Diana, Jazz, dan Prambanan
Penyanyi dan musisi jazz peraih Grammy asal Kanada, Diana Krall (53), datang lagi ke Indonesia. Kali ini Diana menjadi penampil utama di Prambanan Jazz Festival 2018 yang digelar di kompleks Candi Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Diana, Prambanan, dan jazz yang dimainkannya, malam itu sama-sama cantik.
Diana Krall tampaknya menyimpan kesan mendalam kepada Indonesia. Sepuluh tahun sejak kunjungan terakhirnya ke Jakarta pada 2008, Diana akhirnya datang kembali. Sebelum itu, pada 2002, Diana pun pernah datang ke Indonesia, tampil di sebuah konser di Jakarta.
Kali ini, dari Kanada, Diana langsung menuju Prambanan di kawasan Sleman, Yogyakarta. Selama dua jam, ia tampil di ajang special show PJF 2018, Sabtu (18/8/2018) malam.
Penonton jazz milenial mendominasi PJF, setidaknya dalam penyelenggaraan PJF dua tahun terakhir. Pertunjukan Diana pun dipadati penonton milenial. Area festival yang paling dekat dengan bibir panggung dipenuhi penonton-penonton muda. Saking padatnya area festival, sebagian rela duduk di rerumputan, menyimak aksi Diana dari layar besar di sisi kiri dan kanan panggung.
Hanya sebagian kecil penonton berusia matang yang terlihat di antara wajah-wajah muda itu. Sebagian lainnya lebih banyak di kelas gold, platinum, atau diamond yang berjarak lebih jauh dari panggung, duduk manis di kursi.
Diana yang ditunggu-tunggu malam itu muncul dalam balutan gaun hitam bercorak bunga-bunga dalam warna kontras. Di belakangnya, ada tiga musisi yang menjadi pengiring, Anthony Wilson (gitar), Kareem (drum), dan Robert (kontrabass).
Di tengah sambutan hangat penonton, Diana segera memanaskan panggung dengan ”Deed I Do”dari album All For You: A Dedication to the Nat Cole Trio. Penonton yang kenal dengan lagu itu tak ragu ikut menyanyi bersama Diana.
Di lagu kedua, L-O-V-E, Diana bahkan hanya membuka di bagian awal lagu saja. Penonton yang antusias, menyanyi tanpa ragu diiringi permainan piano Diana. Suhu sekitar Prambanan yang malam itu hanya 21 derajat celsius dihangatkan antusiasme penonton.
Diana pun terpesona dengan antusiasme itu. ”Sungguh menyenangkan. Ayo kita nyanyi lagi. Kita baru saja mulai, tetapi aku sudah menangis. Aku iringi kalian menyanyi, ya. Suara kalian bagus sekali,” ujar Diana terkesan haru dengan sambutan penonton.
Bagi Diana yang besar di Vancouver, Kanada, mengiringi orang menyanyi seperti itu sudah biasa dia lakukan. ”Aku merasa seperti di rumah. Ayo menyanyi. Aku tidak menyiapkan set list, kita bisa menyanyi bersama dengan bebas,” lanjutnya.
Dia lalu membawakan sejumlah lagu lain sembari memainkan piano. ”Blue Skies”, ”The Look of Love”, ”I Was Doing Alright”, ”Cheek To Cheek”pun segera disambut penonton yang ikut menyanyi dengan riang. Begitu pula, ”East of The Sun” dan ”Just Found Out About Love”.
Reaksi penonton sebenarnya beragam. Beberapa penonton muda keluar area di tengah- tengah lagu. Beberapa yang duduk di rerumputan juga melontarkan berbagai reaksi. ”Ini lagu-lagunya kok malah seperti lagu-lagu pengantar tidur. Padahal, aku lihat di Youtube, enggak semua lagunya kayak gini. Ada juga yang swing, riang,” lontar seorang penonton ditimpali penonton lain di sekitarnya.
Toh sebagian lainnya, yang tampaknya penggemar Diana, tetap khusyuk. Setiap kali Diana usai membawakan lagu, mereka langsung bertepuk tangan, tampak sangat menikmati jazz suguhan Diana.
Begitu pula dengan Diana. Di panggung Diana tak henti mengobrol. Sambil berbicara, ia kerap menyibakkan rambutnya yang kuning keemasan, terlihat natural. Di bawah sorot lampu yang berkilau-kilau ke arahnya, tak bisa dimungkiri, wajahnya yang awet muda, dengan riasan tipis itu memancarkan aura cantik.
