M PASCHALIA JUDITH/ HENDRIYO WIDI/ C ANTO SAPTOWALYONO/ AHMAD ARIF
·3 menit baca
TEGAL, KOMPAS - Area persawahan padi terdampak kekeringan secara nasional meluas dua bulan terakhir. Produksi diperkirakan terganggu sehingga pemerintah dinilai perlu mengantisipasi dampaknya.
Data Kementerian Pertanian, luas lahan padi terkena kekeringan sejak awal tahun sampai 24 Agustus 2018 mencapai 134.790 hektar, naik dibandingkan Juli 2018 yang tercatat 115.371 hektar. Luas area puso juga bertambah dari 23.895 hektar menjadi 26.430 hektar. Namun, angka itu dianggap kecil dibandingkan luas tanam padi yang diklaim mencapai 9,15 juta hektar.
Kini sebagian petani masih berjuang menyelamatkan tanamannya. Mereka mengeluarkan ongkos ekstra untuk mengupayakan air. Sukarta (46), petani di Dukuhwaru, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Sabtu (25/8/2018), memperkirakan bakal mengeluarkan biaya tambahan untuk mengoperasikan sumur pompa hingga Rp 3 juta.
Sejumlah petani di Kabupaten Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat, mencemaskan hasil panennya karena irigasi surut. Sebab pasokan air dari Bendung Rentang, Kabupaten Majalengka, dihentikan sejak pertengahan Agustus 2018. “Air dari saluran irigasi tidak mengalir lagi, jika harus mengeluarkan biaya tambahan, kami tidak mampu,” kata Sarkam (70), petani Wanasari, Kecamatan Bangodua, Kabupaten Indramayu.
Menurut Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia, Guntur Subagja, mayoritas kekeringan berdampak pada lahan tanam di Pulau Jawa yang memproduksi 50 persen beras nasional. Kekeringan bisa berimbas pada turunnya produksi beras nasional semester II 2018 sebanyak 10 persen.
Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas Santosa berpendapat, berdasarkan kajian sementara oleh AB2TI, kekeringan di sentra produksi telah mencapai 39,6 persen dengan perkiraan penurunan produksi di wilayah terdampak mencapai 39,3 persen. Dampaknya terlihat pada naiknya harga gabah kering panen (GKP) dari Rp 4.388 per kg menjadi Rp 4.672 per kg tiga pekan terakhir.
Menurut Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Sumarjo Gatot Irianto, kekeringan tidak serta-merta mengurangi pasokan air untuk irigasi. Dalam rangka menghadapi panceklik, petani akan diajak menanam padi gogo yang lebih tahan terhadap kekeringan mulai Oktober 2018.
Semakin kering
Indonesia harus mewaspadai kekeringan dan defisit air karena tren hujan terus berkurang seiring perubahan iklim. Kajian terbaru menunjukkan, deret hari kering dalam setahun di Indonesia bertambah panjang hingga 20 persen saat suhu global meningkat dua derajat.
Hasil kajian dari tim gabungan sejumlah negara, termasuk dari peneliti Indonesia, ini dipublikasikan di jurnal Asia-Pasifik Network (APN) for Global Change Research pada 22 Agustus 2018. "Ini kajian terbaru kami yang perlu menjadi perhatian ke depan," kata Supari, peneliti Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang turut dalam publikasi ini, Minggu (26/8).
Kajian itu memproyeksikan perubahan pola penguapan yang berpengaruh pada pola hujan di Asia Tenggara jika terjadi pemanasan global sebesar 2 derajat celcius. Kajian menunjukkan, pada tahun 2031- 2051 akan terjadi perubahan pola cuaca, di mana sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami penurunan curah hujan secara signifikan, sebaliknya wilayah Indochina akan mengalami hujan lebih banyak.
"Ada beberapa spot kecil yang menjadi basah, seperti di dataran tinggi Sumatra bagian utara, sebagian Kalimantan dan Papua. Namun, secara umum Indonesia semakin kering. Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara Timur termasuk yang paling parah mengalami penurunan hujan," kata Supari.