 21 Juli 2018 lalu, pihak Unnes justru melaporkan dirinya ke Polda Jateng.
Berkoordinasi dengan Dewan Pers
Menyikapi kasus ini, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo atau Stanley mengatakan, sebaiknya pihak Polda Jateng berkoordinasi terlebih dulu dengan Dewan Pers apakah penanganan kasus ini berada di wilayah Dewan Pers ataupun kepolisian.
"Sesuai aturan, polisi memang tidak boleh menolak pengaduan. Akan tetapi, karena ada mekanisme nota kesepahaman (MOU) antara Polri dan Dewan Pers, maka kepolisian mesti berkoordinasi dengan Dewan Pers," paparnya, Jumat (24/08/2018), di Jakarta.
Polisi memang tidak boleh menolak pengaduan. Akan tetapi, karena ada mekanisme nota kesepahaman antara Polri dan Dewan Pers, maka kepolisian mesti berkoordinasi dengan Dewan Pers
Sejak 9 Februari 2012, Dewan Pers dan Polri menyepakati nota kesepahaman penyelesaian kasus-kasus sengketa jurnalistik sesuai dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Isi nota kesepahaman tersebut pada prinsipnya menegaskan, siapa pun yang merasa dirugikan karena pemberitaan pers semestinya mengadukan masalahnya kepada Dewan Pers, bukan ke polisi. Karena itu, jika ada kasus sengketa pers, maka pihak Dewan Pers yang akan menilai tulisan-tulisan yang diadukan apakah sesuai dengan prinsip-prinsip kode etik jurnalistik atau tidak.
Dalam sebulan, Dewan Pers menerima sekitar 10-20 permintaan dan saran dari kepolisian terkait kasus sengketa jurnalistik. Artinya, masih banyak pihak yang melaporkan kasus-kasus sengketa jurnalistik ke penyidik dan tidak mengadukannya ke Dewan Pers terlebih dahulu.
Menurut Stanley, seiring tingginya pertumbuhan media daring, pengaduan kasus-kasus sengketa jurnalistik banyak bermunculan. Pengaduan bahkan juga muncul dari daerah-daerah di luar Jakarta.
Dalam sebulan, Dewan Pers menerima sekitar 10-20 permintaan dan saran dari kepolisian terkait kasus sengketa jurnalistik.
Ketua Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Indonesia Hesti Murti menegaskan, kasus ini adalah sengketa pemberitaan yang seharusnya diselesaikan menggunakan mekanisme UU Pers. "Rektor Unnes sepatutnya menggunakan prosedur UU Pers, hak jawab atau meminta hak koreksi. Sebagai akademisi, beliau seharusnya paham dengan mekanisme ini dan tidak serta- merta membawa kasus ini ke pemidanaan jurnalis. Pelaporan kasus ini ke Polisi oleh Rektor Unnes beserta jajarannya menunjukkan bahwa mereka tidak taat konstitusi dan melanggar kemerdekaan pers," kata dia.
Februari lalu, Y, wartawan batamnews.co.id juga dilaporkan oleh seorang pejabat ke Polres Barelang dengan pasal pencemaran nama baik dan fitnah terkait pemberitaan. Namun, selang lima hari, pihak pelapor akhirnya berkomitmen mencabut laporan itu.