”Dia memang ingin selalu terlihat cantik. Makanya, salah satu riders-nya, lampu ke arah panggung harus banyak, dari segala arah,” ujar Project Director PJF, Bakar Wibowo.
Meski begitu, tanpa sorot lampu berlimpah pun, penyanyi dan musisi yang kini telah berusia di atas 50 tahun ini memang masih terlihat cantik. Ditambah dengan suara indah dan permainan pianonya yang apik ditingkahi ketiga musisi pengiring.
Kelas Grammy
Debut Diana sebagai penyanyi dan musisi dimulai tahun 1993 dengan merilis album Stepping Out lewat label asal Kanada, Justin Time Records. Sukses debut albumnya itu, disusul abum Only Trust Your Heart yang makin melambungkan nama pelantun lagu ”Just The Way You Are” ini di kancah musik jazz internasional.
Dua tahun kemudian, Diana merilis album Love Scenes. Album inilah yang membawa Diana masuk jajaran Billboard Jazz Chart, bertahan di peringkat pertama selama 66 minggu. Kesuksesan itu mengantar Diana menjadi nomine penghargaan Grammy 1998.
Tahun 1999, Diana menyabet Grammy untuk kategori Album of The Year, yang sekaligus menjadikannya sebagai artis jazz pertama yang memenangi kategori tersebut dalam kurun 25 tahun. Diana juga berhasil menyabet Grammy untuk kategori Best Jazz Vocal Performance.
Setelah tampil di Prambanan, pada 14 September mendatang, Diana akan merilis album terbarunya berduet dengan Tonny Bennett, Love Is Here To Stay. Salah satu lagu di album tersebut ”S’ Wonderful” dinyanyikan malam itu oleh Diana, menjadikan malam di Prambanan terasa makin magis.
Saat penonton memintanya membawakan ”Cry Me A River”, Diana menolak dengan halus. ”Itu lagu sedih. Kita cari lagu yang lain saja,” ujarnya.
Meski begitu, di atas panggung, Diana tak menyembunyikan perasaan sedih ketika membicarakan Aretha Franklin yang baru saja berpulang. Dengan mata berkaca, Diana memainkan ”You’re All I Need To Get By” untuk Franklin yang telah menjadi sumber inspirasinya dalam berkarier. Diana menutup penampilannya dengan dua lagu encore, ”How Deep Is The Ocean”dan ”Fly Me To The Moon”.
Porsi besar
Selain Diana Krall, secara keseluruhan, perhelatan PJF yang keempat kalinya tahun ini berhasil menyuguhkan jazz dalam porsi yang lumayan besar. CEO Rajawali Indonesia Communication yang juga penggagas PJF Anas Syahrul Alim menuturkan, penampil jazz di PJF kali ini mencapai 65 persen dari total 27 artis.
Sejumlah penampil merupakan proyek kolaborasi yang menghadirkan sejumlah musisi dan penyanyi. Misalnya, Tohpati feat Sheila Majid, Marcell dan Rio Febrian, Indra Lesmana feat Eva Celia, serta Idang Rasyidi feat Syaharani. Nuansa jazz benar-benar dihadirkan di atas panggung melalui aransemen-aransemen pada lagu-lagu yang sesungguhnya sama sekali bukan lagu jazz. Misalnya lagu ”Candu Asmara”yang dibawakan oleh Marcell, dan ”Tak Kan Ada Cinta” yang lain oleh Eva Celia.
Grup band Gigi yang biasanya tampil mengusung rock, di panggung PJF pun menghadirkan aransemen jazz pada seluruh lagu yang mereka bawakan. Mereka menggandeng pianis jazz muda, Irsa Destiwi. ”Ini bentuk tanggung jawab Gigi tampil di festival jazz,” kata Armand yang tetap tampil atraktif di PJF.
Sebaliknya, sejumlah penyanyi juga tampil ”apa adanya” di panggung PJF. Pelantun lagu ”Gajah”,Tulus, misalnya, membawakan lagu-lagunya secara orisinal tanpa aransemen jazz. Begitu juga dengan Stars & Rabbit yang sudah beberapa kali tampil di PJF. Tentu juga, termasuk Boyzone dan Dewa 19 Reunion yang tampil di special show hari terakhir.
Apa boleh buat, tidak semua harus nge-jazz, pun di sebuah festival jazz.