Presiden Diminta Cabut Kasasi
JAKARTA, KOMPAS – Sejumlah lembaga swadaya masyarakat meminta Presiden Joko Widodo membatalkan upaya kasasi terhadap putusan Pengadilan Tinggi Palangkaraya terkait kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah pada 2015. Upaya kasasi dinilai akan merugikan masyarakat dan memperlambat penyelesaian masalah tata kelola kasus kebakaran hutan dan lahan yang masih terus terjadi.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menyampaikan permintaan tersebut adalah Green Peace Indonesia, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Indonesia Center of Environment Law (ICEL), dan perwakilan tim pengacara Gerakan Anti Asap (GAAs) Kalimantan Tengah (Kalteng).
Pada 22 Maret 2017, Pengadilan Tinggi Palangkaraya menguatkan putusan Pengadilan Negeri Palangkaraya yang memvonis presiden, empat menteri, serta Gubernur Kalteng dan DPRD Kalteng bersalah atau lalai dalam bencana asap kebakaran hutan dan lahan pada 2015. Putusan itu mengabulkan gugatan warga yang diajukan para aktivis lingkungan yang tergabung dalam GAAs Kalteng. Atas putusan itu, presiden mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. (Kompas, 23/8/2018)
Dalam putusan itu disebutkan, asap kebakaran hutan dan lahan menyebabkan satu balita, satu anak, dan dua orang dewasa di Kalteng meninggal dunia; 37.744 orang (Agustus-September 2015) menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA); 4.453 orang menderita diare; dan kerugian lainnya.
Perbaiki tata kelola
Salah satu penggugat yang juga Team Leader Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Rompas menyayangkan sikap pemerintah tersebut. Menurut dia, pemerintah seharusnya menerima dan memperbaiki tata kelola penanggulangan korban serta kebakaran hutan dan lahan sesuai dengan putusan itu.
Pemerintah seharusnya menerima dan memperbaiki tata kelola penanggulangan korban serta kebakaran hutan dan lahan sesuai dengan putusan itu.
“Seharusnya pemerintah tidak mengajukan kasasi dan menerima putusan ini sebagai fakta bahwa tahun 2015 penanganan kebakaran hutan dan lahan belum maksimal. Kami sebenarnya mengharapkan pemerintah melakukan upaya korektif dengan mengikuti putusan itu. Tentu akan lebih maksimal dalam penanggulangan korban dan kebakaran hutan dan lahan,” kata Arie dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (26/8/2018).
Ari mengatakan, sampai saat ini pemerintah belum optimal dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Itu dapat dilihat dari masih terjadinya kasus kebakaran hutan dan lahan, seperti di Kalimantan dan Sumatera. Dia menambahkan, apa yang dilakukan masyarakat sipil sebenarnya adalah upaya korektif yang seharusnya dapat diterima dalam memperkuat produk tata kelola di sektor ke hutan dan lahan.
“Termasuk bagaimana menangani kebakaran hutan dan lahan yang terjadi saat ini. Belum ada upaya serius dari pemerintah,” katanya.
Anggota tim pengacara warga GAAs Riesqi Rahmadiansyah meminta pemerintah berpikir ulang melakukan kasasi. Putusan dari Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Palangkaraya menunjukkan, penanganan kebakaran hutan dan lahan oleh pemerintah memang belum optimal.
“Coba ditinjau lagi keputusan ini. Lebih baik cabut kasasi dan segera laksanakan putusan pengadilan. Kenapa? Karena sudah terjadi kembali kebakaran hutan,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati menilai, pemerintah gagal paham dalam melihat gugatan warga negara. Gugatan ini sebenarnya bukan untuk melawan pemerintah, melainkan meminta bantuan pengadilan (yudikatif) untuk memaksa pemerintah (eksekutif) dalam melakukan kewajibannya, terutama dalam membuat peraturan untuk melindungi warga negara. Selama ini warga negara telah meminta kepada eksekutif, tetapi tidak kunjung dilaksanakan.
Gugatan ini sebenarnya bukan untuk melawan pemerintah, melainkan meminta bantuan pengadilan (yudikatif) untuk memaksa pemerintah (eksekutif) dalam melakukan kewajibannya, terutama dalam membuat peraturan untuk melindungi warga negara.
Menurut perempuan yang akrab dipanggil Yaya ini, sekarang masih ada kekosongan aturan dalam tata kelola hutan dan lahan. Kekosongan itu mengakibatkan risiko kebakaran hutan dan lahan akan terus terjadi karena tidak ada penegakan hukum terhadap oknum pelaku pembakaran hutan dan lahan. “Aneh kalau pemerintah melakukan kasasi. Apa pemerintah mau lari dari tanggung jawabnya?” kata Nurhidayati.
Dalam putusan pengadilan, presiden dihukum untuk menerbitkan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang penting bagi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dengan melibatkan peran serta masyarakat, yang berupa tujuh peraturan pemerintah atau PP (Kompas.id, 23/8/2018).
Tujuh peraturan pemerintah tersebut, yaitu PP tentang tata cara penetapan daya dukung dan daya tampung lingkungan Hidup; PP tentang baku mutu lingkungan; PP tentang kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan; PP tentang instrumen ekonomi lingkungan hidup; PP tentang analisis risiko lingkungan hidup; PP tentang tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan PP tentang tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Selain itu, Presiden juga dihukum untuk menerbitkan peraturan pemerintah atau peraturan presiden yang menjadi dasar hukum terbentuknya tim gabungan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan.
Hormati proses hukum
Menanggapi permintaan ini, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani mengatakan, KLHK menghormati proses hukum yang sedang berlangsung di Mahkamah Agung. Terkait kebakaran hutan dan lahan, sejak 2015 pemerintah terus bekerja dengan melibatkan berbagai kementerian, TNI, Polri, dan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan dan melakukan penegakan hukum di lapangan.
Berbagai kebijakan telah dibuat oleh pemerintah untuk memperbaiki tata kelola pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan, termasuk melakukan revisi PP Perlindungan dan Pengelolaan Gambut dan berbagai Peraturan Menteri LHK sebagai acuan opersionalisasi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di lapangan.
“Langkah penegakan hukum secara tegas, seperti sanksi adminitratif, gugatan perdata, dan pidana telah dilakukan oleh pemerintah, baik oleh KLHK maupun kepolisian. Kita bisa melihat penurunan kebakaran hutan dan lahan yang sangat signifikan dalam tiga tahun terakhir,” ujarnya. (YOLA SASTRA)