Ditunggu, Ketegasan Kota Bogor Laksanakan Konversi Angkot
Oleh
ratih p sudarsono
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS - Pemerintah Kota Bogor memastikan program pembenahan transportasi publik tetap menjadi prioritas. Terkait itu, Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Bogor dan badan usaha jasa angkutan umum berharap pemerintah tegas melaksanakan programnya itu dan jelas jadwal waktu pelaksanaan serta targetnya.
"Pembenahan angkutan kota (angkot) tetap jadi prioritas. Sebab, dalam Kota Bogor, Kota Ranah Keluarga itu dalamnya ada transportasi publik yang harus aman dan nyaman. Program konversi angkot tetap berjalan. Tahun ini Transpakuan Koridor (TPK) 2 dan TPK 4 ditargetkan berjalan," kata Wali Kota Bogor Bima Arya, Minggu (26/8).
Bima yang memenangi Pilkada Kota Bogor 2018, untuk periode kepemerintahannya menjanjikan, mewujudkan Kota Bogor sebagai kota yang ramah untuk keluarga atau rumah tinggal. Sisa tahun periode pertamanya yang akan berakhir April 2019, akan fokus menuntaskan program konversi angkot dan penerapan rerouting angkot.
Menurut Bima, pihaknya sudah mendapat laporan, trayek TPK 4, siap beroperasi dengan angkot lebih besar sebanyak 26 unit. Pihaknya juga akan meminta Perusahaan Daerah Jasa Trasportasi (PDJT - perusahaan daerah milik Pemerintah Kota Bogor) untuk merombak manajemennya, untuk penyesuaikan dengan program subsidi (public service obligation/PSO), yang akan diterapkan pada 2019.
"Rencananya tahun depan anggaran subsidi, bagi semua jasa angkutan umum yang berbadan hukum, dianggarkan Rp 18 miliar. Saya akan panggil PDJT, akan dirombak manjemennya untuk disesuaikan dengan program subsidi ini, dimana posisi PDJT," katanya.
Konversi angkot ada dua skema, tiga angkot diganti menjadi satu bus sedang (45 penumpang duduk dan berdiri) dan tiga angkot diganti dua angkot ukuran besar (15 penumpang duduk). Rerouting angkot menetapkan tujuh jalur utama (TPK) dan belasan trayek ankot pengumpan atau jalur tayek baru pingir kota.
Bima memastikan, akhir September depan semua bus dan angkot izin Kota Bogor sudah beroperasi sesuai dengan trayek barunya, sesuai kesepakatan Pemko dengan semua badan hukum jasa angkutan umum dan Organda Kota Bogor.
"Kami akan bekerja sama dengan kepolisian juga agar pelaksanaan di lapangan dapat berjalan baik. Kalau badan usaha belum siap atau tidak konsiaten, bisa kami batalkan trayek yang sudah dikantongi," katanya.
Ketua Organda Kota Bogor Moch Ischak AR mengatakan, akhir September ini dilaksanakan penerapan reroutering 7 TPK dan trayek angkot pengumpannya. Ini sesuai kesepakatan badan hukum jasa angkutan umum dengan Dinas Perhubunhan Kota Bogor dimana Organda juga dilibatkan dalam kesepakatan yang ditandatangani satu bulan lalu.
"Kami berharap ini sukses. Jadi, ada kepastian. Kami para pengusaha angkutan umum, minta ketegasan pemerintah. Jangan ngambang melulu. Penerapan rerouting angkot ini jangan hanya seremonial," katanya.
Sekretaris Koperasi Angkutan Umum yang dikelola Organda Kota Bogor "Kauber" Yadi Indra Mulyadi mengatakan, para badan usaha jasa angkutan umum seperti mereka ini, sangat menunggu keseriusan Pemerintah Kota Bogor dan DPRD Kota Bogor dalam menerapkan konversi dan rerouting angkot. Pihaknya sendiri sudah membuat komitmen akan mengadakan bus sedang sebanyak 43 unit untuk mengoperasikan TPK 3 pada 2019.
"Sekarang pemerintah yang buat program, pengawasannya lakukan juga. Kami menilai tidak ada, keseriusan pemerintah untuk melaksanakan programnya itu. Trayek angkot SK yang lama tetap beroperasi, sehingga terjadi gesekan atau saling bersinggungan dengan trayek SK baru," katanya.
Selain itu, lanjut Yadi, regulasinya tanggung. Harusnya, juga ditetapkan mana jalan yang hanya boleh dilalui kendaraan umum atau larangan kendaraan pribadi melintas di jalan-jalan tertentu. Selain melengkapi dan memperbaiki prasarana, seperti halte, traffic light, dan badan jalan, juga harus ada tarif parkir lebih progresif bagi kendaraan pribadi, katanya.
Sebagai mana Yadi, Ketua Kojari Khaerudin, juga meminta ketegasan pemerintah dalam menerapkan program konversi dan rerouting angkot. "Kalau tidak sekarang, kapan lagi?\'" katanya.
Menurut Khaerudin, badan hukum menunda mengkonversi angkotnya karena menunggu kepastian ketegasan pemerintah dalam melaksanakan dan membantu pengusaha angkot dalam program tersebut. Harus berbadan hukum dan gunakan angkutan masal itu adalah karena undang-undang, namun kondisi pengusaha angkot tidak seperti dulu lagi.
"Hambatannya adalah SDM dan finansial pengusaha angkot. Di sini belum terlihat ada keseriusan pemerintah untuk membantu. Rencana anggaran subsidi Rp 18 miliar itu, baru permohonan Pemda. DPRD belum tentu kasih. Anggaran segitu juga untuk pembenahan angkutan umum Kota Bogor, mana cukup. Ibarat panggang jauh dari api," kata Khaerudin.