TEGAL, KOMPAS — Area persawahan padi yang terdampak kekeringan secara nasional meluas selama dua bulan terakhir. Produksi pangan pun diperkirakan terganggu. Pemerintah dinilai perlu mengantisipasi dampak kekeringan tersebut.
Data Kementerian Pertanian menunjukkan, luas lahan padi yang terkena kekeringan sejak awal tahun hingga 24 Agustus 2018 mencapai 134.790 hektar, naik dibandingkan Juli 2018 yang tercatat 115.371 hektar. Luas area puso juga bertambah dari 23.895 hektar menjadi 26.430 hektar. Namun, angka itu masih dianggap kecil dibandingkan luas tanam padi yang diklaim mencapai 9,15 juta hektar.
Saat ini sebagian petani masih berjuang untuk menyelamatkan tanaman mereka. Mereka mengeluarkan ongkos ekstra untuk mengupayakan air. Sukarta (46), petani di Dukuhwaru, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, misalnya, hari Sabtu (25/8/2018) memperkirakan bakal mengeluarkan biaya tambahan untuk mengoperasikan sumur pompa hingga Rp 3 juta.
Sejumlah petani di Kabupaten Cirebon dan Indramayu, Jawa Barat, mencemaskan hasil panen mereka karena irigasi surut. Pasokan air dari Bendung Rentang, Kabupaten Majalengka, dihentikan sejak pertengahan Agustus 2018. ”Air dari saluran irigasi tak mengalir lagi. Jika harus mengeluarkan biaya tambahan, kami tidak mampu,” kata Sarkam (70), petani warga Wanasari, Kecamatan Bangodua, Kabupaten Indramayu.
Menurut Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia Guntur Subagja, mayoritas kekeringan berdampak pada lahan tanam di Pulau Jawa yang memproduksi 50 persen beras nasional. Kekeringan bisa berimbas pada turunnya produksi beras nasional semester II-2018 sebanyak 10 persen.
Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa berpendapat, berdasarkan kajian sementara oleh AB2TI, kekeringan di sentra produksi pangan mencapai 39,6 persen dengan perkiraan penurunan produksi di wilayah terdampak mencapai 39,3 persen. Dampaknya terlihat pada naiknya harga gabah kering panen (GKP) dari Rp 4.388 per kilogram menjadi Rp 4.672 per kilogram tiga pekan terakhir.
Sementara, menurut Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Sumarjo Gatot Irianto, kekeringan tidak serta-merta mengurangi pasokan air untuk irigasi. Dalam rangka menghadapi paceklik, petani akan diajak menanam padi gogo yang lebih tahan terhadap kekeringan mulai Oktober 2018.
Semakin kering
Indonesia diingatkan agar mewaspadai kekeringan dan defisit air karena tren hujan terus berkurang seiring perubahan iklim. Kajian terbaru menunjukkan, deret hari kering dalam setahun di Indonesia bertambah panjang hingga 20 persen saat suhu global meningkat dua derajat.
Hasil kajian dari tim gabungan sejumlah negara, termasuk dari peneliti Indonesia, ini dipublikasikan dalam jurnal Asia-Pacific Network (APN) for Global Change Research pada 22 Agustus 2018. ”Ini kajian terbaru kami yang perlu menjadi perhatian ke depan,” ungkap Supari, peneliti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), yang turut dalam publikasi ini, Minggu.
Kajian itu memproyeksikan perubahan pola penguapan yang berpengaruh terhadap pola hujan di Asia Tenggara kalau terjadi pemanasan global sebesar 2 derajat celsius. Kajian menunjukkan, pada tahun 2031-2051 akan terjadi perubahan pola cuaca. Sebagian besar wilayah Indonesia akan mengalami penurunan curah hujan secara signifikan, dan sebaliknya wilayah Indochina akan mengalami hujan lebih banyak.
”Ada beberapa spot kecil yang menjadi basah, seperti di dataran tinggi Sumatera bagian utara, sebagian Kalimantan dan Papua. Namun, secara umum wilayah Indonesia semakin kering. Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara Timur termasuk yang paling parah mengalami penurunan hujan,” ujar Supari lagi. (JUD/HEN/CAS/AIK)