Pemerintah Myanmar Ditekan Selesaikan Kasus Kekerasan atas Warga Rohingya
Oleh
Kris Razianto Mada
·2 menit baca
Tekanan terhadap Pemerintah Myanmar atas praktik kekerasan terhadap warga etnis Rohingya terus diberikan oleh Gedung Putih. Pemerintah Amerika Serikat kembali menyatakan menuntut pertanggungjawaban dari pihak yang terlibat pembersihan etnis Rohingya di Myanmar. Militer Myanmar diminta menghormati HAM demi kesuksesan demokrasi di negara itu.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyatakan hal itu melalui media sosial, Sabtu (25/8/2018). ”Setahun lalu, setelah serangan militan, aparat keamanan meresponsnya dengan melancarkan pembersihan etnis Rohingya secara mengerikan di Burma (Myanmar). AS akan terus menuntut pihak yang bertanggung jawab. Militer harus menghormati HAM demi kesuksesan demokrasi di Burma,” tulisnya.
Ia menggunakan kata ”Burma”, nama lain Myanmar. Pernyataan itu dibuat terkait setahun konflik di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Konflik mengakibatkan 700.000 orang Rohingya melarikan diri, mengungsi ke Bangladesh.
Peringatan dan kecaman dikeluarkan beberapa saat menjelang pengumuman hasil penyelidikan tim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Laporan soal kekerasan di Rakhine dijadwalkan diumumkan pada Senin (27/8/2018). Dewan Keamanan PBB dijadwalkan menggelar taklimat pada Selasa (28/8/2018).
Konflik mengakibatkan 700.000 orang Rohingya melarikan diri, mengungsi ke Bangladesh.
Sebelumnya, pada awal Agustus 2018, AS mengenakan sanksi terhadap empat perwira polisi dan tentara Myanmar. Selain itu, dua kesatuan tentara Myanmar juga dikenai sanksi. Mereka dituduh terlibat pembersihan etnis Rohingya dan pelanggaran HAM secara meluas.
Peraih Nobel Perdamaian sekaligus pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi berkali-kali menyangkal ada kekejaman di Rakhine. Ia berkeras tindakan aparat sesuai dengan koridor hukum dan bertujuan memberantas militan.
Unjuk rasa Rohingya
Di Bangladesh, ribuan pengungsi Rohingya memperingati setahun kekerasan di Rakhine degan berunjuk rasa. Mereka berharap bisa segera kembali ke kampung halaman dan menuntut keadilan atas kematian kerabat serta tetangga dalam kekerasan setahun lalu.
Salah satu unjuk rasa terjadi di pengungsian Kutupalong. Penampungan dihuni sedikitnya 900.000 pengungsi Rohingya. Pengunjuk rasa meneriakkan, ”Tidak ada lagi pembasmian etnis. Kami mau keadilan.” Sebagian dari mereka membawa bendera Myanmar.
Banyak pengungsi tidak yakin bisa kembali ke kampung halamannya. Kalaupun bisa pulang, mereka tidak yakin akan aman di Myanmar atau diterima sebagai warga negara itu.
Meski Rohingya sudah berada di Myanmar selama ratusan tahun, Pemerintah Myanmar tetap menganggap mereka orang asing. Pemerintah Myanmar menolak menganggap mereka warga negara Myanmar dan tidak mengakui aneka hak dasar warga etnis Rohingya. Banyak pejabat dan warga Myanmar menyebut Rohingya sebagai Bengali, etnis yang datang secara ilegal dari Bangladesh ke Myanmar.
Secara fisik, orang Myanmar memang mirip penduduk Bangladesh. Dalam aneka catatan sejarah, imigran Bangladesh itu datang ratusan tahun lalu ke Myanmar dan dipekerjakan aneka kerajaan di Myanmar masa lalu. (AP/REUTERS)