MATARAM, KOMPAS Sepinya kunjungan wisatawan di Lombok, Nusa Tenggara Barat, akibat rentetan gempa sejak 29 Juli 2018 menyebabkan hotel dan restoran mulai merumahkan sejumlah karyawan. Kondisi ini dikhawatirkan menimbulkan masalah sosial baru.
Gempa beruntun mulai Minggu (29/7/2018) dengan kekuatan magnitudo 6,4, disusul gempa berkekuatan M 7,0 seminggu berselang dan gempa M 6,9 pada Minggu (19/8) berdampak pada lumpuhnya destinasi wisata, seperti Senggigi, Gili Trawangan, dan Taman Nasional Gunung Rinjani.
Pelaku wisata, seperti pengusaha hotel, restoran, dan agen wisata, terpukul akibat pembatalan kunjungan wisatawan. Berdasarkan pantauan di Kota Mataram dan Senggigi, Lombok Barat, Sabtu (25/8), sejumlah hotel dan restoran masih tutup karena perbaikan bangunan.
Merumahkan sejumlah pekerja terpaksa dilakukan oleh manajemen hotel dan restoran untuk menekan pengeluaran. Di Hotel Idoop Mataram, misalnya, sejumlah karyawan dirumahkan per Kamis (23/8) karena bangunan hotel masih diperbaiki. Pada masa normal, tingkat hunian Hotel Idoop 70 persen dari 96 kamar.
”Kemungkinan awal September baru beroperasi kembali. Kami mengistirahatkan sebagian karyawan,” ujar Dian Pramono, Human Resources Manager Hotel Idoop Mataram, Sabtu.
Dari sekitar 40 karyawan, manajemen Hotel Idoop mempertahankan 28 karyawan. Tugas mereka membersihkan hotel dan menjaga aset hotel. ”Sisanya terpaksa kami istirahatkan setelah gaji terakhir dibayar penuh. Jika nanti (kegiatan) operasional hotel sudah normal dan mereka belum mendapat pekerjaan, kami membuka kesempatan kerja,” ujar Dian.
Di Hotel Qunci Villas Senggigi, 25 persen dari 234 karyawan diminta cuti. Tingkat okupansi tinggal 25 persen dari 78 kamar Qunci Villas. ”Sebetulnya bukan merumahkan karena gaji mereka tetap dibayar penuh. Kami hanya meminta yang belum pernah mengambil cuti untuk mengambil haknya,” ucap General Manager Qunci Villas Wiwit Suprapti.
Di Hotel Kila Senggigi tidak ada karyawan yang dirumahkan. Namun, tenaga kerja tambahan yang berstatus pekerja harian tidak dipekerjakan untuk sementara waktu. Tingkat okupansi anjlok dari 87 persen menjadi 30 persen dari 166 kamar.
”Tenaga tambahan tidak dipekerjakan karena statusnya hanya membantu di dapur dan sebagai pramusaji. Tenaga tambahan dipekerjakan saat ramai tamu,” ujar Public Relations Officer Hotel Kila Senggigi Stevy Yasinta.
Sulhadi, pemilik sebuah restoran di Gili Trawangan, merumahkan tujuh karyawan pascagempa. ”Mereka tetap digaji, tetapi hanya setengah,” katanya. Diperkirakan restorannya beroperasi kembali awal September.
Khawatir
Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) NTB Dewantoro Umbu Joka menuturkan, gempa yang mengguncang Lombok mengakibatkan terhentinya aktivitas 80 persen dari 160 anggota Asita NTB. Menurut Dewantoro, belum ada pengurangan karyawan. Namun, jika kondisi berlanjut hingga dua bulan ke depan, ia khawatir hal itu dapat terjadi.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia NTB Hadi Faesal memastikan tidak ada hotel dan restoran yang melakukan pemutusan hubungan kerja karyawan meski sektor pariwisata lumpuh akibat gempa. Namun, karyawan diberi kesempatan cuti secara bergiliran karena sebagian bangunan hotel dan restoran masih dalam perbaikan.
Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Muhammad Faozal mengatakan, gempa di Lombok hampir sebulan terakhir membuat pelaku wisata gamang karena pendapatan mereka terimbas. Sepinya wisatawan dapat berbuntut pada persoalan lebih kompleks.
”Dampaknya luas. Owner (pemilik) dari bisnis (wisata) yang kehilangan semangat akan merumahkan karyawan. Sementara karyawan sudah terkena dampak gempa, tambah lagi dirumahkan. Hal ini bisa menimbulkan masalah sosial,” ujar Faozal.
Tanggap darurat berakhir
Di Jakarta, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho menyatakan kepada wartawan, Jumat sore, bahwa masa tanggap darurat gempa Lombok berakhir pada Sabtu (25/8).
Masa tanggap darurat dilanjutkan dengan tahap transisi darurat ke pemulihan. ”Dalam konteks penanganan darurat bencana, tahap transisi darurat ke pemulihan masih dalam keadaan status darurat. Jadi, ini masalah administrasi saja,” kata Sutopo.
Hingga Jumat malam, jumlah korban meninggal akibat gempa Lombok 555 orang dan jumlah pengungsi 390.529 orang.
Berdasarkan catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, hingga Jumat sore ada 1.089 kali gempa susulan di Lombok seusai gempa M 7,0 tiga pekan lalu.